Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Waskita Seni Yogyakarta, Sang Guru Seniman Deras Berkarya

21 Agustus 2022   06:32 Diperbarui: 21 Agustus 2022   20:24 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aming Prayitno, Pamor, 1982, cat minyak di hardboard, 83x60 cm (foto: dokumen pribadi)

Waskita Seni Yogyakarta, Sang Guru Seniman Deras Berkarya

Oleh: Suyito Basuki


Bertempat di Galeri Seni Indie Art House milik pelukis Nyoman Darya, Bekelan, Kasihan Bantul, D.I. Yogyakarta, diadakan pameran seni rupa dengan tajuk Waskita Seni mulai 17 Agustus 2022 hingga 4 September 2022.  Pameran ini diikuti oleh para guru atau dosen seni rupa yang menjalani hidup sebagai seorang seniman.  Pameran ini hanya diikuti oleh 17 orang.  Mengapa hanya tujuh belas orang, karena menyesuaikan dengan tanggal 17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia dan ruang pameran yang tersedia. Dengan demikian, pameran seni rupa ini diadakan sembari mengingat kemerdekaan Indonesia yang sudah mencapai 77 tahun ini.

Menurut I Gede Arya Sucitra sebagai kurator, "Dasar dihadirkan pameran seni sang guru seniman ini adalah untuk  menandai perjalanan melintas generasi atas jejak bakti seni, prinsip berkesenian, dan transmisi pengetahuan para guru/dosen seni yang memiliki ketajaman mata hati, kecerdasan estetik dan kebijaksanaan nilai-nilai diri melalui karya seninya. Pameran ini bisa dikatakan sebagai tribute bagi para dosen-seniman purnatugas yang sejak awal berdirinya ASRI hingga menjadi ISI Yogyakarta, malang melintang mewarnai dan mengayakan seni rupa Indonesia hingga melahirkan generasi-generasi seniman modernis-kontemporer dan estetikawan melalui ruang-ruang kritis akademik dan ruang dialog seni publik."

Nyoman Gunarso, Legong 1, 1987, cat air di kertas, 50x35 cm (foto: dokumen pribadi)
Nyoman Gunarso, Legong 1, 1987, cat air di kertas, 50x35 cm (foto: dokumen pribadi)

Penjelasan I Gede Sucitra lebih lanjut bahwa pameran dengan tajuk "Waskita Seni" ini memiliki beragam arti yakni tajam mata batinnya, dapat mengetahui hal - hal yang telah maupun bakal terjadi, cerdas, bijaksana dan hati - hati dalam berbicara, bertindak dan mengambil keputusan. "Dalam kepribadian seorang guru-seniman, yang secara konsisten dan teguh terus-menerus mengembangkan dirinya di dalam berbagai aspek lelaku baik pada sembah raga, sembah kalbu, sembah jiwa dan sembah rasa hadirlah sikap harmonis, menjadi manusia yang waskita, beretika dan beradab yang mengembangkan cinta kasih universal kepada semua makhluk, yang amal kerja seni dan pemikirannya menguntungkan kehidupan manusia dan keselarasan alam," demikian I Gede Sucitra antara lain menjelaskan dasar para guru-dosen-seniman ini dalam deras berkarya.

Suasana pameran, di tengah Patung karya Soewardi, Monumen untuk Mayoritas Diam, tembaga, 30x60x90 cm (foto: dokumen pribadi)
Suasana pameran, di tengah Patung karya Soewardi, Monumen untuk Mayoritas Diam, tembaga, 30x60x90 cm (foto: dokumen pribadi)

 Lukisan Abstrak hingga Visualisasi Kemerdekaan RI

Beberapa karya dengan nama besar seperti Widayat, Fadjar Sidik, Nyoman Gunarsa yang sudah wafat.  Juga ada perupa seperti Aming Prayitno, Suwaji, Suwardi,  Effendi, dan lain-lain karyanya di pajang di ruang pameran.  Fadjar Sidik yang terkenal sebagai maestro seni lukis abstrak di Indonesia, menampilkan karya yang berjudul "Dinamika Garis #1 2  3", dengan menggunakan spidol warna di kertas, 22 x 28 cm.

Fadjar Sidik , Dinamika Garis #1, spidol warna di kertas, 28x22 cm  (foto: dokumen pribadi)
Fadjar Sidik , Dinamika Garis #1, spidol warna di kertas, 28x22 cm  (foto: dokumen pribadi)

Subroto Sm sebagai salah satu peserta pameran, bercerita bahwa Fadjar Sidik ini adalah seorang dosen yang visioner dan banyak memberi inspirasi kepadanya dalam berkarya.  Subroto Sm, dalam kesempatan pameran ini menampilkan lukisan yang berjudul  Three in One, dengan cat akrilik di kanvas, 70 x 95 cm.  Subroto Sm menjelaskan karya yang dibuatnya di tahun 2017 ini,"Karya saya melukiskan tiga orang gadis sedang mengibarkan bendera merah-putih dengan penuh sukacita merayakan hari kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus. Lukisan tiga gadis tersebut secara simbolik mewakili kebhinekaan suku bangsa dan agama di Indonesia yang  hidup dalam kesatuan harmonis dan penuh toleransi."

Wardoyo, Potret Diri, 1967, cat minyak di kanvas, 50x40 cm (foto: dokumen pribadi)
Wardoyo, Potret Diri, 1967, cat minyak di kanvas, 50x40 cm (foto: dokumen pribadi)

Dalam visualisasinya, Subroto Sm berusaha menampilkan bentuk esensial dalam warna hitam monokromatik, dibubuhi aksen warna merah-putih sebagai pusat perhatian,  dengan mengutamakan tarikan garis ekspresif spontan, menggunakan teknik potlot yang dibasuh air untuk mengekspresikan kesan dinamik artistik. Dengan demikian, sifat dan bentuk lukisan terkesan tampil lebih nyata, kuat, dan unik dalam mewujudkan ide sesuai pesan yang dibawakan.

Effendi, Roro Mendut, 2001, cat minyak di kanvas, 50x60 cm (foto: dokumen pribadi)
Effendi, Roro Mendut, 2001, cat minyak di kanvas, 50x60 cm (foto: dokumen pribadi)

Perupa yang menampilkan karyanya dalam pameran tersebut antara lain: Suwaji dengan lukisan yang berjudul  Penjual Menong, 2017, pengerjaan dengan cat minyak di atas kanvas, 145x100cm; Sudarisman, dengan lukisan berjudul Penari ,2021 di atas kanvas  140 cmx 100 cm dan dikerjakan dengan cat minyak dan acrylic; Soewardi dengan karya patungnya dan lain-lain.

Suwaji, Penjual Menong, cat minyak di kanvas, 145x100 cm  (foto: dokumen pribadi)
Suwaji, Penjual Menong, cat minyak di kanvas, 145x100 cm  (foto: dokumen pribadi)

Luar Biasa!

Adalah Yogi, mahasiswa Seni Lukis FSR ISI Yogyakarta, alumnus tahun 2004 yang hadir di pameran memberi tanggapan.  "Menurut saya Waskita Seni sebagai pameran  penghormatan juga penghargaan bagi para dosen-guru.  Ini sebuah dedikasi seorang murid yang sudah semakin jarang dilakukan di zaman sekarang ini, sudah banyak seniman yang sukses dan terkenal saat ini, namun  tentu juga tak lepas dari bimbingan ajaran seorang guru di masa lalu. Pameran Besar Waskita Seni ini menurut saya sebagai ujud nyata seorang murid yang bisa 'Mikul dhuwur mendem Jero'. "  Lanjutnya,"Semoga acara pameran semacam ini tidak hanya berhenti di sini, tapi menjadi acara yang terus dan terus berlanjut di masa yang akan datang tentu dalam bentuk dan format yang lebih berkembang," demikian Yogi berharap.

Widayat, Abstraksi Dekoramagis, 2001, cat minyak di kanvas (foto: dokumen pribadi)
Widayat, Abstraksi Dekoramagis, 2001, cat minyak di kanvas (foto: dokumen pribadi)

Eko Birowo, alumnus jurusan Fotografi FSMR ISI Yogyakarta tahun 2003 yang hadir di pameran menilai,"Jujur, ketika melihat karya-karya yg dipamerkan saya tidak bisa berkata apa-apa.  Yang ada cuma kata 'luar biasa"! Karena yang berpameran adalah para legenda, yang notabene para suhu yang sangat luar biasa jagoan pada genrenya masing-masing.  Sedikit atau banyak jumlah karya yang dipamerkan, besar atau kecil ukuran karyanya tetap luar biasa."

Aming Prayitno, Pamor, 1982, cat minyak di hardboard, 83x60 cm (foto: dokumen pribadi)
Aming Prayitno, Pamor, 1982, cat minyak di hardboard, 83x60 cm (foto: dokumen pribadi)

Sebagai salah satu peserta pameran, Subroto Sm juga memberikan apresiasinya.  Menurutnya, sebagai mantan dosen FSR ISI Yogyakarta, ia merasa terharu dengan pameran yang diselenggarakan ini.  Subroto Sm berkata," Saya merasa terharu, bersyukur, dan berterima kasih, diminta ikut pameran ini. Ini berarti apa yang kami kerjakan tidak sia-sia, dihormati dan tak ternilai harganya.  Pameran penghormatan bagi para dosen yang diprakarsai oleh Nyoman Darya yang diikuti oleh para guru dan dosen yang menjalani hidup sebagai seniman ini sebagai sebuah hadiah bagi para dosen, pun bagi almamater yg sudah melahirkan dan menyiapkan bibit-bibit unggul di bidang seni.  Pameran ini sungguh suatu tindakan terpuji dan mulia, serta bernilai edukatif bagi setiap generasi yang mengikuti pendidikan tinggi seni." Subroto Sm juga merasa bersyukur karena saat sekarang ini bisa menyaksikan anak-anak didik yang berhasil di bidang seni yang digelutinya dari lingkup nasional sampai dengan internasional.  Subroto Sm pun menyebut nama alumnus Heri Dono dan Entang Winarsa yang membanggakannya itu.

Asnar Zacky, Garuda Pancasila 2022, tinta di kertas, 65x95 cm (foto: dokumen pribadi)
Asnar Zacky, Garuda Pancasila 2022, tinta di kertas, 65x95 cm (foto: dokumen pribadi)

Berharap Maju dan Berkembang

Beny Santosa Halim bersama Subroto Sm, latar belakang lukisan Three in One (foto: dokumen pribadi)
Beny Santosa Halim bersama Subroto Sm, latar belakang lukisan Three in One (foto: dokumen pribadi)

Beny Santosa Halim seorang kolektor handal dari Cilacap hadir memberi sambutan dan sekaligus didaulat untuk membuka acara.  Beny Santosa Halim dalam sambutannya di hadapan  50-an pengunjung yang terdiri dari alumnus dan mahasiswa ISI Yogyakarta di acara pembukaan ini mengatakan  sangat mendukung acara Pameran Waskita Seni.  Ia berharap dengan inspirasi para guru seniman ini perkembangan seni rupa di Yogya terus maju dan berkembang. 

Y.Eka S, Gejog Ilang Swarane, 2022, tinta di kertas, 28x40 cm (foto: dokumen pribadi)
Y.Eka S, Gejog Ilang Swarane, 2022, tinta di kertas, 28x40 cm (foto: dokumen pribadi)

Di acara pembukaan hadir juga para seniman Yogyakarta seperti  Nasirun, Wardoyo Sugianto, Edi Sunaryo, Asnar Zacky, Titoes Libert, Asnar Zacky  dan Agus Kamal.  Dalam kesempatan itu juga, Nasirun, memberikan pengalaman berkesenian dan menyatakan sangat mengapresiasi adanya pameran bagi sang guru ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun