Soekinah adalah seorang anak Rangga Kartapoesara, pengawal istana kasunanan Surakarta. Â Soekinah masih punya darah bangsawan, masih keturunan grad ke-8 dari Kanjeng Sunan Amangkurat Kartasura (nama lengkap beliau: Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Hamangkurat Jawa Senapati Ing Ngalaga Kartasura) Sularso ketika bocah, suka memanggil Soekinah dengan sebutan "mbok", sebuah sebutan umum anak kepada ibunya zaman itu. Â Namun saat Ponidi, sang ayah meninggal di kemudian hari, pakdhe-pakdhenya (kakak-kakak lelaki ibunya) menyarankan supaya Sularso memanggil ibundanya dengan sebutan "ibu" karena masih keturunan darah bangsawan itu.
Sularso lahir sebagai anak bungsu dari 8 bersaudara. Â Mungkin faktor menjadi anak bungsu inilah, Sularso lebih dekat dengan ibunya dari pada ayahnya. Â Oleh karenanya Sularso sering mendapat ledekan sebagai "anak simbok". Â Wajah Sularso separo mirip sang ayah, separo mirip sang ibu. Â Postur tubuh mengikuti Ponidi sang ayah, paling tinggi di antara saudara. Â Dalam usia dewasa tinggi Sularso mencapai 171 cm.
Membantu Tentara Gerilya
Keremajaan Sularso adalah sebuah berkah. Sularso dengan wajah dan perawakan remajanya, tidak dicurigai oleh tentara Belanda. Oleh karena itulah, Sularso kemudian menjadi kurir logistik.Â
Sularsolah yang disuruh oleh ibunya mengantar kebutuhan sehari-hari kepada kakaknya, Basuki dan Marmohadi dan juga teman-temannya di Brigade 17.Â
Ia biasanya pergi bersama temannya Tono Amboro yang adalah adik dari kawan satu regu abangnya (Tono Amboro kelak menjadi perwira polisi). Sularso menyembunyikan perlengkapan mandi, obat-obatan, surat-surat, tembakau dan kebutuhan lain di balik bajunya.Â
Sambil membawa alat pancing, supaya ada kesan seolah-oleh akan pergi memancing, Sularso melintasi pos-pos penjagaan yang letaknya di pertigaan jalan Magelang dan jalan Cemara Jajar bagian ujung di wilayah Jetis. Â
Di pos penjagaan itu, tentara Belanda  bersiaga jaga dengan membawa senjata laras panjang dengan bayonet terpasang dalam sikap siap tempur!  Sularso berkali-kali melintasi pos penjagaan tersebut, tidak pernah diperiksa dan dia selalu selamat!
Kalau ia tiba di markas TP, maka ia disambut dengan sukacita oleh para anggota TP. Setelah menerima barang bawaan Sularso, anggota TP kemudian ada yang segera membuat rokok lintingan (tingwe=nglinthing dhewe, Jw.). Kemudian satu rokok tingwe dihisap secara bergantian, supaya hemat.Â
Keterlibatan Sularso sebagai "kurir logistik" inilah yang membawa kedekatan hubungan dengan Radius Prawiro. Hingga dikemudian hari, saat Sularso menjadi Ketua Umum PGI dan Radius Prawiro menjadi Ketua Majelis Pertimbangan PGI, saat Sularso membangun rumah, maka Radius Prawiro memberi pinjaman uang kepada Sularso tanpa bunga.