Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mendampingi Pasien Kemoterapi, Perlu Kesabaran dan Totalitas

14 Juni 2022   09:12 Diperbarui: 14 Juni 2022   17:00 1395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemoterapi adalah pengobatan terhadap khususnya penderita penyakit kanker dengan cara memasukkan cairan kimia yang kuat untuk menghambat dan membunuh sel-sel kanker yang ada di dalam tubuh.

Pengobatan ini dapat melalui oral, obat yang ditelan, atau juga melalui infus di mana cairan kimia itu dimasukkan ke dalam tubuh melalui selang infus lewat pembuluh vena.

Menurut penjelasan dokter kepada istri yang saat itu akan melakukan kemoterapi, pengobatan ini memang bertujuan untuk mematikan sel-sel kanker yang jahat.

Tetapi pada kenyataannya, sel-sel baik pun juga dapat terbunuh dengan dimasukkannya cairan kimia itu ke dalam tubuh. Sehingga akan terjadi, setelah kemoterapi yang bisa berlangsung sehari atau beberapa hari menurut jenis kanker dan stadiumnya, maka pasien akan merasakan kelelahan tubuh yang luar biasa.

Oleh karena itu bagi pasien disarankan setelah menjalani kemoterapi, pasien atau penderita banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran untuk bisa mengganti sel-sel baik yang ikut mati dalam proses kemoterapi itu.

***

Selama lebih kurang 1 tahun, saya mendampingi istri untuk melakukan kemoterapi. Tempat tinggal kami di Jepara sementara kemoterapi dilakukan di RSUP Kariadi Semarang. Jarak antara kedua kota itu kurang lebih 70 km, sehingga pulang pergi sekitar 140 km.

Dalam suasana pergi wisata, mungkin jarak itu terasa pendek dan menyenangkan, tetapi dalam rangka pengobatan, terlebih kemoterapi, perjalanan bisa terasa panjang dan kadang penuh ketegangan juga melihat istri yang duduk di samping kadang mengeluh kesakitan.

Apalagi jalan jalur Jepara ke Semarang, di tahun 2015 kala itu masih banyak jalan yang belum mulus, bahkan sampai sekarang, maka dalam menyetir kendaraan mesti penuh kehati-hatian, kalau bisa jangan sampai ban mobil masuk ke dalam lubang atau kubangan. Berangkat dari pengalaman-pengalaman itulah, tulisan ini saya bagikan.

Perlu Kesabaran

Seseorang yang divonis memiliki penyakit kanker pasti mengalami keterkejutan atau shock. Di awal menerima vonis ini, maka secara kejiwaan akan mengalami down. Ada yang bisa langsung menerima kenyataan, tetapi banyak juga yang sulit menerima keadaan, terlebih kalau dukungan keluarga dan finansial kesehatan kurang.

Dalam kondisi down, maka penderita akan mudah tersinggung dan mungkin saja sering tidak bisa mengendalikan kemarahannya dan menarik diri dari pergaulan umum serta hidup secara tertutup.

Menghadapi keadaan penderita yang seperti ini, maka pendamping penderita, dalam hal ini pasangan hidup atau keluarga, perlu memiliki kesabaran.

Kesabaran berasal dari kata 'sabar', yang menurut arti kamus antara lain: 1) tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati); tabah.

Dengan demikian pendamping penderita tidak boleh marah atau putus asa dan tetap tabah dalam mendampingi penderita tersebut. Dalam berkata-kata harus lembut, penuh perhatian, dan memberi motivasi kepada penderita.

Mungkin saya pernah membuat kesalahan saat saya mengatakan sesuatu pada istri. Akibat perkataan saya ini, istri menjadi tersinggung berat. 

Ceritanya begini. Kami hari itu jadwalnya berkonsultasi kepada dokter sebelum melakukan kemoterapi. Entah kenapa istri tidak meminta saya menghubungi dokter lebih dahulu, dia minta kami langsung berangkat saja, mungkin karena waktu sudah agak siang.

Saya bertanya, "Apakah tidak kita hubungi dokter lebih dahulu, siapa tahu dia tidak ada di tempat hari ini?"

Istri saya bilang,"Tidak usah." Mungkin dia yakin dokter ada di tempat.

Setelah perjalanan sekitar 3 jam kami lakukan, maka sampailah kami di RSUP Kariadi semarang. Ternyata, dokter yang hendak kami temui tidak ada di lokasi.

Saya lupa apakah jadwalnya berubah atau ada kepentingan lain. Maka nyelutuklah saya," Betul, kan, kata saya tadi, mestinya kita hubungi dokter lebih dahulu...". 

Mendengar perkataan saya ini, istri tersinggung berat dan menunjukkan kata dan sikap yang tidak bisa saya sampaikan di sini.

Saya kemudian minta maaf dan sampai seperti memohon supaya masalah tidak diperpanjang karena saya tahu kondisi fisiknya yang sesungguhnya. Saya benar-benar menyesal dengan perkataan saya yang jelas menunjukkan ketidaksabaran saya.

Mungkin dalam situasi wajar, apa yang saya sampaikan bisa menjadi semacam humor dan bahan kami tertawa bersama-sama, tetapi situasinya lain, istri saya sedang tertekan dengan penyakitnya dan program kemoterapi yang sedang ia jalani, yang tentu saja membawa suasana hati yang jelas berbeda. Tidak seperti suasana keseharian sebelumnya yang santai.

Program kemoterapi ada yang berlangsung beberapa bulan tetapi ada yang berlangsung satu tahun, tergantung dengan jenis kanker yang diderita dan levelnya berapa. Ada seorang tetangga desa yang menderita kanker payudara dan harus menjalani kemoterapi selama beberapa bulan.

Karena tidak mau riwa-riwi dari Jepara ke Semarang untuk persiapan dan pelaksanaan kemoterapinya, maka bersama suami lebih memilih indekost di sebuah rumah dekat RSUP Kariadi.

Sekedar info saja, tetangga desa ini profesi sehari-harinya berjualan mie ayam. Sehingga selama indekost di Semarang, praktis mereka tidak berjualan mie ayam sama sekali. Dari gambaran itu, nyata dibutuhkan kesabaran luar biasa dalam mendampingi penderita.

Ada juga penderita yang sendiri saja saat berkonsultasi ke dokter sebelum kemoterapi, tetapi banyak yang didampingi oleh pasangan atau keluarga. Pada saat antre kamar untuk rawat inap, misalnya, peran pendampingan keluarga ini juga sangat diperlukan.

Melayani Totalitas

Pendampingan pada penderita sebaiknya dilakukan dengan prinsip melayani totalitas. Mengapa?

Penderita dalam menjalani program kemoterapi gerak fisiknya akan lebih lemah dibanding hari-hari sebelum sakitnya. Terlebih bawaan penderita kemoterapi, biasanya nafsu makan akan menurun drastis dan ada trauma terhadap makanan rumah sakit yang harus ia santap.

Saat di ruang kemoterapi, begitu mendengar suara kereta dorong perawat yang mengirim makanan sudah membuat istri saya muntah, sehingga sayalah yang kemudian menyantap ransum rumah sakit itu. Istri malah minta dibelikan nasi goreng yang warungnya ada di dekat rumah sakit.

Sebenarnya penderita tidak boleh makan makanan yang ditaburi bumbu masak karena itu bisa menyebabkan sel kanker lebih mengganas. Sebuah dilema. Kalau tidak dibelikan istri tidak mau makan, kalau dibelikan maka membayakan bagi kesehatannya.

Selama dirawat di rumah sakit maka pakaian-pakaian yang harus dicuci saya bawa ke tempat laundry yang ada disekitar rumah sakit. Saya bawa pakaian-pakaian kotor dan beberapa hari kemudian saya ambil dengan membayar biaya laundry yang telah ditetapkan. Mungkin pemilik laundry sampai hafal dengan saya. Jalan kaki dari ruang perawatan ke tempat laundry yang biasanya saya lakukan di pagi hari, saya anggap sebagai olahraga yang menyehatkan.

Dengan demikian, pekerjaan itu saya lakukan dengan senang hati. Di hadapan istri saya tersenyum tidak sekadar lips service, tetapi senyum yang lahir dari hati yang paling dalam atas pekerjaan yang rutin saya lakukan itu.

Penderita kemoterapi yang karena penyakit tumor kolon, biasanya menjalani operasi kolostomi lebih dahulu.

Operasi kolostomi ini membuat lubang dubur buatan di perut bagian bawah. Feses penderita akan ditampung di sebuah plastik yang harus diganti atau dicuci setiap kali usai digunakan. Maaf, kondisi feses itu kadang berupa gumpalan tapi juga kadang encer, sesuai dengan asupan penderita dan kondisi kesehatannya.

Dalam kondisi feses apa pun, pendamping penderita harus membantu penderita dengan hati yang ikhlas dan suka cita. Jika pelayanan ini tidak dilakukan secara totalitas, maka pelayanan terhadap penderita tidak akan berjalan dengan baik.

Pelayanan secara totalitas ini sangat membantu penderita dan sangat memotivasi mereka. Dengan pelayanan totalitas yang mereka rasakan, maka penderita berpikir bahwa masih ada orang yang mengasihi, menghargai dan mengharapkan dia sembuh.

Dengan demikian, maka semangat hidupnya akan bertumbuh kuat. Hal ini sangat menolong perjuangannya dalam memerangi sel-sel kanker yang jahat yang sedang menggerogoti tubuhnya.

***

Oleh: Suyito Basuki

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun