Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Godod Sutejo Usia 70 Tahun, Pameran 70 Lukisan dalam 70 Hari

13 Februari 2023   11:48 Diperbarui: 13 Februari 2023   15:49 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Godod Sutejo, konsisten dengan gaya lukisan alam sepinya (Foto: dokumen pribadi)

Godod Sutejo Usia 70 tahun,  Pameran 70 Lukisan dalam 70 Hari

Oleh: Suyito Basuki

Setiap orang merayakan ulang tahun kelahirannya dapat dengan cara yang berbeda-beda.  Godod Sutejo, pelukis senior Jogja, merayakan ulang tahun kelahirannya dengan cara yang unik.  Tepat di hari ulang tahunnya 12 januari 2023 ini, Godod Sutejo menggelar pameran tunggal. 

Di usianya yang ke-70 tahun, pelukis yang kerap disebut sebagai pelukis alam sepi ini memperingati ulang tahunnya dengan mengadakan pameran tunggal, menampilkan 70 lukisan dan digelar selama 70 hari dimulai Kamis Pon 12 januari 2023-23 Maret 2023.

Seluruh lukisan yang digelar di studio rumahnya, Posnya Seni Godod, di jalan Suryadiningratan, bertemakan lukisan alam sepi.  Lukisan itu menampilkan obyek-obyek dengan tema tertentu dan dilukis dengan obyek lukisan yang kecil-kecil.  Di usianya yang semakin matang ini, Godod Sutejo yang lahir di Wonogiri 1953 lulusan ASRI dan STSRI Yogyakarta ini seolah ingin menegaskan genre lukisan yang selama ini ia geluti.

Berbagai komentar dari rekan-rekan pelukis, gurunya, budayawan dan aristokrat dari kasultanan pun mengalir sesuai dengan resepsi mereka terhadap lukisan-lukisan yang mereka nikmati.  

Berikut adalah komentar-komentar tersebut.  Jika ada pembaca yang berkeinginan untuk bertanya-tanya lebih lanjut kepada Godod Sutejo soal lukisannya bisa menghubunginya langsung: Posnya Seni Godod Jl. Suryodiningratan Mj II/ 641 Kav. BNI Gang Rakhmat Yogyakarta 55141, telp. 0811268589 atau 085799305947.

Subroto Sm: Manusia Bagaikan Debu

Subroto Sm yang adalah mantan guru Godod Sutejo, sekaligus pelukis senior Jogja ini memberi komentar sebagai berikut:

Menyaksikan lukisan-lukisan Godod Sutejo kita dihadapkan dengan pemandangan alam yang luas, sepi, dan terasa nglangut. Ada kerumunan orang dlm berbagai aktivitas. 

Namun kerumunan orang tsb dalam ukuran sangat-sangat kecil. Maka saya atau juga mungkin orang lain yang punya kesan sama, lukisan-lukisan Godod langsung membawa penonton/penikmatnya utk merenung atau berkontemplasi: betapa kecillnya manusia, makhluk tertinggi ini dihadapkan dg alam raya yg demikian luas.

Ya, manusia bagaikan debu, kecil dan seolah tak berarti.

Sebagai orang Nasrani, saya langsung teringat pada saat memeringati hari suci Rabu Abu. Dalam ibadah Rabu Abu, ada prosesi saat Pendeta menerakan abu dlm bentuk tanda salib pada kening jemaat, seraya mengucapkan: "Ingatlah, engkau adalah debu, dan akan kembali menjadi debu" (Kejadian 3:19).

Dlm kacamata saya lukisan Godod mempunyai pesan agar manusia sadar, dan jangan jumawa. Oleh karenanya, jika manusia ingin bahagia, mesti bisa menjaga kesatuan hidup harmonis  dengan sesama, alam, dan Sang Pencipta.

Hajar Pamadi: impresionisme-Spiritual

Hajar Pamadi adalah pelukis sekaligus dosen seni rupa di Universitas negeri Yogyakarta.  Hajar Pamadi dikenal sebagai kurator di berbagai pameran lukisan.  Berikut sebagian komentar Hajar Pamadi terhadap pameran lukisan Godod Sutejo yang diberi titel: Nandur Ati ini:

Melengkapi masa religiusitas Godod Sutejo, di usia 70 tahun dan menetapkan tahun ini sebagai pencarian rasa sejati yang dituangkan dalam karya-karyanya. Sebanyak 70 karya menunjukkan genap usia 70 tahun untuk membuka rasa mencari kedamaian. Perjalanan mencari kehidupan nyata melalui kontemplasi kosmologia ini didapatkan dengan Manembah Mring Gusti Kang Maha Agung. 

Pameran sebagai refleksi kehidupan yang dijalani melalui pembelajaran mulai dari ranah jiwa dan raga. Ranah jiwa, Godod melatih rasa kramadangsa nya dengan melakukan perjalanan spiritual; melalui sosok empu maupun para pakar ilmu mengasah rasa menuju rasa sejati. Kontemplasi ritual dilakukan untuk menemukan arti hidup dan makna hidup dalam keidupannya. Laku spiritual dengan pengembaraan batin ini menemukan 'ati' dalam berkaryanya.

Seni itu adalah refeleksi kehidupan dan dapat diunduh melalui pembacaan diri. Karya-karya Godod lebih merujuk kepada 'raos kasampurnan' yang tersembunyi dalam 'ati' nya. Di situ, seni sebagai menjadi piwulang lan piweling kepada sesama makhluk dan didedikasikan kepada keluarga. Manunggaling rasa lan Jiwa menghasilkan karya impresionisme-spiritual. 

Pada ranah raga, Godod belajar secara formal di ASRI diselesaikan tahun 1977 serta doktoralnya 1985. Pencarian langgam bentuk harus diusung melalui penguasaan teknik, serta wawasan tampilan. Kemampuan ini diperoleh melalui pendidikan nonformal di Pasar Seni Jaya Ancol (1975). Dengan eksprerimentasi untuk menemukan konsep 'kosmologia'. Karya-karya menghasilkan figur yang kecil dan lembut pada setiap subjek adalah refleksi terhadap dunia yang besar.

Pameran Lukisan dengan Tajuk: Nandur Ati (Foto: dokumen pribadi)
Pameran Lukisan dengan Tajuk: Nandur Ati (Foto: dokumen pribadi)

Masud Thoyib Jayakarta Adiningrat: Manunggaling Kawula Gusti

Masud Thoyib Jayakarta Adiningrat yang bergelar Pangeran Nata Adiguna adalah Ketua Yayasan Kedaton Nusantara.  Setelah mengamati lukisan-lukisan yang digelar, ia memberi komentarnya:

Pelukis Legendaris Godod Sutejo akhir-akhir ini nampak relegius dalam melahirkan karya karyanya. Manusia digambarkan kecil-kecil di tengah goresan kanvasnya yang luas dengan warna yang lembut mengharu biru. 

Menurut saya karya-karya Godod Sutejo di usianya yang tiga perempat abad ini adalah perwujudan upaya manusia untuk menggapai "Manunggaling Kawula Gusti" Dalam upaya kehidupannya menekuni dunia bathin yang kasat mata, Godod Sutejo justru mampu menggambarkan secara visual.

Sungguh saya sangat terpana dengan karya mutakhirnya yang sanggup memvisualkan Tri Hita Karana, yaitu Alam Yang Luas,Tuhan Yang Maha Agung, dan Manusia yang digambarkan sangat kecil-kecil di tengah luasnya Alam dan Maha Agungnya Tuhan Yang Maha besar Maha Kuasa. Inilah pencapaian luar biasa Godod Sutejo di tengah para Legenda Pelukis nusantara, bahkan dunia...


Marie Caesarini: Luapan Ekspresi Badaniah dan Batiniah

Marie Caesarini, SpOG, MPH adalah seorang dokter yang tertarik dengan kebudayaan, khususnya lukisan.  Apresiasi terhadap lukisan Godod Sutejo adalah sebagai berikut:

Di usianya yang telah mencapai 70 tahun, Godod Sutejo mempersembahkan pameran tunggal yang ke-17 dan menyajikan karya sebanyak 70 lukisan. Godod telah melanglang dirinya ke dalam dunia seni rupa semasa hidupnya. 

Karya lukisan yang ditampilkan adalah manusia-manusia figur yang terlukis dalam ukuran kecil sehingga tampak seperti sebuah miniatur manusia. Lukisan-lukisannya tampak sederhana dengan warna-warna yang mudah dicerna, hijau kuning biru orange dan perpaduannya, namun dengan tema-tema yang sangat beragam. 

Ada tema keseharian seperti "Ke Pasar", diperlihatkan dengan banyaknya manusia-manusia mini di karya tersebut yang sedang melakukan transaksi yang terlihat dari kejauhan. 

Ada juga permainan yang populer untuk semua kalangan yaitu "Main Layangan", manusia-manusia mini yang sedang bergembira menerbangkan layangan. Namun ada tema-tema lain yang memperlihatkan perjalanan diri seorang Godod secara spiritual, dimana dia berusaha untuk mengeluarkan diri sejatinya.

Itu adalah tak lepas dari usianya yang telah menginjak 70 tahun, dimana ada unsur angka 7 yang merupakan perwujudan dari beberapa konektivitas dengan alam semesta. 

Tujuh lapis langit yang tercipta, tujuh lapis bumi yang ada, tujuh cakra manusia, angka tujuh yang istimewa dalam sistem alam semesta yang diciptakan oleh Sang Pemilik semesta. 

Usianya ini adalah perwujudan kematangan kehidupan seorang Godod yang telah tertempa secara fisik maupun batin dalam berekspresi ke dalam karya-karyanya. Sehingga tak ayal bila karyanya yang berjudul "Keemasan Borobudur" dan "Semangat Bersama" adalah ekspresi dari perjalanan kematangan seorang Godod.

Tulus Warsito: Memberi Julukan "Menteri Sosial"

Prof. Dr. Tulus Warsito adalah Guru Besar Diplomasi Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, teman seangkatan Godod Sutejo tahun 1972 di STSRI-ASRI.  Tulus Warsito juga seorang pelukis senior di Yogyakarta.  

Tulus Warsito menceritakan perjalanan kreativitas Godod Sutejo sebagai pelukis dan pekerja seni serta aktivitas Godod Sutejo dalam berbagai organisasi seni rupa serti FKY, Galar Manunggal, IKAISYO dan lain-lain.  

Diceritakan oleh Tulus ini bahwa Godod Sutejo adalah seorang pekerja keras dan rela melakukan apa pun juga demi keberhasilan sebuah proyek seni bersama yang sedang dikerjakan.  Oleh karenanya, Tulus memberi julukan kepada Godod sebagai "Menteri Sosial". 

Terhadap lukisan Godod Sutejo, Tulus Warsito memberikan komentar:

Menekuni gaya lukisan dengan objek figurative pemandangan (jarak jauh) dengan objek kecil-kecil, Godod tampil bak seekor elang yang sedang terbang tinggi menatap pandangan ke bawah yang Nampak bangunan rumah yang kecil-kecil, anak-anak bermain layangan yang juga sangat kecil, begitu kecilnya sehingga objek lukisan sulit untuk ditangkap lensa kamera. Banyak orang heran kenapa Godod bersikukuh untuk setia menekuni melukis dengan objek "lelembut" ini.

Rakhmat Supriyono: Korelasi Jagad Gedhe dan Jagad Cilik

Rakhmat Supriyono adalah budayawan yang kerapkali mengulas lukisan-lukisan Godod Sutejo saat berpameran.  Rakhmat Supriyono sepertinya mengenal betul Godod Sutejo dan latar belakang keluarganya.  Oleh karenanya ia mendeskripsikan Godod Sutejo beserta kakak kandung dan keluarga Godod Sutejo di Giri Kikis Giriwoyo Wonogiri dengan fasihnya.  

Sebagaimana yang ditulisnya tentang Godod Sutejo ini: Godod Sutejo lahir di desa Tameng Girikikis Giriwoyo Wonogiri, 12 Januari 1953 pada jam 6.15, hari Senin Legi wuku Madangkungan. 

Anak kedua dari pasangan Siswomiharjo dan Sutihartini. Ayahnya adalah seorang Kepala Sekolah Guru Sekolah Rakyat. Namun soal pendidikan karakter, neneknya lebih dominan menanamkan prinsip-prinsip perilaku spiritual orang Jawa. Sejak kecil Godod sudah dilibatkan dalam olah batin, tirakat atau laku prihatin sebagai pondasi penting.

Godod Sutejo adalah cucu dari Ronggo Tarusarkoro, seorang penari Mangkunegaran Solo dengan pangkat Jajar Ongko Loro. Neneknya bernama Sumani, keturunan trah Banteng Lanang Kediri, selain dikenal sebagai spiritual, Eyang Sumani punya kemampuan menyembuhkan luka bakar atau luka akibat terkena api. 

Lingkungan keluarga Jawa yang memiliki kedekatan dengan Keraton Mangkunegaran Solo telah membentuk Godod Sutejo sebagai pribadi yang kokoh, pantang menyerah, dan pekerja keras. Keterlibatannya dengan ritual-ritual kejawen di masa kecil telah terekam di ruang memorinya.

Rakhmat Supriyono memberi komentar terhadap lukisan Godod Sutejo sebagai berikut:

Godod masih konsisten dengan ungkapan korelasi jagat cilik dan jagat gede. Jika pada akhir dekade 1970 dan 1980 ia banyak mengekspos pohon-pohon atau ranting-ranting secara dekoratif, belakangan ia mengurangi bahkan menghilangkan sama-sekali obyek pohon. Godod yang sekarang lebih meminimalisir obyek, menyederhanakan Gereja Kotabaru bentuk, dan menjadikan nuansa lukisan sebagai ruang kosong (emptiness) yang tenteram damai sepi.

Godod tertarik membidik ritual-ritual adat dan religius. Sebutlah karya-karyanya yang diberi judul Nungging Suryo, Sesaji Pagi, Garis Imajiner, Labuhan Parangtritis, Gereja Kotabaru, Masjid Kotagede, Rindu Kabah, dan Upacara Adat. Selebihnya adalah kehidupan masyarakat tradisional di Jawa dan Yogyakarta khususnya. Dapat disimak pada karya Panen Padi, Pesta Pitulasan, Mancing di Laut, Ke Pasar, Penjual Kayu Bakar, dan Main Bola. 

Satu keunikan yang sekaligus menjadi ciri khas karya Godod adalah, sosok-sosok manusia digambarkan sangat kecil, beraktivitas di ruang maha luas yang lengang, kosong, nglangut, dan jauh dari kebisingan. Menikmati karya-karya Godod secara tenang, pemirsa dapat terbawa pada atmosfer yang serupa: damai, ayem, tenteram, dan sunyi senyap.

Mahmoud Elqadrie: Retrospeksi & Tarekat Kontemplatif

Mahmoud Elqadrie adalah seorang penikmat seni, juga teaterawan.  Menurut pengamatannya, karya lukis Godod Sutejo bisa disebut dengan kata-kata: Retrospeksi & Tarekat Kontemplatif.  Berikut komentarnya:

Menikmati karya lukisan Godod Sutejo seperti menikmati sastra puisi pada sisi tarekat kontemplatif yang hening diatas kanvas. Karya lukis yang menggambarkan nuansa auratik alam dikerjakan dengan teknik yang detil dengan penuh ketelitian. Terutama pada figur-figur manusia yang kecil ditengah hamparan alam yang luas, suasana nuansa pantai, nuansa pedesaan dan panorama alam yang lain memberi sentuhan rasa yang mendalam. 

Apakah pilihan Godod Sutejo dalam menyusun karyanya? Adalah bersifat kegarisan-elementer membawakan kesan ketimuran. Pertama-tama oleh sifat utama lukisan yang dua dimensional dan komposisi yang memfokus pada nilai garis dan perwarnaan motif yang datar. Selanjutnya oleh ceritanya sendiri.

Godod sutejo bersama dengan para sahabat (Foto: dokumen pribadi)
Godod sutejo bersama dengan para sahabat (Foto: dokumen pribadi)

Kusnadi S: Optimisme dan Kemanusiaan

Menurut Kusnadi S yang adalah seorang pelukis yang tinggal di Jakarta ini, karya lukis Godod Sutejo mengembalikan ketenangan.  Kata Kusnadi: bahwa pada abad ke 20 ini tidak terhitung jumlah aliran seni lukis dan coraknya yang sudah ditampilkan masyarakat seniman. Apakah pilihan Godod Sutejo dalam menyusun karyanya? Adalah bersifat kegarisan-elementer, membawakan kesan ketimuran. Pertama-tama oleh sifat utama lukisan yang dua dimensional dan komposisi yang memfokus pada nilai garis dan pewarnaan motif yang datar. Selanjutnya oleh ceritanya sendiri.

Godod Sutejo menyoroti kehidupan desa atau kampung di kota dalam lingkup ruang yang luas, tanpa membatasi bumi dan udara. Apakah media yang dipakai, akrilik ataupun plakat yang disemprotkan di kertas, hanyalah berpengaruh sebagai unsur kolorit bagi dasar motif dan tempat penuangan gayanya yang dominan. Pilihan terhadap motif kehidupan rakyat dan anak-anak bermain yang berajang ruangan luas, membuat kita merenung tentang hidup dan alam yang tak terkotak-kotak, mengembalikan ketenangan pada pengamat sebagai unsur optimisme dan kemanusiaan.

Amos Setiadi: Keris Sebagai Objek Seni

Amos Setiadi adalah Guru Besar Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta.  Amos Setiadi memberi komentar khusus terhadap Godod Sutejo atas usahanya membuat disain-disain keris akhir-akhir ini.  Komentar Amos Setiadi adalah sebagai berikut:

Godod Sutejo, keris merupakan objek seni yang membangkitkan perasaan yang pernah dialaminya sendiri, dan selanjutnya diekspresikan melalui disain sebagai bentuk bahasa komunikasi. Disampaikan secara sadar melaui tanda-tanda dan diserahkan pada penerimanya. Ekspresi tersebut memberikannya suatu pengalaman seni dengan keris sebagai objek. 

Senada dengan pernyataan Tolstoi, keris sebagai objek seni oleh Godod Sutejo mengekspresikan individualitas Godod Sutejo. Makin menonjol individualitasnya, makin kuat daya pengaruhnya dan makin menekankan bobot sikap jiwa Godod Sutejo. Ekspresi keris sebagai objek seni oleh Godod Sutejo mengekspresikan kejernihan perasaan yang diungkapkan sehingga penerima dapat menemukan perasaan yang mungkin jarang dirasakan.

Pameran tunggal ke-17 di usia ke-70 Godod Sutejo kali ini terasa istimewa dengan disain-disain keris sebagai objek seni Godod Sutejo. Amos Setiadi Guru Besar Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta Amos Setiadi K seni dengan keris sebagai objek. Senada dengan pernyataan Tolstoi, keris sebagai objek seni oleh Godod Sutejo mengekspresikan individualitas Godod Sutejo. Makin menonjol individualitasnya, makin kuat daya pengaruhnya dan makin menekankan bobot sikap jiwa Godod Sutejo. 

Ekspresi keris sebagai objek seni oleh Godod Sutejo mengekspresikan kejernihan perasaan yang diungkapkan sehingga penerima dapat menemukan perasaan yang mungkin jarang dirasakan. Pameran tunggal ke-17 di usia ke-70 Godod Sutejo kali ini terasa istimewa dengan disain-disain keris sebagai objek seni Godod Sutejo.

Manajemen Bersekesenian yang Baik

Seorang pelukis Yogykarta yang mengaku dibina oleh Godod Sutejo sejak awalnya mengaku bahwa Godod Sutejo tidak hanya sebagai pelukis yang tangguh, tetapi juga memiliki manajemen berkesenian dan manajemen waktu yang baik.  Kata Ledek Sukardi: "Saya sangat terkesan dan banyak menyerap Ilmu dari pak Godod, tidak hanya persoalan melukis, tetapi juga tentang manajemen waktu dan cara berkesenian yang baik." 

Bagi Ledek Sukardi, Godod Sutejo sudah seperti seorang "bapak" bagi dirinya.  Godod Sutejo tidak segan-segan mendidik anak-anak muda dikampungnya Wonogiri untuk ke Jogja, mendidik mereka sesuai dengan ketrampilan masing-masing.  

Oleh karena itu menurut Ledek Sukardi,"Tidak sedikit nama-nama yang berhasil mewarnai jagat seni rupa, seperti saya sendiri Ledek Sukadi, adik saya Sumadi, Supriono Cemen, Sabar Jambul, bahkan yang punya skill lain seperti Yudi Pigura, Suronoto Pigura, Mas Parmin pembuat Kanvas, Parman yang sempat jadi pengusaha pigura di Yogya dan terpilih jadi lurah di desanya. Ada juga yang menjadi insinyur dan bekerja di LIPPI, dan masih banyak lagi hasil didikan Pak Godod Sutejo yang berhasil."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun