Banyak orang memiliki TUJUAN UNTUK MENIKAH, tapi sedikit pernikahan YANG MEMILIKI TUJUAN. Â Â Â Â Â Â
Tujuan pernikahan tidak hanya sekedar dilihat dari saya sebagai pusat, tetapi harus dilihat dari sudut Allah sebagai pusat barulah kita akan menemukan tujuan pernihakan. Hal ini karena  Allah yang merancang pernikahan mula-mula pasti mempunyai maksud dan tujuan dalam pernikahan.Â
Untuk itu tujuan pernikahan harus dilihat dari sudut pandang Allah baru kita akan menemukan tujuan pernikahan yang sesungguhnya. Allah yang merancang pernikahan mempunyai maksud dan tujuanNya baik berhubungan dengan diri Allah sendiri, tentu juga berhubungan dengan sang manusia sebagai suami istri.
Menyenangkan Hati Tuhan
Tuhan menciptakan laki-laki kemudian menciptakan wanita lalu mempersatukan mereka dalam pernikahan yang kudus. Apa reaksi Tuhan ketika melihat pernikahan yang berlangsung dimana Adam telah menemukan seorang penolong yang sepadan dengan dia sehingga Adam tidak sendirian lagi.Â
Baca juga: Waspada Terjebak "Black Circle" Pernikahan antara Resepsi, Gengsi, dan Jeratan Utang
Reaksi Tuhan dapat kita lihat dalam Kejadian 1:31 di mana Tuhan berkata 'sungguh amat baik'. Ketika Dia selesai menciptakan tiap-tiap isi dari alam semesta ini, Allah selalu berkata 'baik' (Bandingkan Kejadian 1:10, 12, 18, 21, 25). Namun setelah Ia menciptakan manusia laki-laki dan perempuan lalu Allah memberkati mereka kemudian berfirman supaya mereka beranak-cucu dan Allah memberikan mandat untuk menaklukkan bumi ini, kemudian Tuhan mengatakan 'sungguh amat baik' (Kejadian 1:31).Â
Dengan demikian tujuan pernikahan adalah untuk menyenangkan hati Tuhan, karena disitulah kedua insan manusia dapat hidup saling mengasihi lebih dalam atau lebih intim lagi. Namun sayang, banyak pernikahan hari ini hanya untuk menyenangkan hati kita sendiri atau hati orang lain tanpa mempedulikan menyenangkan hati Tuhan.Â
Allah pasti geleng-geleng kepala dan merasa sedih dengan banyak pernikahan hari ini karena tidak sesuai dengan apa yang dicanangkanNya. Tujuan pernikahan kita bila bisa menyenangkan hati Tuhan pasti akan menyenangkan kita dan sesama atau suami istri, sebaliknya pernikahan yang hanya menyenangkan diri sendiri dan manusia belum tentu menyenangkan Tuhan, dan kesenangan pernikahan yang tidak menyenangkan hati Tuhan adalah kesenangan yang semu.
Mencerminkan Kasih Allah
Tiada kasih yang lebih dalam dan intim selain kasih suami istri. Kasih suami istri mencerminkan kasih Kristus terhadap jemaatNya yaitu kasih yang kudus, tak bersyarat, dan tak berkesudahan.Â
Kasih suami istri diharapkan dapat mencerminkan kasih Kristus, sehingga lewat pernikahan ini orang-orang boleh mengenal kasih Kristus (Efesus 5:32-33). Apalagi di zaman sekarang banyak pernikahan sudah mengalami kekeringan atau kehilangan kasih, dan rumah tangga yang telah puluhan tahun bertahan saling mengasihi dan setia dianggap sesuatu yang mulai langka.Â
Di tengah-tengah krisis yang melanda banyak rumah tangga terutama hubungan kasih suami istri, rumah tangga Kristen diharapkan dapat menjadi sinar terang menerangi kegelapan yang sedang dialami oleh keluarga-keluarga di zaman sekarang.
Rumah tangga Kristen bukan tidak ada kelemahan atau rintangan maupun cobaan. Jangan berpikir rumah tangga yang akan kita bentuk dalam Kristus tidak ada badai dan selalu lancar. Hal yang utama bukan ada atau tidak badai tersebut, namun bagaimana suami istri menyikapinya itu yang sangat penting.Â
Tidak ada api jangan main api, namun jika sudah ada api pikirkan cara dan segera memadamkannya. Dan bagaimana menghadapi atau menyikapi persoalan-persoalan yang ada tentu kita butuh pertolongan Tuhan. Kadang-kadang dunia akan melihat cara dan sikap orang Kristen, biasanya persoalan yang rumit, berat, sakit masih dapat diatasi dan akhirnya mempermuliakan Tuhan.
Sekarang tergantung maukah suami istri merendahkan hati saling mengaku kelemahan dan kekurangan, bertekad belajar dan memberi kesempatan untuk berubah atau tidak mengulangi kesalahan yg sama, bersama-sama berhati-hati dan berjalan terus dalam kehidupan baru di depan demi anak-anak dan nama Tuhan. Setiap persoalan yang muncul bukan suatu kesempatan untuk saling menyakiti dan dijadikan alasan untuk berpisah atau cerai, sebaliknya gunakan setiap persoalan untuk menyatakan kasih dan mempererat hubungan atau cinta kasih.
Menjalankan Mandat Allah
Kejadian 1:27-29 setelah Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan kemudian memberkati mereka sebagai suami istri , setelah itu Allah berkata beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan, burung, dan binatang yang merayap di bumi.Â
Dari ayat ini kita melihat ada suatu pesan atau mandat dari Allah atas pernikahan Adam dan Hawa yakni beranak cucu, bertambah banyak dan penuhi bumi, taklukkan dan berkuasalah. Mandat ini biasanya disebut mandat budaya.Â
Baca juga: Ketika Hubungan Pernikahan Mulai Hambar, Segera Lakukan 3 Hal Ini
Allah mau manusia melahirkan keturunan kemudian berkuasa atas bumi ini. Keturunan di sini tentunya keturunan ilahi (Maleakhi 2:15) yakni keturunan atau anak cucu yang mengenal dan percaya pada Allah, yang melaksanakan perintah Allah, dan memuliakan Allah. Namun karena manusia yakni Adam dan Hawa jatuh dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah, dan dosa mengakibatkan manusia terpisah dari Allah, juga merusakkan rumah tangga serta membawa akibat yang sangat serius dalam keturunan manusia. Maka keturunan manusia sekarang adalah keturunan di dalam dosa yang perlu kita bawa mengenal Allah, memahami Firman Allah dan hidup memuliakan Allah
Sehubungan manusia yang berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah dimana hidup manusia telah menyimpang dari Tuhan, maka setiap manusia yang lahir di bumi perlu dilahirkan kembali dalam roh dan kebenaran. Untuk itu setelah mandat budaya, ada satu mandat lagi yang utama yakni mandat injil.Â
Mandat injil adalah mandat untuk memberitakan atau menyatakan Allah mengasihi manusia dan telah menebus dosa manusia melalui kematian AnakNya yang tunggal di kayu salib supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup bersama Tuhan dalam kerajaanNya.Â
Untuk itu tujuan pernikahan Kristen adalah jangan lupa untuk menjalankan mandat Allah yakni mandat injil maupun mandat budaya melalui keluarga yang kita bentuk atau sebagai keluarga anak-anak Allah.
Memenuhi Kebutuhan
Allah tidak merancang pernikahan demi diriNya sendiri saja, Allah tidak egois. Waktu Allah merencanakan pernikahan Allah juga memikirkan tujuannya bagi manusia. Allah melihat Adam sendiri kemudian Allah berkata 'tidak baik manusia itu seorang diri saja' (Kejadian 2:18). Disini kita mendapati bahwa Allah begitu memperhatikan dan memikirkan manusia yakni Adam yang saat itu seorang diri.Â
Manusia adalah makhluk hidup yang mempunyai kebutuhan, dan kebutuhan manusia sangat banyak, ada kebutuhan jasmani -- manusia dicipta memiliki dorongan seksual, ada kebutuhan mental -- kebutuhan agar didampingi agar lebih kuat dalam menghadapi hidup dan menjalankan tugas sehari- hari, ada kebutuhan sosial -- kebutuhan untuk berkomunikasi dan berinteraksi, dan lain sebagainya.Â
Untuk itu saya yakin ketika Allah melihat semua kebutuhan manusia yakni Adam yang saat itu seorang diri saja, maka Allah berinisiatif menjadikan Hawa. Bukankah kemudian Hawa disebut sebagai penolong. Dan di zaman sekarang orang sering menyebut pasangannya sebagai 'teman hidup' yang berarti teman hidup sehari-hari atau teman seumur hidup.
Melengkapi Mimpi Kehidupan
Setiap manusia mempunyai mimpi atau cita-cita, ada cita-cita pribadi sebagai  sang suami dan ada cita-cita sebagai sang istri. Cita-cita yang dimaksudkan di sini adalah lebih berhubungan dengan panggilan atau karier, kemudian dalam panggilan atau kariernya ia bermaksud apa, misalnya seserang telah lulus dokter dan profesi dokter ini memang cita-citanya tetapi ia masih punya keinginan untuk dilakukan atau dicapai sebagai seorang dokter, inilah yang kita maksudkan cita-cita hidup.Â
Nah, ketika sepasang kekasih hendak menikah kadang-kadang kita bukan hanya perlu tahu ia menjadi apa nanti, tetapi dalam profesi yang akan digelutinya ia mau kemana atau apa yang ingin dicapainya. Tujuan pernikahan supaya kedua orang yang dipersatukan atau suami istri dapat saling melengkapi cita-cita hidup mereka.
Memiliki Keturunan
Sekalipun anak bukanlah tujuan pernikahan yang utama, namun banyak pasangan yang sudah menikah mengharapkan hadirnya anak-anak dalam rumah mereka. Dengan demikian tak dapat disangkal keturunan atau anak menjadi sebuah tujuan dalam pernikahan. Tuhan tahu dalam hal ini maka kita membaca dimana Tuhan berkata kepada Adam dan Hawa 'beranak cuculah...' (Kejadian 1:28). Kehadiran anak-anak yang polos dan lucu memang menyenangkan hati kita terlebih menyenangkan hati Tuhan.
 Saya rasa Tuhan sering tersenyum melihat seorang anak-anak. Tidak ada pengajaran Tuhan yang lebih keras  selain pengajaran tentang seseorang  bila menyesatkan seorang anak (Matius 18:1-6). Hadirnya anak dalam sebuah rumah tangga akan membawa suasana hati yang sangat berbeda diantara suami istri yakni perasaan kasih sayang dan kebahagiaan yang baru dan lebih mendalam serta lebih lengkap.Â
Baca juga: 5 Rahasia Pernikahan Bahagia
Keluarga yang dikarunia anak kemudian kasih sayang dalam keluarga itu semakin erat akan sangat menyenangkan Tuhan dan diberkati Tuhan, sebaliknya keluarga yang dikarunia anak tetapi hidup banyak mengeluh karena anak apalagi bertindak kasar pada anak akan sangat memilukan hati dan kehilangan berkat Tuhan.
Kesimpulan
Kita mestinya tidak hanya memiliki tujuan untuk menikah, tetapi memiliki pernikahan yang mempunyai tujuan. Â Tujuan pernikahan tidaklah lengkap bila hanya dilihat dari "saya" saja, mesti dilihat dari sudut "Tuhan" sebagai perancang pernikahan pertama. Â
Tujuan pernikahan seharusnya untuk menyenangkan hati Allah, menyatakan Allah adalah kasih, menjalankan mandat Allah, saling memenuhi kebutuhan, menggapai mimpi, dan mendapatkan keturunan. Â
Sumber:
- H. Norman Wright. Komunikasi: Kunci Pernikahan Bahagia. Yayasan Gloria Yogyakarta, 2000.
- Les & Leslie Parrott, professor psikologi dan terapis keluarga serta menjabat Director Center for Relationship Development di Universitas Seattle Pacific. "Saving Your Marriage Before It Starts." Â (Selamatkan Pernikahan Anda", Jakarta, Immanuel, 1999).
- Tong, Stephen. Â Keluarga Bahagia. Â LRII, Jakarta, 1991.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H