Saya: "Ora ana banyu" (Tidak ada air)
Setan: "Aku njaluk kembang" (Aku minta bunga)
Saya: "Ora ana kembang" (Tidak ada bunga)
Setan: "Aku terna ning nggonku" (Antarkan aku ke tempat asalku)
Saya: "Ayo metu, bali dhewe" (Ayo keluar, pulang sendiri)
Karena segala permintaannya tidak saya turuti, dan saya tidak menggubris dengan segala apa yang dikatakannya, kemudian setan mengintimidasi lebih jahat:
Setan: "Tak Jabut nyawamu!" (Ku ambil nyawamu!)
Saya: "Jabuten!" (Ambillah!)
Perkataan saya yang terakhir, didasarkan pada keyakinan bahwa setan hanya bisa mengintimidasi, sedang yang berkuasa mengambil nyawa seseorang hanya Tuhan saja. Â Keberanian menantang ini muncul karena sejak awal saya punya konsep bahwa pelepasan setan itu harus konfrontasi, bukan kompromi! Â Akhirnya setan itu pun keluar.
      "Hati-hati dengan tayangan mistik di dunia medsos dan televisi masa kini!"  Menonton tayangan jenis ini sebaiknya dengan disertai sikap kritis dalam banyak hal.  Salah-salah kita akan kompromi bukannya konfrontasi dalam pelayanan pelepasan.  Tapi yang sehat bagi saya adalah: konfrontasi bukan kompromi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H