Tetapi ngomong-ngomong soal wanita Filipina nih ya, meski secara postur tubuh mereka hampir sama dengan wanita Indonesia, tetapi rata-rata kulit mereka agak lebih putih. Â Mungkin hampir sama dengan wanita Manado ya. Â Tetapi yang jelas, sikap mereka sangat terbuka. Â Dengan penguasaan bahasa Inggris yang bagus, mereka mudah bergaul dengan lelaki dari negara mana pun. Â
Wanita-wanita Filipina ini menurut pengamatan saya selama 3 minggu di tempat pelatihan, mereka suka acara party dan suka dansa atau menari. Â Setiap akhir pekan diadakan semacam talenta show, masing-masing negara menampilkan kesenian khas mereka dan biasanya diakhiri dengan tarian. Â
Di sinilah, wanita Filipina terlihat suka menari atau berdansa, mereka menguasai berbagai jenis tarian modern. Â Kami yang dari Indonesia dan peserta negara lain yang tidak biasa menari mengikuti saja gerak tarian mereka.
Materi pelatihan perdamaian  yang diberikan selama 3 minggu, disampaikan oleh para pengajar dari berbagai negara dengan cara-cara mengajar yang menarik. Â
Seperti Wendy Kroeker Direktur pada Canadian School of Peace Building serta pengajar pada Studi Transformasi Perdamaian dan Konflik di Departemen Universitas Mennonite di Winnipeg, Canada. Â Wendy yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun sebagai mediator komunitas, pengajar transformasi konflik, manajer program perdamaian dan manajer program pengembangan proyek internasional, mengajar dengan santai tetapi semangat. Â
Role playing adalah salah satu metode yang ia terapkan. Â Jadi misalnya kami dibagi menjadi dua kelompok. Â Satu kelompok adalah sebuah negara yang bertahan, kemudian kelompok yang lain sebagai pihak pemberontak. Â Setelah "perang" berkecamuk, maka datanglah seseorang yang memiliki pengaruh yang menyarankan adanya resolusi perdamaian.Â
Dari beberapa pelajaran yang ada, saya mengambil pelajaran antara lain dengan topik Interreligious Peacebuilding: Approaches for Cooperation, Social Cohesion and Reconciliation. Â
Saya mengambil pelajaran ini karena memang di Indonesia seringkali terjadi konflik dengan dimotivasi oleh perbedaan pandangan agama. Â Tujuan pelajaran ini adalah pada prinsipnya mengenali dan memahami dasar-dasar agama yang dianut dalam rangka mengupayakan perdamaian dalam suatu konflik. Â
Oleh karena itu, pada saat tugas kerja kelompok, setiap kelompok diminta untuk menulis dasar-dasar ayat atau ajaran agama/ kepercayaan kami masing-masing yang dapat menjadi kontribusi terhadap perdamaian terhadap konflik yang ada. Â Kemudian kelompok diminta untuk menerangkan ayat atau dasar agama/ kepercayaan yang kami cantumkan di lembar panel tersebut. Â Seorang pengajar di topik ini adalah Shamsia Ramadhan. Â
Wanita berjilbab ini bekerja di Catholic Relief Services (CRS) yang berbasis di Kenya . Â Shamsia mengepalai berbagai proyek di beberapa negara yakni proyek pembangunan perdamaian intereligius. Â Dia banyak mempromosikan perdamaian kepada para ekstrimis di Kenya, Uganda, Tanzania, Mesir, Nigeria dan Nigeria.Â