Bagi penyair mencintai ‘kau’ hanya menyebabkan luka. Membayangkan wajahnya saja akan sangat menyiksa dirinya. Menahan kerinduan adalah hal yang menyakitkan, meskipun cuma mengingat kenangannya. Rindu muncul karena rasa sepi dan takut untuk menjalani hari sendirian tanpa cinta yang menemani.Â
Â
Engkau telah menjadi racun bagi darahku.
Apabila aku dalam kangen dan sepi
Penyair mengungkapkan bahwa sosok ‘kau’ sudah menjadi rindu yang menguasai hati dna jiwanya. Karena sudah melekat dan menjadi racun bagi dirinya, sosok ‘kau’ ini menjadi sangat sulit dilupakan dan sering menjadi alasan mengapa penyair mengalami kerinduan yang amat mendalam terlebih saat sendiri dalam sepi.
Â
Itulah berarti
aku tungku tanpa api…
Penyair menganggap dirinya adalah tungku dan ‘kau’ adalah api. Penyair merasakan kesepian dan kerinduan pada sosok ‘kau’ tapi apa daya tak bisa bertemu. Maka ia menjadi orang yang memiliki cinta tak utuh dan tak berfungsi, seperti tungku yang tidak akan berguna tanpa adanya api.Â
Â
Â