Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Keelokan Berbahasa Bilingual

14 Januari 2022   08:09 Diperbarui: 14 Januari 2022   08:15 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Najwa Shihab dan Agnes Mo (sumber foto: kapanlagi.com)

Misalnya group, ditulis dan dibacanya "grup", kemudian kata finish, ditulis dan dibacanya "finis", kata patient ditulis dan dibacanya "pasien", kata quality ditulis dan dibacanya "kualitas" dan lain-lain.

Jika sampai kemudian percakapan terjadi dengan penyelipan bahasa asing wah saat itu bisa dikatakan sombonglah, pamerlah, sok pinterlah, kebarat-baratan atau western-lah dan sebagainya.  

Dalam lomba pidato misalnya, intervensi banyaknyanya kata-kata asing ke dalam pidato berbahasa Indonesia pastilah menjadikan peserta lomba tidak akan menjadi juara.

Sekarang ini sungguh lain situasinya.  Bombardir bahasa asing, baik bahasa Inggris, bahasa Mandarin dan bahasa Arab terutama sangat dirasakan.  Kemajuan teknologi, usaha perdagangan dan keagamaan tidak isa lepas dari ketiga bahasa itu.  Contoh kutipan percakapan antara Najwa Shihab dan Agnes Monica di atas menunjukkan hal itu.  

Sering juga dalam percakapan ada juga yang menggunakan kata milad untuk sebuah ulang tahun seseorang atau lembaga; ucapan barakallah fii umrik menggantikan selamat ulang tahun atau happy bithday; semoga khusnul khotimah, adalah sebuah harapan terhadap yang meninggal supaya diterima disisi-Nya; semoga sakhinah, waradhah dan warohmah, ucapan disertai harapan kepada pengantin supaya penuh dengan keberkatan; kata cuan untuk menyebut uang; kata hoki untuk menyebut keberuntungan dan sebagainya.

Suatu Politik Bahasa?

Kalau fenomena berbahasa bilingual itu mau dilihat sebagai politik bahasa, ya bisalah.  Politik bahasa selalu menilai bahwa bahasa selalu berperang dengan bahasa lain.  Bahasa yang kalah akan kemungkinan mati atau menjadi sedikit pengguna.  

Bahasa Indonesia yang akarnya adalah bahasa Melayu menjadi tetap eksis terhadap gempuran bahasa-bahasa lainnya karena keluwesannya dalam menerima masukan atau serapan bahasa asing.  Pada jaman kolonial Belanda, banyak orang terpelajar fasih berbahasa Belanda.  

Saat berbahasa Belanda, pribumi merasa memiliki level sosial yang sama dengan para sinyo dan nonik-nonik dan mereka merasa ter terhormat karenanya.  

Untunglah kolonial Belanda hengkang dari bumi pertiwi ini, kalau tidak, mungkin bahasa Indonesia tidak akan bisa eksis seperti sekarang ini.  Memang harus diakui banyak serapan kata dari bahasa Belanda yang digunakan pengguna bahasa Indonesia dewasa ini.

Saya pernah mendengar nasihat seorang dosen teologia yang pemerhati bahasa.  Bahasa itu itu masalah use or lose, digunakan atau tidak digunakan.  Saat itu memang menjelaskan bagaimana seseorang bisa piawai dalam berbahasa asing:  bahasa Inggris, Yunani atau Ibrani konteksnya.  Tetapi saya pikir juga bahwa bahasa yang tidak kita gunakan, bahasa itu akan mati.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun