Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenang Sularso Sopater, Pernah Membantu Pejuang Gerilya

9 Mei 2022   09:34 Diperbarui: 9 Mei 2022   09:39 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pdt. Em. Prof. Dr. Sularso Sopater (Foto: Pratomo Hanindito, cucu Sularso Sopater)

Menjadi kurir logistik, bagi Sularso bukanlah hal yang mudah. Ia harus berjalan kaki sejauh 25 km berkali-kali ke daerah Japanan, Godean Utara yang menjadi markas TP saat itu. Pernah suatu kali, dalam perjalanan ia merasa lapar.  Kemudian ia ingin membeli bubur untuk pengisi perut. Tetapi ketika dia melihat bahwa tempat yang digunakan untuk menaruh bubur bukan wadah biasa tetapi pispot, segera saja rasa laparnya hilang. Ia segera meninggalkan tukang penjual bubur, karena ia merasa tidak bisa makan bubur dengan wadah pispot, sebuah tempat untuk buang kotoran orang sakit di rumah sakit. 

Memiliki Jabatan-jabatan dalam Pemerintahan 

Sebagai Ketua Umum PGI, ia juga mengemban tugas mewakili umat Kristen dalam hubungan dengan pemerintah dan umat-umat beragama yang lain di Indonesia. Dalam kaitan dengan tugas perwakilan ini, Sularso Sopater diangkat sebagai anggota MPR RI (1977 - 1992), Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) 1989 - 1998 (dua periode), Anggota Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional (BPKN) 1989-1993 dan Anggota  Dewan Pertimbangan Agung RI ( DPA RI) thn 1993 - 2003 (dua periode) yang berarti melintasi masa pemerintahan 4 orang Presiden RI yaitu Presiden Soeharto, Presiden B.J.Habibie, Presiden Abdurahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri.  Selain itu, ia juga menjadi wakil Umat Kristen dalam Wadah Musyawarah antar Umat Beragama (WMAUB) yang difasilitasi oleh Menteri Agama RI.

Pada saat Sularso Sopater menjadi anggota, BPPN bekerja sangat aktif, dipimpin oleh Prof. Dr. Max Makaminan-Makagiansar dengan suasana kerjasama yang amat baik.  Ia bekerjasama akrab dengan anggota-anggota BPPN lain, misalnya: Barnabas Suebu SH (Gubernur Irian Jaya), Prof. Dr Quraish Shihab (Rektor IAIN Syarif Hidayatulah, yang kelak menjadi Mentei Agama), K.H. Sahal Mahfudz (Rois Am Nahdlatul Ulama), Drs Mohamad Djasman Al Kindi (Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta) dan tokoh-tokoh lainnya.

Sularso Sopater sejak tahun 1993 menjadi anggota DPA RI (Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia).  Dewan Pertimbangan Agung  adalah  salah satu Lembaga Tinggi Negara, yang memiliki fungsi dan peran strategis dalam sistem ketatanegaraan RI pada waktu itu.  Berdasarkan pasal 16 UUD 45, DPA berkewajiban memberi  jawab atas pertanyaan presiden, dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah.  DPA pada masa jabatan 1998-2003 yang terbentuk pada awal reformasi, lebih bersikap proaktif dan terbuka sesuai dengan semangat dan tuntutan rakyat.

Perhatian Dunia Pendidikan

Sebagai wakil umat Kristen ia memberi perhatian khusus mengenai masalah pendidikan di Propinsi yang waktu itu disebut Irian Jaya (saat ini disebut Papua). Gubernur Bas Suebu saat itu, sebagai anggota BPPN mengundang Tim kunjungan ke berbagai wilayah pedalaman, untuk menunjukkan problem-problem yang harus diatasi. Dengan mata dan hati Sularso Sopater mencoba memahami kesenjangan-kesenjangan yang terjadi. Ia belajar memahami kesenjangan budaya yang harus dijembatani. Bagaimana sekolah dasar dapat diselenggarakan, tatkala anak-anak usia sekolah harus ikut orang tua mereka mencari makan dengan meramu hasil hutan seadanya? Apakah sekolah berasrama mejadi solusinya?

Ia saat itu mengagumi usaha seorang guru asal Tapanuli Utara, yang mendirikan sekolah berasrama dengan pendekatan budaya daerah berbentuk "kampus honay", dikitari dengan kebun sayuran dan kolam-kolam ikan untuk melatih berswasembada pangan.  Ia juga sangat mendukung pola berfikir kreatif dalam pembangunan sekolah-sekolah dengan bahan-bahan bangunan kayu yang mudah diperoleh di sekitarnya, dan tidak perlu mengacu pada pola gedung sekolah standar yang harus dibangun dengan menggunakan semen dan batu bata. Di daerah pedalaman, harga semen luar biasa mahal, karena harus diangkut dengan pesawat terbang.

(Tunggu sekuel selanjutnya: Benarkah Sularso Sopater menyumbang emas kepada Presiden Suharto?)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun