Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jangan Gampang Ubah Nama, Sungguh Repot di Masa Depannya

12 April 2022   06:14 Diperbarui: 12 April 2022   19:01 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Kependudukan (Sumber Foto: disdukcapil.pontianakkota.go.id)

Ini sebuah kisah nyata tentang pengubahan nama yang berujung pada kesulitan-kesulitan, namun nama disamarkan karena terkait dengan privacy.

Kawin Cerai dan Ubah Nama

Poniyem menikah dengan Joko di KUA. Usai menikah tentu saja mereka memiliki kartu nikah atas nama Joko dan Poniyem. Mereka sah sebagai suami istri. Mereka kemudian mempunyai seorang anak yang diberi nama Satria. 

Joko dan Poniyem kemudian mengurus akte kelahiran Satria tersebut.

Dengan demikian maka terbitlah akte kelahiran yang bunyinya, telah lahir seorang anak bernama Satria, tanggal sekian, bulan sekian, tahun sekian; anak tersebut lahir dari pasangan orang tua yang bernama Joko dan Poniyem.

Karena sebuah masalah keluarga, Joko dan Poniyem melakukan perceraian. Sehingga kemudian terbitlah akte perceraian antara Joko dan Poniyem.

Poniyem kemudian menikah lagi dengan Sumantri di KUA, sehingga terbitlah surat nikah antara Sumantri dan Poniyem. Dengan demikian Satria kecil memiliki bapak tiri yang bernama Sumantri.

Tidak berapa lama, karena terjadi perselisihan dalam keluarga, Poniyem dan Sumantri bercerai. Maka terbitlah surat cerai antara Sumantri dan Poniyem. Mereka belum dikaruniai anak. 

Selang berapa waktu, Joko dan Poniyem kembali berkomunikasi. Entah apa pertimbangannya, Joko, mantan suami Poniyem, mengajak nikah kembali Poniyem.

Joko yang berlatar belakangkan agama Kristen, mengajak Poniyem menikah secara peneguhan di gereja dan dicatat sipil di kantor Disdukcapil di kota Joko bermukim.

Poniyem tidak keberatan dengan ajakan Joko tersebut. Joko juga mengusulkan supaya nama Poniyem diubah karena Joko merasa malu dengan nama Poniyem, mantan istrinya yang hendak dinikahinya kembali tersebut.

Joko mengusulkan supaya nama Poniyem diubah menjadi Mulyani, dengan imbuhan nama baptis Theresia.

Sehingga nama lengkap Poniyem menjadi Theresia Mulyani. Namun dalam akte pernikahan hanya ditulis, telah menikah Joko dan Mulyani.

Persoalan Muncul

Anak semata wayang Joko dan "Mulyani", Satria, sudah beranjak dewasa. Saat ini Satria berumur 22 tahun. Sudah bekerja pada orang asing sebagai driver di luar kota. Satria telah menjalin hubungan pacaran dengan Fitri dan tahun ini mereka hendak menikah. 

Adapun syarat administrasi yang harus mereka lengkapi adalah antara lain: foto copy KTP calon pengantin, foto copy akte kelahiran dan foto copy KK serta foto copy KTP kedua orang tua.

Di sinilah kemudian masalah muncul. Foto copy akte kelahiran menunjukkan informasi bahwa Satria ini anak dari pasangan Joko dan Poniyem. Sedangkan foto copy KK menunjukkan bahwa Satria ini anak dari Joko dan Muliani. Jelas bukan anak Joko dan Poniyem.

Repotnya lagi ternyata, di foto copy KTP tertulis ibu Satria bernama Muliani, bukan Mulyani. 

Ternyata entah bagaimana, bisa jadi hal itu kesalahan dalam penulisan saat pembuatan KTP. Bukan Mulyani, tetapi Muliani yang tertulis. Jelas berbeda antara Mulyani dengan Muliani. Nama Muliani yang tertera di KTP sudah tercatat di desa sebagai warga yang menerima bantuan dari desa.

Lalu nanti dalam penyebutan kutipan akte perkawinan saat dibaca petugas, Satria ini anak pasangan Joko dan Poniyem (sesuai akte kelahiran) atau anak dari Joko dan Muliani (sesuai KK dan KTP orangtua)?

Tradisi Ganti Nama

Di Jawa, pada jaman dahulu ada tradisi ganti nama. Ada nama masa muda dan nama masa tua. Misal pada waktu lahir dan mudanya bernama Ali, pada masa tuanya bisa berganti dengan nama yang lebih berkesan tua dan berwibawa.

Misalnya nama Ali kemudian diubah menjadi Wangsadimeja, sehingga panggilannya bukan mbah Ali, tetapi mbah Wangsa. Keren kan?

Ada juga penggantian nama anak karena anak tersebut kondisinya sakit-sakitan terus. Pada pemandangan orang tua jaman dulu, anak tersebut kemungkinan tidak kuat, terlalu berat mengenakan nama lahirnya, sehingga perlu disederhanakan saja namanya.

Sehingga terjadilah, nama anak semula Surya Leksana Nata diubah menjadi Parjo; semula bernama Susana Putri Dewi menjadi Usreg dan lain-lain.

Nama-nama yang ringan antara lain bisa mengambil nama alat-alat masak dapur seperti Cething, Siwur dan lain-lain; bisa juga nama-nama hari pasaran Jawa: Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Pahing atau nama-nama hari: Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu (Ahad/ Ngad). Maka kadang terjadi namanya Kemisan, padahal lahirnya hari Jumat.

Penggantian nama dari nama berkesan berat menjadi nama berkesan ringan ini apakah ada kaitannya dengan cerita pewayangan atau tidak, belum bisa dipastikan.

Memang ada cerita wayang yang mengisahkan para dewa tidak berkenan dengan nama yang seorang tokoh yang bernama Pandhu Dewanata dan anaknya yang bernama Puntadewa. 

Mengapa para dewa tidak berkenan, karena kedua tokoh itu menggunakan kata "dewa" sebagai bagian dari nama mereka.

Bagaimana Penyelesaian Ubah Nama?

Saat akan dilakukannya pecatatan pernikahan, maka harus jelas nama-nama pihak yang terkait dengan pencatatan pernikahan tersebut. 

Pihak terkait tersebut adalah nama pasangan yang akan menikah, nama kedua orang tua pasangan menikah, dan nama-nama saksi yang dihadirkan.

Jika nama orang tua tidak sesuai dengan akte kelahiran dan dokumen lainnya seperti akte pernikahan orang tua, harus disesuaikan lebih dahulu.

Pengubahan nama hanya bisa dilakukan dengan penetapan orang yang sama atau perbaikan akte lahir dan akte pernikahan orang tua oleh pengadilan negeri setempat.

Dalam kasus yang terjadi pada Satria dan orang tuanya disarankan oleh pegawai Disdukcapil supaya mengajukan sidang di pengadilan, guna mendapatkan rekomendasi perbaikan akte kelahiran dan perubahan akte perkawinan orang tuanya. 

Nama ibu yang dipertahankan adalah Muliani. Dengan adanya penetapan pengadilan nanti bunyi akte kelahiran Satria adalah: telah lahir seorang anak bernama Satria dari pasangan yang bernama Joko dan Muliani, bukan Joko dan Poniyem. 

Dalam akte perkawinan orang tua pun juga nanti akan terbit akte perkawinan yang menerangkan: telah terjadi peristiwa pernikahan antara Joko dan Muliani, bukan Joko dan Mulyani.

Satria telah menghubungi pengadilan negeri dan mendapat beberapa informasi penting terkait dengan hal itu, termasuk biaya yang dikeluarkan untuk sidang dan penetapan ganti nama. Saya dengar, biaya semua itu tidak lebih dari 300 ribu rupiah. Semoga benar biayanya segitu. Murah sih sepertinya biayanya, tetapi repotnya ngurus itu, bukan main, bikin bingung banyak orang.

Makanya jangan gampang-gampang ganti atau ubah nama ya? Kasihan anak-anak di masa depannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun