Novel Ziarah ini menceritakan kehidupan seorang pelukis yang kehilangan cita rasa kesenimanannya. Â Hal ini disebabkan oleh kematian istrinya. Â Karya-karya berikut peralatan lukisnya dia ceburkan ke laut. Â Kemudian dia hidup menggelandang dan bekerja serabutan yang hasilnya ia gunakan untuk makan dan minum arak.
Pelukis ini sebenarnya seorang pelukis yang sukses. Â Karya-karya pelukis dikagumi oleh banyak orang baik dari dalam maupun luar negeri. Â Pers dalam negeri terutama banyak memuat tulisan tentang pelukis ini serta karya-karyanya.
Kehidupan pelukis ini dikisahkan sangat unik. Â Sanggarnya adalah hotel tempat dimana ia tinggal. Â Setelah upacara pernikahannya dengan istrinya, yang diadakan di hotel dan dihadiri oleh banyak tokoh negara dan kebudayaan, maka pemilik hotel mengusirnya dengan alasan bahwa pelukis menyebabkan stabilitas kota terganggu. Â Pemilik hotel dan losmen yang lain, dengan alasan sama, menolak pelukis menginap di tempat mereka.
Pelukis beserta istrinya kemudian mengembara dan sampailah mereka di pantai tempat mereka mendirikan gubuk tempat tinggalnya. Â Kemudian diceritakan bahwa suatu kali mereka pernah menempati rumah walikota atas permintaan perdana menteri. Â Namun akhirnya kembali lagi pada kehidupan pantai.
Setelah kematian istrinya, dalam pekerjaannya yang serabutan, akhirnya dia mendapatkan tawaran mengapur tembok pekuburan tempat istrinya dimakamkan. Di sinilah dia bertemu dengan tokoh opseter yang sebenarnya mahasiswa filsafat yang cemerlang otaknya dan maha guru yang bekerja di pekuburan.
Setelah opseter mati dengan gantung diri, maka timbul keinginan pelukis ini untuk mengganti kedudukan opseter.
'Digilai' Suami
Mungkin istilah 'digilai' agak aneh ya. Â Tetapi maksudku dengan kata 'digilai' adalah istri yang betul-betul disayang sama suami, tidak hanya dengan kata-kata tetapi nyata dengan fakta. Mirip-miriplah dengan ilustrasi Raja Mughal mencintai istrinya sehingga dibangunnyalah Istana Taj Mahal untuk mengenang istri tercinta. Â Atau hampir serupalah dengan gregetnya Bandung Bondowoso dalam membangun Candi Roro Jonggrang untuk wanita yang dicintainya, meski wanita itu kemudian mencampakkannya!
Tetapi kalau cintanya suami kepada istri, seperti pelukis dalam kisah novel Ziarah karya Iwan Simatupang itu bagaimana ya? Â Rela meninggalkan profesinya untuk menjadi seorang tukang kapur makam, supaya setiap hari bisa melihat makam istrinya? Â Kalau bisa 'digilai' model begini, janganlah ya. Â Kalau bisa 'digilai' suami semasa masih hidup bersama, sehingga bisa hidup rukun sampai akhir masa. Â Selamat Hari Ibu, berbahagialah kaum ibu senantiasa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H