Karena itu, sila pertama Pancasila betul-betul mampu mengakomodasi kemajemukan agama di Indonesia. Hanya saja, supaya keagamaan tidak mengeras menjadi eksklusivisme yang berujung pada konflik antaragama, kaum beragama perlu menyadari pentingnya mempertemukan sila pertama dengan sila kedua menjadi "ketuhanan yang beradab." Itulah juga yang diwanti-wanti Romo N.J Drijarkara (wawancara Franz-Magnis Suseno dalam film besutan Marselli Sumarno, Driyarkara, Filsuf dari
Kedunggubah, Visisinema, 2013) bahwa "ketuhanan saja yang dijalani tanpa beradab bisa jatuh ke dalam fundamentalisme." Artinya, ketuhanan dan sikap keberagamaan haruslah mengutamakan dimensi aktualisasi---termasuk di bidang ekonomi---yang tujuannya adalah penyempurnaan hidup manusia.
Akhirulkalam, jejak-jejak awal yang dihunjamkan Kartini dalam tapestri pemikiran bangsa ini kian menyadarkan kita betapa Pancasila sungguh merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur khazanah kebudayaan Indonesia yang ampuh menjadi kompas bangsa ini untuk keluar dari berbagai kemelut yang menderanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H