Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menerbitkan Buku karena Melihat Sebuah Kebutuhan

8 Juli 2022   06:24 Diperbarui: 8 Juli 2022   06:33 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menerbitkan Buku karena Melihat Sebuah Kebutuhan

Oleh: Suyito Basuki

Saya sehari-hari melayani umat di sebuah gereja desa, dari pusat kota berkisar 10 kilometer.  Ada berbagai macam pelayanan yang saya lakukan yakni pada saat warga mengadakan ibadah kelahiran, pernikahan, kematian, syukuran dan lain-lain.  Dalam kesempatan seperti itu, saya memimpin ibadah atau mendoakan untuk acara tersebut.

Saya kadang juga diminta untuk menjadi MC di sebuah acara pernikahan.  Dengan sedikit mengembangkan ilmu pedhalangan yang pernah saya timba di sekolah pedhalangan Habirandha Kraton Yogyakarta, maka saya bisa "nyandra" mendeskripsikan penganten yang memasuki arena pesta pernikahan dengan iringan gendhing-gendhing karawitan yang saya sesuaikan dengan suasananya.

Menginspirasi Penulisan

Pada acara-acara yang saya sebutkan di atas, maka majelis atau pengurus gereja dan tuan rumah yang sedang memiliki kerja melalui wakilnya akan menyampaikan sepatah dua patah kata untuk memberikan sambutan.  Sambutan yang harus mereka berikan, dalam konteks pedesaan, maka mereka mau tidak mau diwajibkan untuk menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi mereka.

Sering terdengar keluhan di antara mereka yang memberi sambutan bahwa mereka tidak mahir berbahasa Jawa dengan baik.  Mereka suka membandingkan bahasa Jawa mereka yang khas dialek pantura dengan bahasa Jawa model Solo atau Jogja yang halus dan pilihan katanya mengena.  Sehingga saat  mereka akan menggunakan bahasa Jawa dalam sambutan, mereka merasa minder, seperti seorang prajurit kalah sebelum bertanding.

Oleh karena itu kemudian timbul inspirasi dan pemikiran,"Mengapa tidak menulis sebuah buku tuntunan bagi mereka supaya dapat melakukan sambutan berbahasa Jawa dengan baik dan benar?"  Memang harus saya akui bahwa pengalaman saya dalam hal membawakan acara sebagai MC di berbagai acara pernikahan bukan belajar dari palatihan yang dilakukan oleh lembaga Permadani yang memang secara khusus dikenal sebagai lembaga edukasi dan inisiasi bagi lahirnya para MC atau pranata cara dalam istilah bahasa Jawa.  Sebagaimana yang sudah saya sebutkan di atas, saya hanya mengembangkan ilmu pedhalangan yang sudah saya terima.

Mulai Mengumpulkan Buku

Terdorong oleh keinginan berbuat sesuatu yang berguna bagi kalangan umat atau jemaat  terutama, maka saya kemudian membeli beberapa buku yang terkait dengan bagaimana memberi sambutan dalam bahasa Jawa.  Saya mempelajarinya dan kemudian mengungkapkannya dalam penulisan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kemampuan saya.

Jika buku-buku yang saya baca itu bersifat umum, maka sambutan-sambutan yang saya sajikan dalam berbahasa Jawa tersebut bersifat untuk kalangan sendiri karena terkait dengan kepentingan-kepentingan acara gerejawi.  Saya berusaha membuat tuntunan sambutan itu mulai dari acara gerejawi seperti perayaan natal, paskah hingga acara yang diadakan oleh jemaat dari kelahiran, pernikahan hingga pada acara atau ibadah kematian.  Judul buku yang saya tulis: Sesorah ing Pasamuwan

Membuat Garis Besar Penulisan

Buku yang saya maksudkan adalah buku yang berupa tuntunan yang bersifat eksposisi.  Dengan buku ini pembaca diharapkan dapat mengerti hal-hal dasar yang perlu mereka perhatikan jika akan melakukan pekerjaan sebagai MC atau memberi sambutan dalam acara-acara yang saya sebut di atas.  Karena buku ini merupakan tuntunan, maka saya perlu juga membuatkan contoh-contoh sambutan berbahasa Jawa dalam berbagai acara.  Oleh karena itulah ada contoh-contoh sambutan (tanggap wacana) pada saat perayaan natal, paskah, saat acara kelahiran anak, pernikahan dan lain-lain.

Oleh karena itu, buku tersebut ditulis dengan dua garis besar, yakni yang pertama dasar-dasar atau teori-teori yang terkait dengan memberikan sambutan.  Dalam bagian ini saya mengurai hal-hal apa yang perlu dipersiapkan seseorang jika ingin memberi sambutan atau menjadi MC sebuah acara.  Misalnya soal bahasa Jawa yang bakal mereka gunakan, kemudian soal teknis bagaimana mereka bersikap dan bertutur kata.  Dalam bagian ini saya juga akan memotivasi kepada para pembaca, bahwa meski mereka merasa sulit dengan pekerjaan yang akan mereka lakukan ini, jika mereka berusaha pasti bisa!  Garis besar yang kedua adalah contoh-contoh sambutan dari berbagai acara yang ada.

Setelah garis besar itu jadi, maka saya kemudian menguraikan garis besar itu dari bab per bab dan tentu saja dengan menggunakan bahasa Jawa sebagai alat penyampainya.  Mengapa saya tidak menggunakan bahasa Indonesia?  Dengan menggunakan bahasa Jawa maka secara otomatis, mereka yang sedang membaca akan sekaligus belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Jawa, meski secara tertulis dan reseptif.  Bagi saya menulis dalam bahasa Jawa atau bahasa Indonesia sama saja tingkat kesulitan dan keindahannya.  Namun kadang dari segi perasaan, saya lebih mantap kalau menulis dengan bahasa Jawa dalam hal ini.

Menentukan Gambar Cover

Sebelumnya buku yang saya tulis ini diterbitkan oleh seorang rekan yang memiliki usaha penerbitan lokal.  Pada terbitan pertama itu cover bergambar wayang Kresna.  Mengapa Kresna?  Kresna bagi kebanyakan orang Jawa dianggap tokoh wayang yang bijaksana dan pandai berbicara.  Dengan menampilkan cover bergambar Kresna tersembunyi maksud supaya pemakai buku dapat menjadi orang yang mahir bicara dalam memberi sambutan atau menjadi MC di sebuah acara.

Pada terbitan berikutnya yang sepenuhnya biaya penerbitan dari kantong pribadi, maka untuk gambar cover saya memilih tokoh wayang Wisanggeni.  Wisanggeni ini dikenal sebagai tokoh muda yang pemberani dan pintar berkata-kata.  Harapannya adalah supaya para pemakai buku, harapannya generasi muda dapat piawai dalam berbicara saat memberi sambutan atau menjadi MC di sebuah acara. 

Di depan Wisanggeni ada punakawan Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.  Hal ini mengisyaratkan bahwa orang yang memberikan sambutan atau menjadi MC semoga memiliki watak sebagai hamba yang berperilaku sederhana dan senantiasa mau belajar agar menuju ke arah kesempurnaan.  Selain itu, punakawan tersebut juga mengisyaratkan khalayak luas yang sedang mendengar sambutan atau aktifitasnya sebagai MC.  Khalayak luas itu berhak menilai baik buruknya penampilan mereka.

Mengadakan Pelatihan

Dengan bekerja sama dengan perhimpunan gereja-gereja tingkat klasis dan gereja setempat, saya mengadakan pelatihan kepada para fungsionaris gereja yang biasa menghadapi dan mengadakan acara-acara di gereja atau di tengah jemaat.  Mereka yang datang akan dikenakan biaya tertentu untuk pembelian snack ala kadarnya dan tentunya ganti ongkos cetak buku yang sudah saya tulis itu.

Saat mengadakan pelatihan, saya menyampaikan pertama kali adalah teori-teori yang berkenaan dengan dasar-dasar seseorang melakukan pekerjaan memberi sambutan dan menjadi seorang MC di sebuah acara.  Saya menyampaikan pengalaman-pengalaman saya selain hal-hal yang telah saya tulis dalam buku yang kualitas penerbitannya masih sangat sederhana ini.

Setelah itu, beberapa orang peserta pelatihan saya minta untuk maju menyampaikan sambutan, bisa dengan kata-kata mereka sendiri atau sekedar membaca dari contoh-contoh yang telah saya buat dalam buku tuntunan tersebut.  Peserta pelatihan yang lain saya minta untuk mencermati dan nantinya memberi penilaian dan komentar terhadap penampilan rekan-rekannya.

Mereka Mengembangkan

Setelah acara pelatihan, saya perhatikan dalam berbagai kesempatan, ada fungsionaris gereja kami yang berusaha mengembangkan contoh-contoh yang saya tulis dalam buku tuntunan tersebut.  Ada yang menulis ulang di sebuah kertas kemudian dalam kesempatan memberi sambutan, tulisan di kertas mereka baca dan mereka tambah-tambahkan kata atau kalimat yang sesuai dengan keadaan.

Namun ada pula yang membawa buku tuntunan itu langsung dan membacanya tanpa mengubah kalimat-kalimatnya.  Bahkan ada seseorang yang mungkin karena tergesa-gesa atau groginya, semua yang tertulis di sambutan kematian dibaca semua.  Sebagai imbuhan keterangan saja, dalam tuntunan sambutan saya menulis : ndherek bela sungkawa awit timbalanipun sadherek/bapak/ ibu...(ikut berbela sungkawa atas meninggalnya saudara/ bapak/ ibu...).  Titik-titik itu harapannya diisi nama siapa yang meninggal.  Kata-kata: saudara/ bapak/ ibu, itu seharusnya dipilih salah satu sesuai dengan siapa yang meninggal.  Pada saat itu yang meninggal seorang bapak pensiunan tentara, tetapi oleh fungsionaris gereja yang memberi sambutan tadi, kata: "saudara/ bapak/ ibu" dibaca semua dengan ditambah nama yang meninggal.

Meski saya hanya mendengar, saya akan tahu kesalahan-kesalahan yang mungkin mereka lakukan jika yang mereka baca atau hafalkan berasal dari buku tuntunan sambutan yang saya berikan.  Kesalahan-kesalahan kecil saya kira wajar, dengan sedikit feed back, maka akan menuju sebuah kesempurnaan.  Saya berusaha menyampaikan hal-hal yang perlu diperbaiki dalam mereka memberi sambutan pada saat-saat yang kondusif dengan bahasa yang memotivasi.

Menangguk Keuntungan

Perhitungan ekonomi berapa biaya yang saya keluarkan dalam usaha menerbitkan sebuah buku dengan berapa keuntungan yang saya dapatkan dari hasil penjualan buku, nampaknya tidak signifikan untuk dibicarakan.  Karena dalam penerbitan biaya sendiri, maka upah atau royalti pengarang selalu tidak diperhitungkan.  Hitungannya sederhana, asal modal penerbitan bisa kembali sudah bersyukur.

Tetapi yang sering dirasakan oleh pengarang yang menerbitkan buku sendiri adalah kepuasan.  Kepuasan sudah bisa mewujudkan keinginan membuat buku seperti yang direncanakan dan kepuasan melihat pengguna buku yang semakin antusias dengan pekerjaan yang mereka lakukan.  Terdorong oleh kepuasan itulah, kemudian saya membuat buku selanjutnya, tuntunan menjadi MC dan memberi sambutan secara khusus dalam acara pernikahan.  Untuk menularkan ilmu itu, kemudian bekerja sama lagi dengan perhimpunan gereja tingkat klasis, kami melakukan pelatihan yang hampir sama dengan pelatihan sebelumnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun