Potongan yang berupa perut dibuang Semar dan jatuh di daerah Moro Demak atau Demak. Sehingga hingga saat ini Demak diyakini menjadi lumbung pangan yang dapat mensuplai kebutuhan pangan masyarakat Kudus, Jepara dan sekitarnya.
Potongan kepala dibuang Semar, jatuh di Jung Para yang sekarang bernama Jepara. Hal inilah yang menyebabkan orang Jepara bijaksana dalam olah pikir dalam pemerintahan dan pekerjaan yang mendatangkan kemakmuran.
Adegan di kerajaan Trembilungwulung. Seorang raja yang berbentuk hewan sapi yang bernama Sapi Gumarang putra Bathara Guru. Dia juga menginginkan kawin dengan Dewi Sri Luhwati sehingga kemudian dia pergi untuk mencegat dan mendapatkan Dewi Sri Luhwati.
Sapi Gumarang berperang dengan Sri Sadono. Sri Sadono terpijak kaki Sapi Gumarang hingga tewas demikian juga dengan Dewi Sri Luhwati. Semar tidak terima kemudian memukul Sapi Gumarang dengan daun telasih wulung.Â
Sapi Gumarang mati dan rohnya melesat ke langit menjadi bintang Sapi Gumarang penanda para petani dalam bercocok tanam. Konon kemudian diyakini jika bintang Sapi Gumarang mendongak, itu pertanda tidak ada hujan. Namun jika bintang Sapi Gumarang tertunduk, pertanda hujan akan turun.
Dewi Sri Luhwati dan Sri Sadono yang sudah mati, rohnya melesat ke langit. Roh Sri Sadono akan pergi ke luar pulau menjadi dewa sandang di sana. Sri Luhwati diminta oleh Sri Sadono untuk tetap tinggal di Pulau Jawa, menjadi dewi pangan untuk masyarakat Jawa.
Rambut Dewi Sri Luhwati dikatakan akan menjadi tanaman padi, mata menjadi kedelai, gigi menjadi jagung, kaki tangan menjadi pohon aren, pohon kelapa, jari jemari menjadi kimpul, gembili, ketela dan seterusnya.
Jika ada rasa rindu maka di masa atau mangsa ke tujuh atau ngepitu, saat hujan deras dan ombak besar, Sri sadono akan meninjau Pulau Jawa. Sri Sadono akan menjadi pohon rembulung atau dhuyuk. Sri Sadono minta diberi makanan hasil bumi berupa uwi, gembili. Gantian mangsa ke sembilan atau ngesongo Dewi Sri Luhwati akan pergi ke tanah sebrang dengan menaiki hewan kinjeng bang (capung merah).
Bathara Guru memahami bahwa Dewi Sri Luhwati tidak bisa menjadi istrinya karena sudah mati. Semar marah kepada Batahara Guru. Bathara Guru minta maaf kepada Semar. Jenazah Dewi Sri Luhwati dan Sri Sadono dimakamkan di taman kahyangan Junggring Salaka. Dijaga oleh Begawan Narahjati dan istrinya Nyi Narahwati.
Akhirnya Purbawasesa dapat dikalahkan oleh Begawan Narahjati utusan Bathara Guru. Purbawasesa dihukum oleh Bathara Guru dan Narahjati dan Narahwati dimaafkan atas kelalaian sebelumnya dalam menjaga pekuburan Dewi Sri Luhwati dan Sri Sadono.