Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ngronde Lagi Meski Tanpa Boby

24 April 2022   09:33 Diperbarui: 24 April 2022   19:47 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empat Sekawan (Sumber Foto: faceboook.com)

Ngronde Lagi Meski Tanpa Boby

Oleh: Suyito Basuki

"Ayo kita ngronde lagi," telpon Budi dari kota seberang.  Budi adalah salah satu anggota geng belajar kami.  Waktu kami sekolah di sekolah lanjutan atas, kami membuat geng belajar Babnos.  Kata Babnos itu singkatan dari anggota geng, yakni: Budi, Agus, Boby, Tono dan Suro.  

Kegiatan kami waktu itu kumpul untuk belajar, menghafal pelajaran dan mengerjakan tugas ketrampilan bersama-sama.  Karena menjadi geng ini, aku bisa tahu rumah Budi karena aku ke rumahnya untuk minta bantuan ibu Budi menjahitkan tugas membuat baju.  Waktu itu ada pelajaran ekstra kurikuler ketrampilan membuat baju di sekolah.

Rusman, ketua kelas kami nampaknya iri dengan kebersamaan kami.  Mungkin masalah kedekatan kami dengan Ina, kembang kelas yang pintar dan cantik itu.  Tiba-tiba saja Rusman menantang kami berkelahi. "Ayo Suro, kamu dengan keempat gengmu itu lawanlah aku," katanya padaku .  Rusman perawakannya tinggi serta dia mengikuti kegiatan olah raga beladiri karate di sekolah.  

Aku secara diam-diam juga mengikuti olah raga bela diri pencak silat di sebuah perguruan silat di kota tempat kami belajar ini.  Tetapi rasanya aneh kalau kami bertengkar gara-gara masalah sepele ini.  Akhirnya kami menjauh dari Ina, supaya tidak ada masalah antar kami dengan Rusman.

Kami geng Babnos setelah lulus melanjutkan kuliah dan bekerja di berbagai kota.  Setelah 30 tahun berpisah, kami bertemu dalam reuni sekolah.  Aku termasuk orang yang bahagia bisa bertemu dengan rekan-rekan semasa sekolah lanjutan dulu terutama bisa ketemu geng belajar Babnos lagi.  Kami semua sudah berumur setengah abad lebih.  Setelah acara reuni itu, kami ketemu lagi.  Berlima kami minum ronde yang memang menjadi kuliner khas di kota ini.

Aku sebutkan ya satu persatu geng belajar Babnos. 

Yang pertama Budi.  Budi saat ini menjadi kepala sekolah SD di kota ini.  Istrinya cantik memakai hijab.  Budi juga mempunyai usaha toko yang menjual alat-alat rumah tangga, termasuk meubel kebutuhan rumah tangga.  Belum lama ini Budi sakit stroke, masuk rumah sakit untuk perawatan kesehatan.  Sekarang sudah sembuh, sudah kembali beraktifitas mengajar dan jualan di tokonya. 

Yang kedua Agus.  Agus juga menjadi kepala SD di kotanya.  Agus suka sekali lagu-lagunya Ebiet sama dengan aku.  Kesukaannya dulu kemana-mana bawa gitar.  Berpacaran dengan Lies rekan sekelasku, namun akhirnya gagal.  Lies lebih memilih laki-laki yang lebih muda darinya dan jauh lebih muda daripada Agus. 

Yang ketiga Boby.  Boby setelah lulus dari sekolah lanjutan, kerja di sebuah proyek perkebunan di luar pulau.  Berbagai pekerjaan di perkebunan pernah ia lakukan seperti mengoperasikan kendaraan traktor, truk dump, pekerjaan administrasi di kantor dan lain-lain.  Setelah itu Boby pindah kerja di kantor ekspedisi di kotanya.  

Boby pernah selingkuh dengan seorang wanita teman kantornya.  Istrinya tahu dan sejak saat itu, Boby tidak pernah membawa HP android, istrinyalah yang memegang HP itu.  Semula aku heran, balasan terhadap WA-ku kok lama sekali, mengirim pagi, sore harinya baru dibalas.  Dulu Boby ini bertubuh gemuk.  

Reuni kemarin aku amati tubuhnya kurus.  Kesanku terhadap Boby, meski sekarang ini Boby seperti tertekan hidupnya karena permasalahan keluarga, namun kebaikan hatinya masih seperti dulu. Contoh saja, setelah usai kami meminum ronde bersama-sama, Bobylah yang melarang siapa pun untuk membayar; Boby sendirilah yang membayar seberapa pun banyak harga ronde itu.  Tak kusangka, berita bulan lalu, Boby meninggal dunia karena sakit jantung yang dideritanya kambuh dan tak tertolong lagi.  Aku tidak bisa menghadiri pemakamannya.

Yang keempat Tono.  Tono suka menggambar kartun sejak di sekolah lanjutan.  Saat kami ketemu, dia bekerja di sebuah penerbitan koran sebagai wartawan di luar pulau.  Dia bercerita bahwa menjadi wartawan di tempatnya gampang cari duit.  Jika ada proyek bangunan sekolah atau apa saja, dia datang dengan alasan wawancara, pasti pulangnya mendapat amplop yang lumayan.  Besarannya tergantung besar kecilnya proyek bangunan tersebut.

 Yang kelima Suro, aku sendiri.  Setelah sekolah lanjutan selesai, aku seperti rekan yang lain, melanjutkan kuliah.  Tetapi belum selesai, ayah meninggal, sehingga sebagai anak tertua aku kemudian pulang ke rumah, meneruskan pekerjaan ayah sebagai seorang nelayan di kota kami.  

Makanya waktu reuni kemarin, rekan-rekan bertanya,"Kok kulitmu menjadi semakin hitam Sur?" Aku diam saja terhadap pertanyaan mereka, pura-pura tidak mendengar saja.  Meski kulitku hitam toh istriku berkulit putih, keturunan orang kota yang entah mengapa kecantol orang desa seperti aku. 

"Ayo kita ngronde lagi," suara Budi di telpon membuyarkan lamunanku.  "Menjelang Lebaran ini kalau bisa kita berempat ketemuan di tempat warung ronde biasanya ya." Budi berkata seperti memaksa.  "Setelah itu kita ke rumah Boby, kita ucapkan bela sungkawa kepada istri Boby." Rekan-rekan yang lain: Agus dan  Tono mengirimi pesan WA.  Ayo Sur kita ketemu tanggal sekian, kita ngronde lagi, sambil ngobrol-ngobrol.  Aduh, ngronde lagi, meski tanpa Boby?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun