Mohon tunggu...
Suyatno
Suyatno Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Teknik Telekomunikasi Telkom University

Hobi ngoprek perangkat IT, ngoding, dan membuat perangkat IoT

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Naik Commuter Alaku: Semurah Apa, Secepat Apa, Seaman Apa dan Senyaman Apa?

1 September 2023   11:41 Diperbarui: 1 September 2023   11:59 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku adalah seorang laki-laki, seorang suami, seorang ayah dan seorang dosen yang dulu statusnya masih dosen LB (Luar Biasa) yang dulu aku harus mengajar di beberapa Perguruan Tinggi untuk mencukupi kebutuhan rumah tanggaku. Aku pikir mengajar 3 Kampus di Jakarta, dan 3 Kampus di Bogor cukuplah untuk memenuhi kebutuhan. Strateginya aku menyusun jadwal dalam satu hari bisa mengajar di 3 tempat yang berbeda, dengan transportasi umum mestinya. Ternyata tidak bisa, entah karena jalanannya macet, entah karena bus kota, metro mini atau angkotnya yang kelamaan ngetem atau nge-time alias menunggu waktu atau penumpang. 

Sehingga praktis waktu perjalanan jadi lama antara 3 sampai 4 jam sekali jalan. Sehingga untuk pulang pergi diperlukan waktu 6 sampai 8 jam, dengan biaya pulang pergi berkisar antara 30ribu sampai 50ribu, dengan kondisi bus metro mini tanpa AC dan penuh dengan copet, masih mending jika hanya penuh penumpang sampai pernah kecopetan di metro mini. Ditambah lagi dengan bau-bauan dari yang sedap wangi sampai bau ketek yang bikin mual, rasanya udah kayak nano-nano bener perjalanan hidup pemburu receh ini.

Sampai akhirnya ada teman yang menyarankan aku naik KRL (Kereta Rel Listrik) ekonomi dulu, tanpa AC, seringnya kita menggunakan AC alami, kalo bukan kipas angin yang ada di KRL, ya angin dari kipas tangan, atau angin dari jendela dan pintu yang memang dulu KRL nya tidak ada pintunya. Untuk KRL ekonomi ini memang sangat murah, hanya 2ribu perak yang tiketnya hanya pake kertas, itupun juga banyak yang ngga bayar, itulah sebabnya banyak penumpang yang naik ke atap kereta yang taruhannya adalah nyawa, Sehingga banyak kasus penumpang kesetrum atau jatuh.

Dibandingkan moda transportasi lain, KRL ekonomi ini lebih menjadi pilihan dibandingkan moda transportasi yang lain, selain lebih murah, waktu perjalanan juga lebih cepat, meski dari keamanan dan kenyamanan masih jauh dari harapan.

Seiring perjalanan waktu, KAI Commuter terus berbenah, dengan masuknya KRL AC dari Jepang, meskipun bukan kereta baru setidaknya sudah lebih nyaman dibandingkan KRL Ekonomi, minimal lebih adem, lebih sejuk dan pintunya bisa ditutup, dengan tarif yang sedikit lebih mahal dari KRL Ekonomi, namun masih tergolong murah dibandingkan mode transportasi yang lainnya, lebih aman dan nyamannya udah dapat. Akibatnya penumpang masih berjubel, dan masih ada kasus satu dua copet yang beraksi.  

Namun sejak pelaku copet yang ke tangkep dipajang di stasiun, rupanya memberikan efek jera. Hanya saja KRL AC dari Jepang ini belum didukung oleh Infrastruktur persinyalan yang baik, terutama persinyalan yang ada di Stasiun Manggarai. Sehingga tak jarang KRL harus menunggu atau berhenti lama dipertengahan antara dua stasiun, karena gangguan sinyal, atau karena antrian masuk stasiun Manggarai yang memang teramat padat, jumlah jalur rel nya tidak sebanding dengan jumlah perjalanan KRL Commuter line.

 Jika dulu perjalananku dengan KAI Commuter masih terdengar apa yang namanya menunggu antrian masuk stasiun, KRL mogok, bahkan KRL tabrakan sebelum single line operation diberlakukan. Dulu, dalam obrolan KRL Mania, muncul celetukan masalah antrian ini baru akan terselesaikan jika jalur di stasiun manggarai ditambah. Namun menambah jalur ke samping sudah tidak memungkinkan, maka yang paling mungkin adalah membuat jalur rel bersusun ke atas atau bertingkat, tepat seperti Stasiun Manggarai sekarang ini. 

Sekarang, hampir tidak ada lagi cerita gangguan sinyal, menunggu antrian, juga sudah jarang terjadi, kalaupun ada ngga pake lama, sehingga perjalananku dengan KAI Commuter menjadi lebih cepat, murah, aman dan nyaman. Ternyata menambah jadwal perjalanan dan menambah gerbong rangkaian dari 6 gerbong menjadi 8,10 bahkan 12 gerbong diikuti oleh bertambahnya jumlah penumpang, yang saat ini sudah mencapai lebih dari 700 ribu penumpang per hari. Sehingga di sini, penumpang perlu pintar memilih waktu yang tepat untuk berangkat dan pulang. Terutama menggeser waktu berangkat lebih pagi dan waktu pulangnya sedikit agak terlambat. 

Bahkan terkadang aku sengaja menunggu waktu untuk sholat maghrib dulu baru jalan pulang, berharap bisa duduk dan tidur, lumayan bisa istirahat satu jam-an. Lantas Naik Commuter Alaku: semurah apa? secepat apa? seaman apa? dan senyaman apa? Ikuti kisah pengalaman dan perjalananku bersama KAI Commuter.  

Semurah Apa naik Commuterline?

Tahu kan dengan uang 6ribu bisa untuk beli apa? Kalau untuk beli gorengan 5ribu dapat 4biji, kalo 6ribu? Bolehlah dapat 5biji buat penglaris. Buat beli bensin pertalite cuma dapat 1/2 liter di pengecer atau pertamini,  kalau buat naik angkot hanya cukup pulang pergi anak sekolah jarak dekat, kalau buat beli rokok cuma dapat 3 batang, kalau buat ngojek pangkalan cuma cukup Dari depan gang masuk ke dalam kompleks, kalo buat mandi bola sama anak ngga cukup, apalagi buat main di istana balon?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun