Menulis Pendahuluan dan Penutup Resensi Buku
Oleh: Suyito Basuki
Â
Menulis PendahuluanÂ
Bagaimana menulis pendahuluan sebuah resensi buku? Â Ada berbagai macam teknik dan cara. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:Â
Mendeskripsikan pengarang buku
Contoh: "Robert W. Hefner lazim digolongkan sebagai Indonesianis -- peneliti Indonesia berkebangsaan asing -- generasi ketiga. Â Generasi ini dianggap sebagai mereka yang datang ke Indonesia pada 1970-an ke atas. Â Generasi pertama adalah mereka yang datang di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia (1940-1950), seperti George Kahin dan Clifford Geertz. Â Sedangkan William Lidle adalah contoh generasi kedua, yang datang pada sekitar 1960-an. Â Dibandingkan dengan kedua generasi sebelumnya, konon Indonesianis generasi ketiga ini memiliki kelebihan, yaitu empati yang lebih dalam terhadap subyek kajian mereka, yakni masyarakat Indonesia..." (Mohammad Qodari, Buku: "Antara kapitalisme dan Demokrasi", Tempo, 30 Juli 2000).
Menunjukkan pentingnya subyek bahasan buku
Contoh: "Politik dan kekerasan adalah suatu hal yang sama sebangun tatkala politik menjadi wahana pertarungan kekuasaan. Â Kekerasan terjadi karena penguasa berprinsip bahwa politik merupakan alat yang bisa melanggengkan kekuasaan. Â Maka, tak mengherankan ketika kekuasaan beralih dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, "kekerasan" demi kepentingan politik penguasa terus berlangsung..." (Riza Sofyat, Rehal: "Demokrasi tanpa Kecerdasan Sosial", Forum Keadilan, No. 16, 25 Juli 1999).
Kutipan bagian buku
Contoh: "Near the end of The Moor's last Sigh (Pantheon; 434 pages), a madman holds the novel's narrator, Moraes Zogoiby, prisoner, The captor, an old but rejected friend of Zogoiby's late, flamboyant mother, demands a history of her family before killing its teller. Â "He had made a Scheherazade of me, " Moraes writes. Â "As long as my tale held his interest he would let me alive." (Paul Gray, Books: "Writing to save His Life" Time, February 26, 1996).
Kutipan dari buku lain
Contoh: "Warren W. Wiersbe dalam buku "Prioritas Seorang Pendeta", menekankan pentingnya khotbah bagi seorang pendeta. Â Dikatakannya, seorang pendeta harus menempatkan khotbah jadi prioritas utama tugas pelayanannya. Â Sayangnya masih ada pendeta yang belum menyadari hal ini...(Suyito Basuki, Wacana, "Khotbah Ekspositori, Cara Khotbah Efektif Masa Kini", Bahana, Maret 2002).
Menantang pembaca melakukan tindakan
Contoh: "Simaklah susunan acara TV pada jam tayang utama! Â Wow, banyak sekali program yang mengandalkan karakter dari dunia klenik alias okultisme. Â Survei AC Nielsen membuktikan bahwa acara semacam ini menempati ratting tertinggi. Maka tak heran layar kaca kita dihiasi cerita mistik..." (Kristanto, Wacana: "Seperti Apakah Iblis Itu?" Bahana, Juni 1999).
Memberi syair sebuah lagu
Contoh: Dalam syair salah satu lagunya, Iwan fals menulis bahwa kejujuran hanya ada dalam komik. Â Iwan menulis syair ini bukan tanpa alasan. Â Tentu karena ia melihat bahwa sudah semakin sulit menemukan orang yang mengatakan benar, jika memang benar dan salah jika harus mengatakan salah. Â Yang ada adalah "koor"..." (Emanuel Dapa Loka, Wacana: "Upaya Meraih Otensitas Kristiani", Bahana, Juni 1999).
Memberikan apresiasi pribadi
Contoh: "Ya, mencintai bukanlah sekedar perilaku emosi, tapi juga menyangkut komitmen seseorang. Â Kalau mencintai sudah menjadi keputusan yang tidak bisa "diganggu gugat", hal itu berarti tetap mencintai betapapun "buruknya" pasangan kita. Â Cinta kita tidak tergantung dari kebaikan dan kemurahan hati seseorang/ pasangan terhadap kita. Â Namun ada kalanya cinta kita terkontaminasi..." (Lily, Wacana: "Kodependensi Versus Interdependensi", Bahana, Agustus 2001).
Ingatlah dalam membuat pendahuluan resensi, hukumnya harus menarik! Â Cara-cara yang dipakai untuk memulai resensi tentu saja cara-cara yang membuat peresensi paling nyaman dalam menggunakan.
Menutup Resensi
Kemudian bagaimana peresensi menutup karangannya? Â Setelah isi buku diuraikan panjang lebar, maka tiba gilirannya peresensi menutup karangannya. Â Lazimnya pada bagian penutup ini peresensi memberi penilaian terhadap buku yang tengah diresensinya. Â Setidaknya ada 3 macam penilaian. Â Yang pertama adalah penilaian yang menolak merekomendasi buku itu untuk dimiliki pembaca; kedua, penilaian yang netral, tanpa ada usaha mendesak pembaca memiliki buku itu; dan yang ketiga adalah penilaian yang sangat positif dan kemudian merekomendasi pembaca supaya membeli buku yang tengah diulasnya itu.
Berikut ini adalah contoh-contohnya:
Penilaian yang tidak merekomendasi
Contoh: ...Belajar dari semua itu, kita tidak merekomendasikan untuk mengkonsumsi mentah-mentah prinsip itu, sebab ini hanya akan membuat seseorang menjadi orang lain. Â Jadi, biarkan semua mengalir menjalankan fungsinya masing-masing tanpa dipaksakan, sekali lagi, seperti layaknya aliran sungai." (Ita Rosita Afianti, Buku: "Sukses Mengalir Seperti Sungai", Warta Ekonomi, 19 Januari 1998).
Penilaian yang netral
Contoh: ...Bab-bab buku ini pendek, berhubungan masalah-masalah taktis dan banyak kasus. Â Diselingi boks-boks yang berisi informasi tambahan -- entah itu penjelasan, perbandingan, dan peringatan -- buku ini menawarkan berbagai solusi dan wawasan dalam mengelola karyawan." (Joko Eko Cahyono, Referensi: "Membangun Organisasi yang Bermotivasi", Wacana, November 1999).
Penilaian yang merekomendasi
Contoh: "Buku ini menjadi penting artinya bagi pendidikan generasi muda Indonesia hari ini, bahwa mereka pernah memiliki tokoh kaliber dunia: Sutan Sjahrir..." (Saiful Arif, Resensi Buku: "Perjuangan Sutan Sjahrir", Kompas, 18 September 2000).
Saran-saran Penulisan Resensi
Berikut adalah saran-saran bagi seseorang yang serius hendak menekuni bidang penulisan resensi:
Pilihlah buku yang hendak diresensi: (buku dan substansi baru, tidak terlalu sulit dipahami, syukur masih dalam lingkung keilmuan peresensi)
Mengetahui dan memahami pembaca: (umur? Â Tingkat pendidikan? Jenis kelamin?, dll.)
Mempelajari segi teknis publikasi: (Bidang penerbitan? Â Sasaran penerbitan? Â Panjang tulisan? Â Gaya penyajian tulisan? Dll.)
Menulis dengan out-line: (susun dan kelompokkan butir-butir pikiran secara baik)
Membuka tulisan dengan paragraph yang berbobot: (dengan deskripsi pengarang, pengenalan subyek tulisan, dsb.)
Gunakan bahasa yang hidup dan segar: (kata-kata yang sudah dikenal secara luas, gaya bahasa yang tidak menggurui, kalimatnya efektif)
Jangan mengirim naskah di dua tempat penerbitan sekaligus.
Selamat berkarya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H