Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Sularso Sopater, Benarkah Menyumbang Emas ke Presiden Soeharto?

10 Mei 2022   03:52 Diperbarui: 10 Mei 2022   04:06 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Biografi Sularso Sopater (Desain Cover: Pratomo Hanindito)

Mengenang Sularso Sopater, Benarkah Menyumbang Emas ke Presiden Soeharto?

Oleh: Suyito Basuki

Pada masa krisis moneter 1997-1998 waktu itu, saat pemerintahan Presiden Soeharto waktu itu mengalami kolaps dalam hal ekonomi, Sularso dicurigai mewakili PGI menyumbang emas kepada pemerintah melalui Presiden Soeharto kala itu.  Terhadap hal ini banyak suara-suara yang minor, menyayangkan Sularso Sopater telah menyumbang emas kepada pemerintahan orde baru.

 Namun benarkah Sularso Sopater menyumbang emas?

Benarkah Menyumbang Emas?

Sebagai latar belakangnya disebutkan bahwa di tahun 1997 ekonomi negara mengalami krisis.  George Soros, orang Yahudi Amerika asal Hongaria tahu real value yang rendah dari mata uang sebuah negara, sehingga dengan tekniknya untuk memperoleh keuntungan, uang-uang negara Asia diborongnya dan kemudian dibanting harganya sehingga membuat ekonomi negara menjadi hancur.  Nilai tukar rupiah pun yang tadinya Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) saat itu, menjadi Rp. 17.000,00 (tujuh belas ribu rupiah) untuk setiap satu dolar Amerika.  

Lalu ada gerakan cinta rupiah untuk memperkuat ekonomi negara yang dimotori oleh Mbak Tutut, putri Presiden Soeharto. Mbak Tutut menggerakkan "patriotisme" warga negara dengan wujud nyata penggalangan solidaritas bangsa untuk mengatasi krisis ekonomi.  Masyarakat kemudian memberi sumbangan kepada pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut.  IMF turun tangan dan  Presiden Soeharto harus membubuhkan tanda tangan di depan gubernur IMF, menyepakati nota kesepakatan dalam usaha mengatasi krisis ekonomi yang tengah terjadi.    

Kemudian terjadilah gerakan masyarakat menyumbang dana kepada pemerintah sebagai tanda solidaritas.  Umat Islam berbondong-bondong menyumbang uang, perhiasan, dan logam mulia.  Lalu timbul desas-desus pertanyaan,"Umat Budha dan umat Kristen apa tindakannya?".  Warga Kristen yang tergabung dalam Golkar dan para birokrat Kristen serta warga Kristen keturunan Tionghoa ingin menyumbang, sementara ada  pihak Kristen yang lain menolak.  

Kemudian ada sekelompok orang Kristen yang melakukan gerakan mengumpulkan perhiasan dan logam mulia.  Kelompok umat Kristen tersebut mengajak pimpinan umat dan gereja untuk menunjukkan solidaritas kepada pemerintah.  Namun saat itu Sularso Sopater berkata,"Menyumbang perhiasan dan logam mulia itu bukanlah fungsi gereja.  Gereja hanya berdoa untuk pemerintah. Kalau memang ingin  menyumbang negara, biarlah dilakukan oleh umat saja."  Hal ini dibicarakan bersama dengan pimpinan organisasi gereja tingkat nasional yang lain, yaitu DPI (Dewan Pantekosta Indonesia), PII (Persekutuan Injili Indonesia), PBI (Persatuan Baptis Indonesia) dan GMAHK (Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh).

Pada tanggal 28 Januari 1998, Pimpinan PGI, bersama Pimpinan DPI, PII, dan Pimpinan Gereja Baptis  datang ke Jl Cendana dengan maksud  mendoakan presiden di tengah-tengah krisis moneter tersebut.  Berbarengan saat itu, ada keinginan  umat yang ingin menunjukkan solidaritas dengan menyerahkan logam mulia yang telah mereka kumpulkan sendiri.  Setelah Presiden Soeharto bersedia didoakan, doa kemudian dilakukan oleh Sularso Sopater sebagai Ketua Umum PGI dengan teks yang sudah disepakati bersama.  

Sesudah doa dinaikkan,  Drs. Titus Kurniadi,  warga jemaat dari lingkungan pengusaha, menyerahkan logam mulia emas seberat 2 kg dan uang sejumlah Rp. 5.115.000,00, sebagai wujud dukungan masyarakat Kristen kepada pemerintah dalam menghadapi krisis moneter tersebut.  Drs. Titus Kurniadi adalah bendahara PBSI tatkala Rudy Hartono menjuarai All England berturut-turut sampai 8 kali.  Ia merasa dekat dengan kondisi bangsa Indonesia saat itu dan rasa nasionalismenya tergugah,  sehingga melakukan tindakan solidaritas tersebut. 

Close Up TVRI

Buku Biografi Sularso Sopater (Desain Cover: Pratomo Hanindito)
Buku Biografi Sularso Sopater (Desain Cover: Pratomo Hanindito)

TVRI menurut Sularso Sopater menayangkan rekaman mengenai kedatangan rombongan pimpinan gereja-gereja muncul, Sularso Sopater sebagai Ketua Umum PGI di close up gambarnya, kemudian diikuti dengan gambar penyerahan emas dari wakil umat Krisen yang dalam tayangan itu tidak jelas orangnya, kepada Presiden.  Sehingga kesan secara umum Sularso Sopaterlah yang menyerahkan emas kepada Presiden Soeharto, dan itulah yang terekam di ingatan publik.

Hal itulah yang kemudian mengundang berbagai reaksi pihak pro dan kontra.  Pihak yang kontra melihat bahwa uang itu akhirnya tidak akan jelas penggunaannya dan tidak ada pertanggungjawabannya dari  penerimanya. Saat itu disadari bahwa pemerintah benar-benar tengah dalam situasi fully corrupted.  Peristiwa itu kemudian dibicarakan dalam MPH PGI, Sularso Sopater sebagai Ketua Umum menjelaskan secara keseluruhan dan kemudian menyerahkan kepada sidang untuk menilai dan mengambil keputusan.  Meski dalam tubuh internal PGI terjadi perbedaan pendapat, ia sebagai Ketua Umum dipersilakan melanjutkan tugasnya sampai akhir masa bakti.

Dalam gerakan solidaritas sehingga terjadi penyerahan emas tersebut, Sularso Sopater memperkirakan adanya manipulasi tayangan media dalam rangka propaganda yang kemudian  di-blow-up untuk menunjukkan penggalangan solidaritas yang berhasil.  PGI yang dianggap representasi umat Kristen terbesar di Indonesia, dikesankan telah ikut serta dalam penggalangan dana.  Dengan demikian, akhirnya publik mendapat kesan bahwa PGI merespon positif ajakan untuk menggalang dana untuk mengatasi krisis keuangan negara.  Dan publik yang belum turut serta, akan menyusul dengan partisipasinya.

Dalam Sidang Raya PGI XIII  tahun 2000 di Palangkaraya  masih ada juga peserta sidang yang bertanya mengenai peristiwa tersebut.  Hal itu disebabkan tidak cukup luas pemberitaan tentang tindak lanjut PGI pasca penyerahan emas itu.Sularso Sopater sebagai Ketua Umum menjelaskan seperti yang dilaporkannya sambil meminta peserta sidang raya memeriksa, apakah ada uang PGI yang diambil untuk diserahkan kepada Presiden Soeharto? Setelah dilakukan pengecekan pada laporan keuangan, ternyata tidak ada uang PGI yang digunakan.

Hidup Berguna

Sularso Sopater menikah dengan Claudia Kustinah, 6 April 1960.  Dari pernikahan mereka lahir anak-anak mereka: Paula Setyawati 22 Februari 1961, Setelah si sulung Paula Setyowati, lahirlah  anak laki-laki mereka: Bambang Setyanto pada 15 Desember 1964. Kemudian lahir pula dari pasangan yang berbahagia ini, seorang putri bungsu: Woro Setyanti pada 15 Nopember 1967. Di kemudian hari Paula Setyawati menikah dengan Abi Sanyoto, mempunyai 1 orang anak: Pratomo Hanindito. Bambang Setyanto menikah dengan S.Diana, mempunyai 2 orang anak: Daniel Adi Nugroho Putro Pratomo dan Stella Putri Indah Nugraheni. Sedang si bungsu, Woro Setyanti menikah dengan Ir. Mahendro, MM, mempunyai 3 orang anak: Imanuel Syamastyo Putroaji, Natanael Samastyo Aji Nugroho, dan Tirza Othniela Syamastyanti.

Claudia Kustinah meninggal Hari Minggu siang tanggal 1 Desember 2002.  Claudia Kustinah meninggal karena sejak lama menderita rheumatik dan akhirnya gagal ginjal.  Delapan belas tahun kemudian, Sularso Sopater menyusul sang istri, ia meninggal dunia tanggal 26 Juni 2020.  Pdt. Dr. Sularso Sopater telah meninggal,  namun jejak-jejak semangat bekerja dan melayani Tuhan serta pengabdiannya kepada negara sangat nyata.  Hal ini bisa dibuktikannya dengan jabatan pelayanan gereja dan pemerintahan yang ia terima.  Ia menerima penghargaan pemerintah yakni Tanda kehormatan bintang dan tanda jasa yang diperolehnya: 1994 : Satyalancana Pembangunan (1994) dan  Bintang Mahaputera Utama (1999).  Semoga ada anak bangsa yang mengikuti jejaknya, sehingga memiliki hidup yang berguna untuk diri sendiri, keluarga, bangsa dan negara NKRI tercinta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun