Susilo Toer, Pemulung Sampah dengan Filosofi Global
Oleh: Suyito Basuki
Suatu malam, seorang laki-laki tua memarkir motor di depan sebuah toko pakaian di kota Blora. Â Segera saja laki-laki, yang tak lain Susilo Toer mendekati tempat sampah toko itu, serta mengambil sampah berupa plastik, kertas yang terdapat di dalamnya. Â Orang menyebut, pekerjaan seperti itu adalah sebagai pekerjaan memulung atau memungut sampah. Â Orang yang melakukan pekerjaan tersebut disebut pemulung.Â
Bargaining Power
Ditemui di kediamannya, di kelurahan Jetis kecamatan Blora kota, Susilo Toer yang adalah lulusan S3 bidang ekonomi di Universitas Pleikanov Rusia ini, sampai saat ini masih cari rongsokan, tiap malam. Â "Tadi malam paling sepi, karena habis Lebaran," demikian ujarnya. Â Setiap malam ia mengambil sampah di kota Blora, berkeliling dengan motor bututnya, termasuk mengambil sampah di depan sebuah toko pakaian, sebelah rumah ibu mertua.Â
Susilo Toer mengaku, "bronjong" yang diletakkan di jok motornya, kadang-kadang penuh, kadang-kadang kosong. Â Apa saja sampah yang laku dijual diambilnya. Â Pengambil barang datang ke rumahnya untuk membeli. Â Dengan demikian Susilo Toer dapat menawarkan harga sampah itu sesuai dengan keinginannya. "Saya tidak pergi menjual ke mereka, merekalah yang datang ke sini untuk membeli. Â Kalau saya yang menjual dengan harga mereka saya nggak mau, harus dengan harga saya. Â Itu kan berarti saya punya bargaining power," kata Susilo Toer bersemangat. Â "Jadi saya bukan budak mereka, mereka yang membeli, mereka yang butuh," demikian terang Susilo Toer selanjutnya.
Penyelamat Dunia
Bagi Susilo Toer yang adalah adik dari pengarang kondang, Pramudya Ananta Toer, seorang pemulung memiliki nilai yang tinggi. Â Seorang pemulung bisa dikatakan menurutnya adalah penyelamat dunia dari kubangan sampah.Â
"Tapi bukan masalah jual beli sampah saja. Â Kalau Anda perhatikan, pemulung itu penyelamat dunia,"demikian ujarnya. Â " Saya satu malam 2 Kg plastik. Â Di Blora ada 50 pemulung. Â Jadi kalau dapatnya sama 2 Kg akan menjadi 100 Kg. Â Di Indonesia ada setengah juta pemulung. Â Jadi berapa, 1 juta kilogram. Â Di dunia ada 5 juta pemulung, jadi 10 juta Kg plastik, apa ngga penyelamat dunia itu? Â Itu satu hari lho dan itu baru plastik, belum koran, belum besi, belum kardus, yang bisa mengotori bumi. Â Jangan lihat pekerjaannya," urai Susilo Toer dengan berapi-api.
Dengan nada bicara turun, Susilo Toer pernah direndahkan oleh seorang mantan pejabat di kotanya, gara-gara penghidupannya sebagai pemulung.