Sudah seminggu ini orang-orang desa kami disibukkan dengan rumor adanya macan bumi. Â Macan bumi tersebut berwarna hitam. Â Ia sebesar anjing. Â Bagi yang pernah melihatnya, konon matanya bersinar terang. Â Ia muncul dari sungai utara desa yang sudah kering. Â
Dari gua di bawah pohon ingas, tengah malam macan yang sulit ditebak asal-usulnya itu akan mengendap-endap menyisir sabuk sungai, untuk akhirnya masuk ke desa kami melalui hutan jati yang telah direboisasi. Â Tidak saja mencari minum, tetapi juga mencari ternak penduduk sekitar untukdisantapnya.
Pendapat orang-orang desa kami terbelah menjadi dua. Â Satu pendapat mengatakan bahwa macan tersebut adalah macan sungguhan. Â Karena kemarau panjang, sungai menjadi kering, macan tersebut keluar dari sarangnya untuk mencari air dan makanan. Â
Sebab air tidak didapatkan, maka ia mencakar-cakar dan merubuhkan batang pohon pisang. Â Beberapa pohon batang pisang di belakang rumahku seolah disayat-sayat orang yang menyebabkannya melengkung dan tumbang.Â
Sebagian orang desa berpendapat bahwa macan tersebut adalah hewan jadi-jadian. Â Konon itulah salah satu ilmu orang untuk mencari pesugihan, yakni ilmu untuk menangguk kekayaan dengan cara mistik. Â
Orang yang memiliki ilmu itu, menurut pendapat mereka, memiliki kewibawaan yang luar biasa. Â Baru deheman suaranya saja membuat orang yang mendengar sudah bergetar hatinya. Â
Jika macan itu melalui sebuah rumah, dapat dipastikan uang yang disimpan di dalam rumah tersebut akan mengikuti macan siluman itu. Â Maka jangan heran, jika orang yang memiliki ilmu itu akan cepat kaya luar biasa.
Orang-orang di desa kami hanya menebak-nebak siapa gerangan orang-orang yang memiliki ciri-ciri seperti itu.  Hanya ada satu  orang yang diperkirakan memiliki ilmu macan hitam itu, yakni Pak Maksum, ayah Savitri, gadis molek yang kukagumi.Â
Pak Maksum yang adalah pegawai sebuah kantor pegadaian di kota kami, entah kenapa tiba-tiba saja akhir-akhir ini membangun rumah yang megah. Di tengah desa yang rata-rata orang memiliki rumah yang sederhana, ia buat sebuah rumah dengan gaya spanyol yang memiliki tingkat atas. Â Bahkan, untuk pintu-pintunya, ia buat dengan penuh ukiran dari kayu jati, dia pesankan di kota tetangga yang memang sentra ukiran.Â
Di depan rumah ada taman mungil dengan kolam dan air mancur. Â Serta di teras rumah menghadap ke taman, perabot kayu jati glondongan dengan dibuat sebagai kursi dan mejanya adalah akar kayu jati. Â
Seingatku, baru tiga kali aku duduk di kursi yang eksotik itu. Â Senja hari aku main ke rumah Savitri. Â Kami bertegur sapa biasa sebagaimana seorang sahabat, walau dalam hati aku sebenarnya ingin menumpahkan kerinduan yang menggelegak. Â