Istri, Wanita yang 'Digilai' Suami
Oleh: Suyito Basuki
Di hari ibu ini aku sempat berpikir, adakah seorang istri sebagai seorang wanita juga ibu yang digilai sama suami? Â Pembangunan Monumen Taj Mahal di kota Agra India konon dibuat oleh Raja Mughal Shah Jahan karena begitu cintanya kepada istrinya yang bernama Mumtaz Mahal. Â Demi cintanya juga, Raja Mughal ini tidak menikah lagi usai Mumtaz Mahal yang berasal dari Persia ini meninggal.Â
Dibangunnya Candi Prambanan, boleh jadi adanya wanita yang digilai oleh seorang lelaki. Â Alkisah menurut cerita legenda, adalah seorang pemuda bernama Bandung Bondowoso yang mengalahkan Ratu Boko dalam peperangan. Â Ratu Boko memiliki adik yang bernama Roro Jonggrang. Â Bandungbondowoso gandrung kepada Roro Jonggrang. Â Roro Jonggrang memiliki syarat supaya Bandung Bondowoso membuatkan sebuah candi dalam semalam sebagai syarat memilikinya. Â Akhirnya memang Bandung Bondowoso berhasil membuatkan sebuah candi meski ada kekurangan karena tipu muslihat Roro Jonggrang.
Menggilai Walau Sudah Mati
Ada sebuah kisah yang ditulis dalam sebuah novel. Â Novel Ziarah yang ditulis oleh Iwan Simatupang itu bercerita seorang laki-laki, seorang pelukis, meninggalkan kemuliaannya sebagai pelukis dan seniman terhormat hanya untuk menjadi seorang tukang mengapur pekuburan. Â Dengan menjalani profesinya itu, maka setiap hari dia dapat melihat makam istrinya sambil berimajinasi sang istri masih bersamanya. Â Wah, menggilai betul tokoh lelaki itu!
Tentang novel yang menuliskan kisah ini, novel Ziarah merupakan salah satu novel karya Iwan Simatupang, seorang sastrawan angkatan 66. Â Novel-novel Iwan yang lain adalah Merahnya Merah (1968), Kering (1972) dan Koong (1975). Â Novel Ziarah sebetulnya novel pertama Iwan Simatupang, hanya karena persoalan penerbitan, maka novel Ziarah terbit tahun 1969 (NV Djambatan) setelah penerbitan novel Merahnya Merah (PT Gunung Agung Jakarta). Â Setahun setelah penerbitan Ziarah ini, Iwan Simatupang meninggal dunia, tepatnya tanggal 4 Agustus 1970.
Berdasarkan surat yang ditulisnya kepada HB Jassin (14/4/68), novel itu menurut Iwan ditulis di tahun 1960, setahun setelah istrinya, Corry meninggal dan rupanya memang dimaksudkan untuk mengenang istrinya, seperti tertra pada sampul dalam buku itu: untuk CORRY yang dengan novel ini aku ziarah terus menerus. Â Menurut surat Iwan yang sama, dia telah menandatangani kontraknya dengan Ita Pamuntjak dari NV Djambatan dan pada tahun itu proefdruknya sudah diperiksa. (Seperti yang dicatat Abdul Hadi WM "Iwan Simatupang dan Surat-suratnya", Iwan Simatupang Pembaharu Sastra Indonesia, Korri Layun Rampan, Jakarta, 1985 hal. 42)
Sinopsis Cerita Novel
Novel Ziarah ini menceritakan kehidupan seorang pelukis yang kehilangan cita rasa kesenimanannya. Â Hal ini disebabkan oleh kematian istrinya. Â Karya-karya berikut peralatan lukisnya dia ceburkan ke laut. Â Kemudian dia hidup menggelandang dan bekerja serabutan yang hasilnya ia gunakan untuk makan dan minum arak.
Pelukis ini sebenarnya seorang pelukis yang sukses. Â Karya-karya pelukis dikagumi oleh banyak orang baik dari dalam maupun luar negeri. Â Pers dalam negeri terutama banyak memuat tulisan tentang pelukis ini serta karya-karyanya.
Kehidupan pelukis ini dikisahkan sangat unik. Â Sanggarnya adalah hotel tempat dimana ia tinggal. Â Setelah upacara pernikahannya dengan istrinya, yang diadakan di hotel dan dihadiri oleh banyak tokoh negara dan kebudayaan, maka pemilik hotel mengusirnya dengan alasan bahwa pelukis menyebabkan stabilitas kota terganggu. Â Pemilik hotel dan losmen yang lain, dengan alasan sama, menolak pelukis menginap di tempat mereka.
Pelukis beserta istrinya kemudian mengembara dan sampailah mereka di pantai tempat mereka mendirikan gubuk tempat tinggalnya. Â Kemudian diceritakan bahwa suatu kali mereka pernah menempati rumah walikota atas permintaan perdana menteri. Â Namun akhirnya kembali lagi pada kehidupan pantai.
Setelah kematian istrinya, dalam pekerjaannya yang serabutan, akhirnya dia mendapatkan tawaran mengapur tembok pekuburan tempat istrinya dimakamkan. Di sinilah dia bertemu dengan tokoh opseter yang sebenarnya mahasiswa filsafat yang cemerlang otaknya dan maha guru yang bekerja di pekuburan.
Setelah opseter mati dengan gantung diri, maka timbul keinginan pelukis ini untuk mengganti kedudukan opseter.
'Digilai' Suami
Mungkin istilah 'digilai' agak aneh ya. Â Tetapi maksudku dengan kata 'digilai' adalah istri yang betul-betul disayang sama suami, tidak hanya dengan kata-kata tetapi nyata dengan fakta. Mirip-miriplah dengan ilustrasi Raja Mughal mencintai istrinya sehingga dibangunnyalah Istana Taj Mahal untuk mengenang istri tercinta. Â Atau hampir serupalah dengan gregetnya Bandung Bondowoso dalam membangun Candi Roro Jonggrang untuk wanita yang dicintainya, meski wanita itu kemudian mencampakkannya!
Tetapi kalau cintanya suami kepada istri, seperti pelukis dalam kisah novel Ziarah karya Iwan Simatupang itu bagaimana ya? Â Rela meninggalkan profesinya untuk menjadi seorang tukang kapur makam, supaya setiap hari bisa melihat makam istrinya? Â Kalau bisa 'digilai' model begini, janganlah ya. Â Kalau bisa 'digilai' suami semasa masih hidup bersama, sehingga bisa hidup rukun sampai akhir masa. Â Selamat Hari Ibu, berbahagialah kaum ibu senantiasa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H