Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Di Sebalik Srikandi-Bisma (Episode 13)

3 Juni 2024   10:53 Diperbarui: 4 Juni 2024   11:12 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Sebalik Srikandi-Bisma (Episode 13)

Oleh: Suyito Basuki

 

 

Lonceng sekolah berdentang.  Pelajaran usai.  Siswa-siswa SMP keluar.  Banyak orang tua sudah menjemput anak-anak mereka.  Yang lain, pada keluar dengan naik sepeda.  Bagas berdiri termangu menatap teman-temannya yang dijemput orang tua mereka, ada yang pakai motor, ada yang pakai mobil. 

Bagas mengeluh dalam hati,"

"Akh, ayah, kamu di mana?  Seperti apa wajahmu ayah?  Aku pengin sekali bertemu denganmu, aku ingin kamu jemput seperti teman-temanku...Aku banyak kesulitan yang harus aku tanggung sendiri."Air mata Bagas meleleh, Bagas menyekanya.  Bagas teringat beberapa hari yang lalu, ibunya berkata,"Kamu tidak bisa berlama-lama tinggal di sini Bagas, kamu harus segera pulang ke rumah kakekmu.  Kamu tahu ibu repot  ngurusi adik-adikmu, apalagi saat ini bapak tirimu lagi ke luar kota."

Bagas menjawab, sampaikan keadaannya,"Ibu, aku kesulitan dalam hal keuangan.  Beberapa bulan ini aku belum bayar uang sekolah, dapatkah ibu membantuku?"

"Kakekmulah yang harusnya bertanggung jawab, Bagas.  Ibu tidak bisa membantumu, adik-adikmu juga membutuhkan uang sekolah.  Apalagi sekarang situasi lagi sepi, pekerjaan apa pun lagi susah.  Kami tidak bisa membantumu," Ibu Bagas menjawab  sambil menggendong adik Bagas yang paling kecil."

Bagas menjawab pelan,"Iya, iya ibu...saya pamit pulang ke rumah kakek dulu."

Ibu Bagas mengulurkan uang,"Ya, hati-hati nak, Ini uang saku untuk naik angkutan."

Bagas menerima uang itu,"Permisi, ibu, terima kasih," Bagas meninggalkan rumah sederhana itu.  Ibunya mengikutinya sampai ke halaman depan.

Bagas tersadar dari lamunan, Teman-teman sekolah Bagas sudah meninggalkan sekolah.  Monica mendekatanya,""Ayo Gas, jangan ngelamun..."

Bagas kaget,"Eh, iya Monica, sendirian...?"

"Ayo sama aku," Monica mengajak Bagas pulang bersamanya.  Monica menyodorkan sepedanya, Bagas kemudian duduk di depan.  Monica membonceng.

Monica berkata dengan suara keras, agar Bagas mendengar,"Dari pada kamu jalan, bisalah sama aku setiap hari."

Bagas sambil mengMonicah menjawab,"Iya, tapi merepotkan kamu nanti."

Monica masih berkata,"Tidak apa...Eh, berapa lama jika kamu jalan sampai ke rumah kakekmu?"

Bagas menjawab, jalanan agak naikm Bagas terengah,"Sekitar satu  jam."

Monica merasa kasihan,"Wah, jauh juga ya."

Sebuah rumah kampung sederhana dari papan, itu rumah kakek Bagas. Terletak di pinggir desa, suasana sepi, di siang hari. Bagas datang dari sekolah.  Duduk di kursi rotan.  Melepas sepatu.  Kakeknya datang dari ladang.

Kakek menyapa,"Tumben, agak cepet datang."

"Iya pak, nggonceng sepeda teman," Bagas menyebut kakeknya dengan sebutan pak atau bapak, sudah terbiasa begitu sejak kecil.

Kakek melihat ke cucunya,"Kamu harus prihatin...sejak kecil kamu sudah ditinggal ayahmu ya harus sabar menghadapi nasib."

Bagas memandang kakeknya,"Sejak saya umur berapa tahun ayah tidak ada?"

Kakek Bagas menjawab sambil meletakkan cangkulnya,"Ya, saat kamu baru satu tahun."

"Sebenarnya ayah mati atau masih hidup ya kek...," Bagas bertanya memelas.

"Itulah yang aku tidak tahu.  Dulu hanya dibawa begitu saja sama petugas," Kakeknya tidak jadi meneruskan kalimatnya, ada air mata yang kemudian diusapnya.  Menyulut rokok tingwe, menghisap dan menyemburkan asapnya ke langit-langit rumah.

Nenek di dapur, menyenandungkan tembang macapat durma sambil menanak nasi dengan kendil.

Paman-paman

Apa wartane ing ndalan

Ing ndalan keh wong mati

Mati kena apa?

Mati suduk salira

Neng jaja terus neng gigir

Pan kaniayaa

Garing nganti ngalingking

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun