Misalnya group, ditulis dan dibacanya "grup", kemudian kata finish, ditulis dan dibacanya "finis", kata patient ditulis dan dibacanya "pasien", kata quality ditulis dan dibacanya "kualitas" dan lain-lain.
Jika sampai kemudian percakapan terjadi dengan penyelipan bahasa asing wah saat itu bisa dikatakan sombonglah, pamerlah, sok pinterlah, kebarat-baratan atau western-lah dan sebagainya. Â
Dalam lomba pidato misalnya, intervensi banyaknyanya kata-kata asing ke dalam pidato berbahasa Indonesia pastilah menjadikan peserta lomba tidak akan menjadi juara.
Sekarang ini sungguh lain situasinya. Â Bombardir bahasa asing, baik bahasa Inggris, bahasa Mandarin dan bahasa Arab terutama sangat dirasakan. Â Kemajuan teknologi, usaha perdagangan dan keagamaan tidak isa lepas dari ketiga bahasa itu. Â Contoh kutipan percakapan antara Najwa Shihab dan Agnes Monica di atas menunjukkan hal itu. Â
Sering juga dalam percakapan ada juga yang menggunakan kata milad untuk sebuah ulang tahun seseorang atau lembaga; ucapan barakallah fii umrik menggantikan selamat ulang tahun atau happy bithday; semoga khusnul khotimah, adalah sebuah harapan terhadap yang meninggal supaya diterima disisi-Nya; semoga sakhinah, waradhah dan warohmah, ucapan disertai harapan kepada pengantin supaya penuh dengan keberkatan; kata cuan untuk menyebut uang; kata hoki untuk menyebut keberuntungan dan sebagainya.
Suatu Politik Bahasa?
Kalau fenomena berbahasa bilingual itu mau dilihat sebagai politik bahasa, ya bisalah. Â Politik bahasa selalu menilai bahwa bahasa selalu berperang dengan bahasa lain. Â Bahasa yang kalah akan kemungkinan mati atau menjadi sedikit pengguna. Â
Bahasa Indonesia yang akarnya adalah bahasa Melayu menjadi tetap eksis terhadap gempuran bahasa-bahasa lainnya karena keluwesannya dalam menerima masukan atau serapan bahasa asing. Â Pada jaman kolonial Belanda, banyak orang terpelajar fasih berbahasa Belanda. Â
Saat berbahasa Belanda, pribumi merasa memiliki level sosial yang sama dengan para sinyo dan nonik-nonik dan mereka merasa ter terhormat karenanya. Â
Untunglah kolonial Belanda hengkang dari bumi pertiwi ini, kalau tidak, mungkin bahasa Indonesia tidak akan bisa eksis seperti sekarang ini. Â Memang harus diakui banyak serapan kata dari bahasa Belanda yang digunakan pengguna bahasa Indonesia dewasa ini.
Saya pernah mendengar nasihat seorang dosen teologia yang pemerhati bahasa. Â Bahasa itu itu masalah use or lose, digunakan atau tidak digunakan. Â Saat itu memang menjelaskan bagaimana seseorang bisa piawai dalam berbahasa asing: Â bahasa Inggris, Yunani atau Ibrani konteksnya. Â Tetapi saya pikir juga bahwa bahasa yang tidak kita gunakan, bahasa itu akan mati. Â