Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Membuat Kantong Kolostomi, Antisipasi Kulit Alami Iritasi

24 Mei 2022   06:50 Diperbarui: 25 Mei 2022   02:00 2305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantong kolostomi (Sumber Foto: sains.kompas.com)

Membuat Kantong Kolostomi, Antisipasi Kulit Alami Iritasi 

Oleh: Suyito Basuki

Awal tahun 2015, istri saya terdeteksi memiliki penyakit tumor colon. Ada tumor yang menempel pada usus besar bagian dalam, sehingga mempengaruhi kelancaran Buang Air Besar (BAB). Saat terdeteksi, tumor itu sudah besar, menurut dokter sudah stadium 4. 

Oleh karena itulah diadakan operasi kolostomi, yaitu pemotongan usus yang terdapat tumor tersebut. Setelah usus dipotong, kemudian disambung lagi. Sementara kata dokter sambungan itu belum merekat kuat, maka dibuatkanlah saluran kolostomi di perut.

Saluran kolostomi ini berfungsi untuk mengeluarkan tinja. Untuk sementara waktu, tinja tidak bisa dikeluarkan lewat dubur karena bisa mempengaruhi sambungan usus besar yang belum rekat tadi. 

Di atas lobang kolostomi itulah kemudian diletakkan kantong kolostomi yang menampung tinja yang dikeluarkan. 

Pasien yang melakukan operasi kolostomi, seperti istri saya ini ke mana-mana membawa kantong kolostomi yang merekat di perutnya.

Bahaya Iritasi

Setelah tindakan operasi kolostomi, pihak rumah sakit memberikan beberapa kantong kolostomi dengan beberapa penjelasan pemakaian. 

Kantong kolostomi itu bentuknya sebuah kantong yang terbuat dari bahan plastik dengan sebuah lobang dan di sekitar lobang yang melingkar itu terdapat perekat yang memungkinkan kantong tersebut tetap menempel di perut, sehingga bisa dibawa ke mana-mana.

Menurut keterangan pihak medis, kantong itu bisa digunakan beberapa kali dengan cara setelah digunakan dicuci kembali. Dengan demikian akan lebih menghemat biaya pembelian. 

Saya pernah membeli kantong kolostomi di apotek, memang mahal. Penggunaan kantong kolostomi itu dilakukan selama pasien belum dikembalikan fungsi usus besarnya untuk pembuangan tinja kembali. Untuk pemulihan fungsi usus besar ini, diperlukan operasi kembali nantinya. Demikian kata dokter.

Istri saya saat itu diberi tahu bahwa pemulihan fungsi usus besar yang berarti penutupan lobang kolostomi itu akan dilakukan setelah kemoterapi yang dia lakukan berhasil. 

Istri saya direncanakan menjalani kemoterapi selama 12 kali. Itu artinya, kantong kolostomi akan terus ia pakai selama menjalani kemoterapi itu. 

Sebetulnya pada pertengahan menjalani kemoterapi, setengah tahun setelah operasi, dokter mengatakan kemoterapi hasilnya baik dan lobang kolostomi bisa ditutup dengan operasi. Tetapi dokter yang sama menyarankan supaya kemoterapi biar berjalan sampai selesai, baru nanti setelah itu dilakukan operasi lagi penutupan lobang kolstomi itu. Istri saya setuju dengan saran itu.

Kantong kolostomi bawaan dari rumah sakit itu memiliki karakteristik kain kantong plastik kuat tidak gampang bocor disertai perekat yang sangat lengket, mungkin supaya tidak gampang lepas. 

Hal itu kami pandang baik. Tetapi pada kenyataannya, pasien kolostomi ini setiap hari tidak hanya satu kali melakukan BAB. Mungkin bisa dua kali dalam sehari. Setiap kali selesai melakukan BAB, maka kantong kolostomi itu harus dilepaskan dari perut. 

Sekali dua kali dilepaskan dari perut itu tidak begitu terasa sakit pada kulit pasien. Tetapi saat hal itu dilakukan berulang-ulang dalam hitungan minggu bahkan bulan, maka bahaya yang timbul adalah rasa sakit dan iritasi pada kulit sekitar lubang kolostomi itu yang bisa menyebabkan luka lecet. Hal itu bisa menyebabkan masalah baru bagi pasien.

Membuat Kantong Kolostomi Sendiri

Kantong kolostomi produk pabrikan (Sumber Foto: kafekepo.com)
Kantong kolostomi produk pabrikan (Sumber Foto: kafekepo.com)

Ada seorang pasien penderita tumor colon juga, masih tetangga yang memberikan tutorial pada kami bagaimana membuat kantong kolostomi. 

Pertimbangan mengapa ia membuat kantong kolostomi sendiri adalah selain ekonomis, juga pertimbangan untuk menghindari iritasi pada kulit. Yang ia sarankan waktu itu adalah supaya kami membeli kantong plastik ukuran sekitar kilogram merek boyo. 

Menurutnya plastik merk ini cukup tebal dan tidak gampang bocor. Dia juga memberi selembar plat dari seng untuk landasan membuat lobang pada satu sisi plastik. 

Selain itu, dia juga menyarankan supaya kami membeli selotip bolak balik yang berfungsi untuk membuat perekat pada kantong plastik itu. Terakhir dia memberi contoh kantong kolostomi hasil buatannya sendiri.

Kemudian kami membeli dan menyiapkan alat-alat yang dia sudah jelaskan. Kami juga menyediakan pisau cuter untuk membuat lobang pada plastik serta lilin. 

Hari-hari yang kami lalui adalah selain menunggu jadwal kemoterapi, kami membuat kantong kolostomi sendiri. 

Caranya adalah kantong plastik dibuat lubang di bagian sisi atas. Untuk membuat lobang ini, maka plat seng kami masukkan ke dalam kantong plastik lebih dahulu, untuk memberi landasan supaya pisau cuter tidak mengenai sisi lain plastik. 

Besar lobang menyesuaikan lubang kolostomi di perut, kemudian di sekitar lubang. Di bagian luar plastik tersebut ditempeli potongan selotip bolak-balik. Pada bagian atas lubang plastik kemudian ditutup dengan direkatkan oleh api lilin yang kecil.

Kantong kolostomi bikinan sendiri ini sungguh sangat membantu. Kami hanya menggunakan kantong ini sekali pakai saja. 

Semula, dengan kantong bawaan dari rumah sakit serta beli di apotek, kami berusaha mencuci setelah dipakai. Hal ini saya merasa kurang higienis dan sangat ribet karena BAB itu kadang padat kadang juga cair, maaf. 

Selain itu selotip bolak-balik yang merekat di kulit sangat mudah untuk dilepaskan, sehingga tidak terasa sakit bagi kulit dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit pasien.

Kami akhirnya memiliki persediaan kantong kolostomi yang lumayan banyak. Pada saat kontrol dan melakukan kemoterapi di rumah sakit di luar kota yang jaraknya sekitar 140 km PP dari rumah kami, kantong kolostomi itu selalu kami bawa. 

Demikian juga saat pertemuan-pertemuan yang bersifat umum, kantong kolostomi itu selalu ada di dalam tas. Hal ini mengantisipasi kalau dibutuhkan sewaktu-waktu.

Ketelatenan dan Kesabaran Saat Melepas maupun Mengganti 

Seperti yang saya sebut di atas, terdapat bahaya iritasi kulit pada sekitar lubang kolostomi akibat melepas dan mengganti kantong kolostomi.

Oleh karena itu perlu sikap telaten, artinya tidak tergesa-gesa dalam melepas kantong kolostomi yang merekat di perut itu. 

Sebaiknya melepas dengan tangan yang sudah diselubungi sarung tangan dan memakai alat pinset untuk membantu, serta masker dipakai untuk melindungi hidung dari bau kotoran yang menyengat.

Melepasnya pun juga dengan pelan-pelan tidak boleh tergesa-gesa. Melepas dengan tergesa-gesa akan menyebabkan rasa sakit pada kulit dan menimbulkan emosi negatif pada pasien.

Pada saat mengganti kantong kolostomi pun juga diperlukan ketelatenan dan kesabaran itu. Kulit sekitar lubang kolostomi harus dibersihkan dulu dan disterilkan dengan kapas yang sudah diberi alkohol dengan kadar di bawah 100 persen. Tunggu kulit tersebut menjadi kering dan siap untuk ditempeli kantong kolostomi tersebut. 

Setelah terlihat kering, maka kantong kolostomi direkatkan dan harus yakin bahwa selotip bolak-balik berfungsi maksimal. Merekatnya harus sempurna, supaya kantong plastik tidak terlepas dan akhirnya jatuh.

Penyangga Kantong

Diharapkan pasien yang telah melakukan operasi kolostomi ini tidak banyak bepergian. Tetapi kadang memang harus bepergian karena beberapa keperluan, seperti kontrol dan melakukan kemoterapi di rumah sakit dan kegiatan ibadah atau sosial lainnya. 

Oleh karena itu pasien dalam berjalan terpaksa sambil menyangga kantong kolostomi dengan tangannya. Hal ini memang sungguh ribet.

Seorang tetangga yang berprofesi penjahit, kemudian membuatkan semacam kantong dari kain yang memiliki tali yang berfungsi kantong kain tersebut menyangga kantong plastik kolostomi milik istri. 

Semula dengan senang dipakai, tapi lama-lama justru merasa kurang nyaman dan tambah ribet. Sehingga akhirnya tidak lagi memakai kantong kain yang memiliki tali lagi, kembali dengan cara manual, menyangga kantong kolostomi dengan tangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun