Kepala Sekolah bertanya, dengan suara keras,"Tahu ya, mengapa saya panggil? Â Sudah berapa bulan kamu tidak membayar uang sekolah?"
"Lima bulan Pak," Bagas menjawab sambil menundukkan kepala. Â Bagas ingat kakeknya yang hanya seorang petani kebun, pekerjaan hariannya adalah menanam pohon singkong atau jagung. Sesekali ke pasar hewan untuk menjual atau membeli satu dua kambing.
Kepala Sekolah mencecar dengan tanpa ampun,"Kapan kamu akan melunasinya? Â Ingat kalau awal bulan depan kamu belum melunasinya, kamu tidak boleh ikut ujian akhir sekolah, mengerti?"
Bagas menjawab dengan ketakutan,"Saya mengerti Pak." Â Bagas teringat punya kambing satu ekor pemberian kakeknya. Â Kambing itu dipeliharanya selama 1 tahun dari kecil. Â Harapannya bisa menjual kambing itu untuk membayar sekolahnya.
Kepala Sekolah menghardik,"Kamu ini kenapa? Â Sudah jarang masuk kelas, membayar uang sekolah selalu terlambat...Niat sekolah tidak? Â Atau aku panggil orang tuamu kemari?"
Bagas memelas memohon,"Jangan Pak...Maafkan saya Pak."
Kepala Sekolah sekarang melembutkan suara,"Kamu sebenarnya ada masalah apa?"
Bagas diam saja, tidak membuka mulut, kepala tunduk.
Kepala Sekolah mengelus kepala Bagas,"Ya, sudah sana, lanjutkan pelajaranmu."
Bagas hendak menangis. Â Kepala dielus oleh seorang lelaki dewasa seperti itu, bagi Bagas sungguh luar biasa,"Iya Pak, permisi."
Bagas keluar ruangan. Â Mata Kepala Sekolah masih mengekor sampai Bagas menghilang dari ruangan. Â Kepala sekolah menggeleng-geleng, meneruskan pekerjaannya.