Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Di Sebalik Srikandi-Bisma (Episode 7)

28 Mei 2024   07:53 Diperbarui: 28 Mei 2024   07:53 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Sebalik Srikandhi-Bisma (Episode 7)

Oleh: Suyito Basuki

Ditolak

Bramastho mendekati Fitri memandang mesra,"Fit, malam ini kita keluar yuk."

Fitri membuang muka,"Nggak ah, aku lagi nggak enak badan."

Bramastho merajuk sambil memegang tangan Fitri,"Ayolah Fit,  ada pertunjukan teater bagus dari Jakarta.  Mereka mau mainkan cerita "Kereta Kencana" yang pernah dimainkan teaternya WS Rendra.  Rugi lho kalau nggak lihat.  Terus pulangnya kita mampir ke warung soto kesukaan kita."

Fitri mengibaskan tangannya,"Sory, aku lagi nggak pengin ke mana-mana."

Bramastho berkata agak jengkel,"Fitri, kamu kenapa?  Ada apa denganmu?  Setiap aku ajak keluar, akhir-akhir ini kamu selalu beralasan tidak enak badan; lagi sibuk dengan latihanlah, dengan inilah, dengan itulah...."

"Sudahlah aku mau pulang dulu.... Yok Vi, kita pulang," Fitri menggandeng tangan Vita.  Bramastho mengejar Fitri.

Bramastho berteriak,"Hai aku antar, aku bawa mobil!"

Fitri menyahut,"Nggak usah repot-repot, aku sama Vita mau mampir ke rumah beberapa teman dulu." Fitri dan Vita segera bergegas ke tempat parkir sepeda motor.  Bramastho bersama dengan Gembrot dan Kapuk memandang kepergian kedua gadis itu dengan tatapan yang jengkel.

Perang Kembang

Ruang joglo, gamelan lengkap, layar wayang terbentang, wayang-wayang yang tengah diisis atau diangin-anginkan, tergantung berjejer rapi di beberapa kawat, malam hari. Bagas sedang berlatih privat sabetan wayang pada Ki Sutejo.  Bagas sedang memainkan perang cakilan.  Ki Sutejo menunggui di belakang Bagas dengan penuh perhatian.

Ki Sutejo mengamati dan berkomentar,"Coba tubrukannya diulang lagi.  Usahakan tubrukan tidak menggoyangkan layar.  Keprakan harus kuat.  Wayang gaya Yogya memang kekuatannya pada kemantapan sabetan.  Ini bisa kita dapatkan dengan kuat dan tepatnya keprakan serta tepatnya cepengan."

Bagas mengulangi lagi khususnya di bagian tubrukan dilanjutkan dengan gendiran, tapi masih juga terasa belum sempurna.

"Bagus, cuma perlu lebih halus.   Mari saya beri contoh sedikit," Ki Sutejo memberikan contoh.  Sementara itu Fitri masuk ke ruang latihan dengan 2 gelas teh tubruk di nampan.  Fitri meletakkan gelas di depan Bagas.  Bagas melihat Fitri, mereka bertatapan.  Fitri agak gugup mendapatkan tatapan Bagas, Bagas tersenyum.

Fitri berkata kepada ayahnya juga Bagas,"Rama, ini tehnya.  Mas mari diminum."

"Ya...ya, taruh saja di situ ndhuk," Ki Sutejo menjawab sambil tetap memainkan wayang.

Bagas menjawab pelan,"Terima kasih mbak."

Fitri beranjak pergi.  Bagas memperhatikan kepergian Fitri, tidak sadar bahwa Ki Sutejo telah selesai memainkan wayang dan melihatnya.  Ki Sutejo melirik Bagas, berkata,"Ehm, ayo diminum dulu tehnya mas Bagas, mumpung masih hangat."

"Eh ya trimakasih Pak," jawab Bagas agak gugup.

Ki Sutejo meminum teh, memegang wayang Cakil, menjelaskan,"Mengulang ke masalah perang cakilan, perang ini adalah jenis cepeng sabet yang tersulit sekaligus terindah dalam khasanah peperangan dalam pedhalangan.  Oleh karena itu ada yang menyebut perang ini adalah perang kembang.  Karena jika dhalang dapat memainkan perang ini dengan baik, dapat mengharumkan kepiawaian dhalang.  Perang ini sebetulnya secara teknik merupakan klimaks perang alus-alus, gagah-gagah yang pernah mas Bagas pelajari."

"Saya masih merasakan kesulitan memainkannya pak," jawab Bagas jujur.

"Percayalah, dengan membiasakan diri di rumah berlatih dan keyakinan penuh bahwa kita akan bisa, pasti kesulitan itu akan dapat diatasi.   Silakan berlatih sendiri, boleh cakilan atau perang gagah-gagah, terserah.  Saya akan pergi dulu, Gusti Yuda ngersakke saya matur masalah rencana wayangan di Gembiraloka pekan depan."

 "Inggih pak, matur nuwun," ucap Bagas menyalami Ki Sutejo.  Ki Sutejo bergegas ke belakang, pamit istri.  Bagas melanjutkan latihan sabetan.  Terdengar deru motor, Ki Sutejo sudah keluar halaman rumah.

(Bersambung)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun