Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyoal Debt Collector yang Kasar Verbal dan Tindakan

12 Juni 2024   08:42 Diperbarui: 12 Juni 2024   12:51 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyoal Debt Collector yang Kasar Verbal dan Tindakan

Oleh: Suyito Basuki

Menarik sekali tulisan Rania Wahyono yang berjudul "Terjebak Hutang dan Gagal Bayar Akibat Godaan Paylater".  Dalam tulisan itu kita diperingatkan supaya berhati-hati dalam melakukan pinjaman on line, karena bisa menimbulkan berbagai masalah jika peminjam tidak punya uang cukup untuk mengembalikan, terlebih bagi peminjam yang belum memiliki pekerjaan atau penghasilan.

Dalam tulisan ini, saya hanya akan sedikit membahas para Debt Collector yang disinggung Rania Wahyono yang disebut "terkenal kejam", "tidak segan-segan meneror", yang mengakibatkan "dampak psikis dan mental."  Ditulis oleh Rania Wahyono,".... Karena para DC atau Debt Collector terkenal kejam kalau menagih dan tidak segan-segan meneror sampai ke kantor... Karena bukan hanya keuangannya saja yang bikin boncos, namun juga dampak psikis dan mental akibat diteror oleh Debt Collector."

Debt Collector sebuah Pekerjaan

Sebagaimana yang ditulis dalam portal berita CNN, bahwa Debt Collector sampai saat ini belum ada aturan khususnya.  Walau begitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran Bank Indonesia menjelaskan etika dan kewajiban yang harus dipatuhi Lembaga Keuangan atau jasa Debt Collector.

Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP Tanggal 7 Juni 2012 tentang Perubahan Pertama dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/25/DKSP Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu menjadi rambu-rambu aktivitas Debt Collector.

Ada larangan bagi Debt collector untuk  menyita barang-barang milik konsumen yang wanprestasi. Penyitaan hanya bisa dilakukan melalui putusan pengadilan seperti dijelaskan pada Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). (https://www.cnnindonesia.com/otomotif/20230222101208-579-916244/apa-yang-harus-dilakukan-bila-didatangi-debt-collector-galak)

Tetapi di lapangan benarkah demikian?  Apakah Debt Collector memberikan peringatan kepada debitur yang nunggak dengan baik-baik?  Apakah Debt Collector tidak menyita barang dari konsumen yang mengalami penunggakan pembayaran?

Etika Penagihan

Berdasarkan SE OJK 19/2023 diatur Debt Collector dalam membantu perusahaan melakukan penagihan.  Aturan tersebut antara lain: Debt Collector menggunakan kartu identitas dalam melaksanakan tugasnya dengan dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan, tidak diperkenankan mengggunakan ancaman, kekerasan dan mempermalukan debitur, tidak diijinkan dengan menggunakan tekanan fisik maupun verbal, dilakukan melalui jalur pribadi, di tempat alamat penagihan atau domisili penerima dana dan itu dilakukan pukul 08.00-20.00 dan lain-lain.

Terhadap Debt Collector yang melakukan pengancaman dan kekerasan, merujuk ketentuan-ketentuan KUHP lama yang masih berlaku dan UU 1/ 2023 tentang KUHP  baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026 maka bisa dipidana dengan pasal penghinaan ringan dengan ancaman 4 bulan dua minggu denda Rp. 4,5 juta atau pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu 10 juta. (https://www.hukumonline.com/klinik/a/etika-penagihan-utang-oleh-idebt-collector-i-cl5802)


Mengejar BT

Rupanya ada istilah BT yang beredar di kalangan Debt Collector dalam melakukan aksinya.  Dari rekan yang berpengalaman masalah Debt Collector, BT itu singkatan dari "Biaya Tarik".  Biaya tarik itu adalah bermakna biaya operasional bagi para Debt Collector dalam melakukan aksinya.  Menurut info, biaya itu berkisar 15-20 juta, tapi itu tergantung dengan berapa orang Debt Collector yang menyatroni.  Misal seorang debitur yang lalai membayar kredit mobilnya sehingga didatangi Debt Collector dan berujung ditariknya mobil itu dengan paksa, maka jika ingin mobil itu kembali ke tangan debitur secara di bawah tangan, maka debitur diharuskan membayar BT tadi kepada para Debt Collector.  Besaran BT itu konon bisa ditekan jika yang menguruskan pengembalian mobil yang sudah ditarik itu oleh orang atau sekelompok orang yang sudah punya pengalaman dan jaringan per-Debt Collector-an.

Jika misal mobil yang ditarik itu sudah masuk ranah kantor leasing, maka selain debitur harus membayar BT juga harus membayar akumulasi angsuran berikut denda administrasinya.  Jika semuanya itu ditambahkan dengan biaya awal saat mobil pindah tangan, dananya mungkin sudah bisa untuk membeli mobil sekend sejenis atau malah lebih muda tahun keluarnya.

Oleh sebab itu, hampir tidak ada cerita Debt Collector melakukan penagihan ataupun penarikan barang dengan ramah tamah sesuai prosedur OJK.  Yang sering terjadi adalah penagihan dan penarikan barang disertai dengan kekerasan verbal dan keroyokan seperti yang penulis alami belum lama ini. Saat mereka ditanya surat identitas, mereka malah marah, hanya menunjukkan surat yang menjelaskan kondisi barang yang kreditnya macet sekian bulan.  Mereka hanya mengatakan supaya debitur mengurus di kantor.  Sesampai di kantor yang berwujut sebuah bank penerima angsuran, para penumpang mobil dibentak-bantak supaya turun darei mobil dan mobil kemudian mereka bawa entah kemana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun