Mohon tunggu...
Suyono Apol
Suyono Apol Mohon Tunggu... Insinyur - Wiraswasta

Membaca tanpa menulis ibarat makan tanpa produktif.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Partai Demokrat Mengekor di Pilgub DKI 2017?

4 Agustus 2016   14:18 Diperbarui: 4 Agustus 2016   15:15 2485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah melewati waktu cukup lama untuk digadang-gadang, disosialisasikan, dijaring, disurvei, dan juga di-bully, para bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta makin mengerucut. Hanya beberapa nama yang bolak-balik diberitakan dan dibahas, sebut saja Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Tri Rismaharini (Risma), Sandiaga Uno, dan Djarot Saiful Hidayat. Sepuluh parpol pun melirik mereka, entah sebagai kawan ataupun sebagai lawan. Menariknya, kali ini Partai Demokrat tidak memiliki kader yang cukup berbobot untuk disandingkan bersama mereka dalam kontestasi ini.

Calon mana yang dilirik parpol-parpol?

Setelah memindai sekitar 150-an artikel dari media online, penulis mencoba menarik benang merah antara para calon dan parpol-parpol yang meliriknya, seperti pada diagram berikut ini.

Sepuluh Parpol dan Cagub/Cawagubnya - Sumber Gambar: Dokpri
Sepuluh Parpol dan Cagub/Cawagubnya - Sumber Gambar: Dokpri
Dukungan yang resmi, meskipun belum definitif, dalam diagram dinyatakan dengan garis penuh, yaitu: 1. Nasdem, Hanura, dan Golkar akan mengusung Ahok, dan 2. Gerindra dan PKS akan mengusung Sandiaga Uno.

Garis putus-putus menyatakan ketertarikan seperti yang diungkapkan oleh pimpinan atau tokoh parpol yang bersangkutan. Sebagai contoh, Nasdem, Hanura, dan Golkar yang setuju dengan Ahok untuk mengusung Heru Budi Hartono sebagai calon wakil gubernur tapi tetap membuka pintu lebar-lebar untuk Djarot menggantikan Heru apabila PDI-P memutuskan untuk bergabung mengusung Ahok.

Demikian juga, Gerindra dan PKS yang sudah menyatakan akan mengusung Sandiaga tapi akan manyambut baik kehadiran Risma sebagai calon gubernur, dengan komposisi Risma-Sandiaga mengingat elektabilitas dan popularitas Risma sangat jauh di atas Sandiaga, sementara elektabilitas Ahok sedemikian tingginya sehingga diperlukan cagub sekaliber Risma untuk menandinginya. Mungkinkah Gerindra dan PKS merapat ke PDI-P? Tentu saja, demi ABA (asal bukan Ahok). Kendalanya justru datang dari Risma yang enggan mengadu nasib di Pilgub DKI Jakarta dengan melepas jabatannya sebagai Walikota Surabaya.

PKB menyatakan membuat koalisi dengan PDI-P, kelihatannya pimpinan puncak PKB sudah mendapat bisikan dari PDI-P, ke arah mana kira-kira PDI-P akan menjatuhkan pilihannya.

Ke mana Partai Demokrat?

Demokrat dengan sepuluh kursi di DPRD dan tiadanya kader internal yang cukup memadai untuk melawan Ahok, memilih untuk low profile. Namun demikian, seperti biasa, Demokrat yang menyebut dirinya sebagai "partai penyeimbang" akan berusaha menarik manfaat dari situasi yang ada.

Seperti kata Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul bahwa yang penting calon yang didukung Demokrat akan menang. Itu bisa memiliki dua arti yang berbeda: 1. Demokrat bekerja sedemikian intens dan efektif sehingga koalisi menang; dan 2. Demokrat cukup cerdik untuk memilih calon yang (diprediksi) kemungkinan menangnya paling besar.

Dengan strategi seperti ini, Demokrat tidak perlu buru-buru membuat keputusan. Karena tidak punya kader yang bisa dielus-elus, lebih baik menonton dulu, menyaksikan para calon figuran dan abal-abal berguguran, menyisakan para petarung unggulan yang lolos seleksi alam.

Di penghujung hari, Demokrat akan sampai pada dua pilihan: 1. Mengusung Ahok; atau 2. Ikut dalam koalisi besar dengan pasangan calon yang lolos "babak penyisihan" menantang calon petahana. Pasangan calon yang dimaksud boleh jadi Tri Rismaharini-Sandiaga Uno. Pertarungan Ahok-Heru vs Risma-Sandiaga bisa menjadi pertarungan seru seperti pertarungan Jokowi-Kalla vs Prabowo-Hatta.

Koalisi Besar

Tentu saja kalau koalisi besar itu terjadi, PDI-P lah yang menjadi parpol pengusung utamanya. Menariknya PDI-P masih berteka-teki dengan pilihannya yang menurut Hasto Kristiyanto masih dalam bentuk tiga opsi: 1. Mengusung Ahok; 2. Mengusung bukan Ahok; dan 3. Suatu terobosan baru yang bukan opsi pertama dan kedua.

Opsi ketiga tidak jelas tafsirnya, salah satu kemungkinan tafsirnya adalah: PDI-P akan mengajukan dua kadernya, yaitu Djarot sebagai wakilnya Ahok dan Risma sebagai calon gubernur dengan Sandiaga sebagai wakilnya. Satu parpol hanya boleh mengusung satu calon gubernur/wagub di KPU, untuk itu PDI-P akan mengusung Risma. Meskipun demikian, PDI-P memperhitungkan Ahok-Djarot yang akan menang kalau tidak terjadi "hal-hal yang tidak wajar". Bukankah Hasto pernah berkomentar atas opsi kedua di atas dengan pendapatnya bahwa koalisi besar itu masih sulit mengalahkan Ahok sehingga PDI-P membuat opsi ketiga yang tidak dijelaskannya seperti apa.

--- •oo 00 O 00 oo• ---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun