Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenangan Mudik Masa Kanak, dari Bus Esto hingga Sontoloyo

30 April 2022   06:47 Diperbarui: 30 April 2022   06:54 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stanplat/ Terminal Salatia masa lalu (Sumber Foto: salatigakota.go.id)

Kenangan Mudik Masa Kanak, dari Bus Esto hingga Sontoloyo

Oleh: Suyito Basuki

Dari sebuah stasiun radio yang biasa memantau dan menginfokan kondisi lalu lintas di kota Semarang dan sekitarnya, kami dari radio mobil, mendengar ada seorang bapak yang bertanya.  

Dia dari Semarang ingin bepergian ke kota Salatiga hari Jumat sore, 29 April 2022 kemarin.  Jawaban penyiar, menyarankan supaya bersiap-siap untuk menghadapi kemacetan, baik di jalan tol arah Tembalang maupun jalan Ungaran ke arah Bawen.  

Kebetulan memang kami sedang melewati jalan tol Tembalang ke arah Kaligawe Semarang.  Kami melihat iring-iringan kendaraan yang merambat pelan pada jalan tol ke arah pintu tol Tembalang  yang menanjak.  

Dua orang polisi berdiri di atas pagar beton pembatas jalan yang tinggi, mengatur jalannya arus lalu lintas.  Kami sebelumnya juga melewati jalan regular dari Bawen ke Ungaran hingga masuk di jalan tol Tembalang.  

Sejak di daerah Babadan Ungaran, hingga sampai Ungaran, kendaraan mobil sudah mulai padat merayap.  Mungkin karena tanggal 29 April hari ini atau 30 April dimulainya cuti pegawai pemerintah dan swasta, maka banyak pemudik yang mulai melakukan perjalanan mudiknya ke Salatiga, Boyolali, Solo dan kota-kota lainnya yang ada di bagian selatan daerah Jawa Tengah atau kota-kota yang ada di Jawa Timur seperti Ngawi, Madiun dan lain-lain.

Melihat arus mudik dimana jalanan dipenuhi dengan kendaraan utamanya mobil-mobil pribadi, saya jadi ingat di tahun 1970-an, ketika masih usia kanak sering diajak mudik oleh keluarga ke "desa", yakni desa Dompon Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.  

Dulu kami menyebutnya daerah tersebut dengan sebutan "Salatiga".  Perihal asal-usul leluhur kami yang berasal dari daerah "Salatiga" tersebut sudah saya ceritakan pada artikel Kompasiana sebelumnya dengan judul: Mrema Menjelang Lebaran Sebabkan Melambungnya Harga dan Urbanisasi. 

Kalau saat kemajuan zaman ini, jalan di mana-mana diperlebar serta jalan tol dibangun, pada tahun 1970-an itu jalan raya masih terbatas dan sempit. 

Seperti misalnya jalur bus dari Semarang ke arah Solo, setelah dari Terminal Tegalwareng, ke arah tanjakan Gombel baru masuk Banyumanik seterusnya ke Ungaran, Salatiga, Boyolali dan Solo.  

Demikian pula sebaliknya jika dari arah Solo menuju Semarang.  Kalau sekarang ini jumlah kendaraan, baik umum maupun pribadi semakin meningkat dari waktu ke waktu, jaman tahun 1970-an itu, kendaraan umum sangat terbatas sekali demikian pula kendaraan pribadi.  Sehingga berdesak-desakan ria di bus saat mudik di hari menjelang Lebaran, sudah menjadi pemandangan yang lumrah dan biasa.

Bus Esto dari Berdinding dan Berlantai Kayu

Untuk mencapai daerah Suruh, maka sesampai di Stanplat Salatiga yang terletak di daerah Taman Sari, maka kami akan berganti kendaraan mobil angkutan umum yang dulu disebut sebagai opleet atau bus dari peruhaan bus Esto.  

Sekedar info tambahan saja, bahwa di lokasi stanplat atau sekarang lebih dikenal dengan dengan Terminal ini, saat sekarang ini telah dibangun pertokoan.  

Saat ini di depan pertokoan  terdapat sebuah bangunan  hotel megah, Hotel Wahid namanya.  Seingat saya, stanplat itu dulu berada di lokasi lebih rendah dari jalan raya.  Di stanplaat itu selain oplet, juga ada dokar-dokar pengangkut penumpang dengan tujuan beberapa desa di Salatiga.  

Dengan demikian, selain bau asap kendaraan bus, yang saat itu kadar emisinya mungkin cukup banyak karena warna asap yang kehitam-hitaman, juga bau kencing kuda penarik dokar cukup menyengat. 

Stanplat/ Terminal Salatia masa lalu (Sumber Foto: salatigakota.go.id)
Stanplat/ Terminal Salatia masa lalu (Sumber Foto: salatigakota.go.id)

Bus Esto yang dinding dan lantainya terbuat dari kayu ini menjadi rebutan para penumpang.  Saya dalam usia kanak, dimasukkan oleh keluarga di bagian tengah, berhimpit-himpitan dengan penumpang dewasa lainnya.  

Seringkali pandangan mata ini hanya sampai pada pantat atau perut orang dewasa yang ada di sekitar.  Bau keringat para penumpang bus yang berdiri karena tidak mendapat tempat duduk jangan ditanya.  Apek baunya!  

Tetapi hal itu bukan menjadi soal di zaman itu.  Yang penting dapat kendaraan untuk sampai di tempat tujuan yang diharapkan, itu hal yang paling utama.  

Dalam kondisi berdesakan seperti itu, saya berusaha bertahan, orang tua yakni paman, bulik, bapak akan menjadi tameng supaya tubuh saya yang kecil, karena masih kanak tidak sampai terhimpit ekstrim yang bisa menyebabkan kesulitan bernafas.

Karena bus Esto ini terbuat mayoritas dari bahan papan, maka saat roda bus mengenai lobang jalan, maka suara yang muncul dari body bus adalah: glodhak, glodhak gitu.  

Kalau sekarang ini body bus sudah terbuat dari logam yang tidak gampang berkarat dan yang dimungkinkan tidak bersuara atau gemerisik saat ban bus menghantam lobang di jalan.  

Karoseri bus Laksana Ungaran membuat body bus dari 5 komponen yakni 

1. Pipa dan pelat besi hitam (tanpa coating), 

2. Pipa dan pelat besi + cat primer sebagian besar karoseri di Indonesia masih menggunakan pipa dan pelat yang menggunakan lapisan antikarat hanya menggunakan cat primer, 

3. Pipa dan pelat besi galvanealed pipa dan pelat besi yang telah digunakan melalui proses galvanealed ini akan mendapatkan lapisan zinc setebal 1,8-2,6 mikron. Dengan ketebalan ini, pelat atau pipa galvanealed dapat bertahan di dalam SST selama lebih dari 50 jam. 

4. Pipa dan pelat besi electroplating dan 5. Pipa dan besi pelat hot dip galvanealed. Pipa dan besi yang telah melalui proses hot dip galvanealed akan memiliki lapisan zinc dengan ketebalan 80-140 micron. Dengan ketebalan ini hot dip galvanealed pelat atau pipa dapat bertahan dalam SST selama lebih dari 3.000 jam. (Bisnis.com 19 September 2017)

Karoseri Adiputro Magelang, David Jethrokusumo, Direktur PT Adiputro Wirasejati membuat body bus dengan material Mild Steel yang dikombinasikan dengan Galvanized Steel Plate.  (GridOto.com. 6 Maret 2020) 

Dengan materi-materi ini yang menjadi bahan dasar pembuatan bus, maka bus selain bersuara halus saat dalam goncangan juga pembuatan body bus lebih plastis dan modis.  

Hal ini beda jauh dengan bus Esto yang karena bentuknya yang kaku dengan moncong panjang dengan badan bus dicat dengan warna hijau.  Bus Esto sering disebut si kodok hijau karena bentuk dan warnanya itu  

Namun meski demikian, bus ini pada masanya sangat berjasa bagi penumpang, khususnya yang akan mudik ke daerah Salatiga dan sekitarnya, termasuk Suruh di dalamnya.

Bertemu Sontoloyo

Setelah Bus Esto ini sampai di Terminal Suruh, maka untuk sampai di daearh yang kami tuju, kami harus naik dokar.  Daripada naik dokar, kami lebih sering berjalan kaki.  Meski perjalanan mencapai 3-4 kilo untuk mencapai desa kami, namun saat itu saya merasakan kesenangan yang luar biasa.

Saya suka sekali dengan hamparan sawah yang membentang di sebelah kiri dan kanan jalan. Bau padi yang harum menembus rongga hidung beraroma sedap.  Udara terasa segar karena masih terbebas dari polusi.  Suasana tenang, sesekali kami dengar suara "ketuplak, ketuplak" kaki kuda yang bersepatu tengah menarik dokar yang kadang meringkik karena disabet cambuk oleh kusirnya.

Sontoloyo, penggembala bebek (Sumber Foto: mitrausahatani.com)
Sontoloyo, penggembala bebek (Sumber Foto: mitrausahatani.com)

Yang tak kalah menarik pada saat perjalanan itu adalah saat saya melihat iring-iringan binatang jenis unggas, yakni bebek.  Puluhan bahkan mungkin ratusan bebek berbaris rapi di pematang, kemudian turun ke lahan sawah yang habis di panen. 

Suara mereka yang berkwak-kwek-kwak-kwek seperti paduan suara dengan jenis suara tenor, sopran, alto dan bass membawakan sebuah lagu nada harmonis ditingkah nada enharmonis dalam irama kadang lambat kadang cepat. 

Di depan, di tengah ataupun di belakang iring-iringan bebek itu ada seseorang yang mengkomando iring-iringan bebek itu untuk menuju ke suatu tempat yang berpotensi untuk bebek-bebek tersebut mendapatkan makanan.  

Orang yang sedang melakukan tugas itu, menurut khasanah budaya Jawa, sebagaimana yang dikutip oleh wikipedia disebut "sontoloyo" yakni menunjuk orang yang menggembalakan itik atau bebek.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata "sontoloyo' berarti sesuatu yang konyol, tidak beres, bodoh.   Dalam keseharian sekarang ini, kata "sontoloyo" kadang digunakan untuk mengumpat seseorang dengan maksud untuk merendahkannya.  Misal orang dewasa mengumpat seorang anak, "Dasar bocah sontoloyo!"

Dhalang Ki Narto Sabdo dalam gendhing dolanannya sepertinya menggunakan kata "sontoloyo" untuk pengertian yang sebagaimana yang disebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.  Lihatlah cuplikan gendhing dolanan Sontoloyo

Aja nglokro, kaya sontoloyo, yen ngono, yen ngono, kowe kebanjur bodho... (Jangan nglokro seperti sontoloyo, kamu terlanjur bodoh)

Penyanyi Happy Asmara pun memaknai kata "sontoloyo" dengan pengertian yang negatif. Dengarlah lagunya "Sontoloyo": Sontoloyo...sontoloyo Sontoloyo...sontoloyo cintamu sontoloyo bikin cintaku loyo...

Itu pemahaman masa kini tentang kata "sontoloyo" itu.  Tapi pada masa kanak dulu, saya melihatnya sontoloyo itu pekerjaan yang sangat luar biasa, bisa menggiring bebek yang dengan tertib berjalan berurutan, dari kejauhan tak ubahnya seperti tali yang bergerak-gerak, berbaris maju dengan teratur. Luar biasalah pekerjaan sontoloyo itu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun