Mohon tunggu...
Anton Saja
Anton Saja Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PT 20 Persen Bikin Indonesia Makin Gaduh dan Otoriter?

14 Juli 2017   13:24 Diperbarui: 14 Juli 2017   21:20 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkaca dari pengalaman Pilpres 2014 yang lalu kita harus belajar dalam hitungan satu setengah bulan saja bisa memberikan dampak luarbiasa begini terhadap persatuan Indonesia. Pemungutan nomor urut Jokowi dan Prabowo dilakukan tanggal 1 Juni, dan pemilihan tanggal 9 Juli.  

Apalagi jika telah ditetapkan sejak jauh-jauh hari. Mungkin dampak perselisihan makin besar dan bikin gaduh, yang akan rugi juga masyarakat Indonesia secara kesuluruhan.

Jika UU Pemilu seperti yang diinginkan pemerintah disepakati, besar kemungkinan Capres yang mendapatkan kesempatan hanya dua pasang seperti yang terjadi 2014. Hal itu berdasarkan jumlah kursi di DPR RI saat ini.

Jokowi didukung oleh mayoritas partai di DPR RI, mulai dari PDI P, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, Hanura, PAN. Berdasarkan Pileg 2014, total kursi yang didapat Jokowi mencapai 386. Terdiri dari PDIP (109 kursi), PKB (47 kursi), Partai NasDem (35 kursi) dan Partai Hanura (16 kursi), PAN (49 kursi), PPP (39 kursi), dan Partai Golkar (91 kursi). Sehingga total persentase mereka lebih dari 66 persen.

Sedangkan diluar pemerintahan, Gerindra (73 kursi), PKS (40 kursi) dan Demokrat 61 kursi. Jumlah ketiga partai ini hanya berkisar diangka 30 an persen dari total jumlah kursi. Untuk partai diluar DPR ada PBB (1,46 persen) dan PKPI (0,91 persen).

Dengan peta tersebut, hampir dipastikan paling banyak calon hanya dua. Artinya sejarah akan terulang lagi, dan kegaduhan akan semakin menjadi. Jika tidak dicarikan solusinya tidak tertutup kemungkinan terjadi konflik komunal ditengah masyarakat. Dan untuk menyelesaikannya butuh waktu yang lama, serta korban jiwa dan harta sangat besar.

Berpotensi Calon Tunggal dan otoriter  

Jika partai pendukung pemerintah saat ini solid, dan partai diluar pemerintah tidak mencapai kesepakatan mencalonkan kandidat yang sama, maka akan muncul calon tunggal.

Misalnya saja UU Pemilu tetap 20 persen, koalisi sejati Gerindra dan PKS tidak akan mencapai 20 persen, jika Demokrat tidak sepakat dengan calon yang diusung. Gerindra dan PKS hanya berhasil mengumpulkan sekitar 18 persen jumlah kursi di DPR.

Dengan begitu Pilpres 2019 akan menciptakan sejarah, hanya ada satu calon Presiden yaitu Jokowi. Saat ini partai yang telah menyatakan pengusungan petahana itu adalah Golkar, Nasdem, Hanura. PDI P, PKB dan PPP belum secara resmi menyatakan dukungannya, tapi tanda-tanda arahnya kesana sudah terlihat.  

Calon tunggal ini bukan keinginan rakyat, tapi keinginan elit partai politik. Kondisi ini dapat memunculkan otoriter saat memimpin, karena penguasa sangat kuat dan tidak mendapatkan lawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun