Pada butir ke-5 perjanjian itu, Pakde Karwo berjanji akan menyiapkan dan mendukung Gus Ipul sebagai gubernur periode berikutnya.
"Para kiai sepuh bertanya, apa benar Pakde Karwo membuat surat edaran itu," kata Dr. KH Ahmad Fahrur Rozi, pengasuh Pondok Pesantren An Nur Bululawang I, ketika membuka dokumen itu. Gus Fahrur adalah saksi mata perjanjian itu.
Para kiai sepuh, kata Gus Fahrur, tidak percaya Soekarwo membuat surat Partai Demokrat Jawa Timur. Karena, saat membuat ikrar perjanjian tahun 2013, Soekarwo menjalankan dengan hati tulus.
"Apalagi Pakde Karwo tidak membuat statemen apa pun. Para masyayikh dan kiai sepuh menilai, ikrar yang dibuat Pakde Karwo adalah ikatan tulus. Ikatan moral," kata Gus Fahrur.
SBY dan Partai Demokrat tentu tahu, dan paham, bahwa para kiai NU di Jawa Timur telah mempersiapkan Gus Ipul untuk menjadi pemimpin Jawa Timur di masa depan, Gubernur NU pertama. Proses itu dilalui hampir 10 tahun.
Sekali lagi, bagi SBY, Soekarwo itu bukan sanak-kadang. Hilang pun tidak apa-apa. Termasuk rusaknya relasi Soekarwo dengan ulama-ulama NU, menyusul surat edaran Partai Demokrat. Itu pun tidak berarti bagi SBY. Padahal, kalau Partai Demokrat ingin kembali berjaya di 2019, ia harus menghitung jutaan suara warga nahdliyin. Itu pun diabaikan.
Saat ini, yang utama bagi SBY adalah mendudukkan putera sulungnya, AHY, di kursi kepemimpinan nasional. Waktunya juga sudah mepet. Pilkada Jawa Timur tinggal menghitung hari. Dan, Pemilu 2019 sudah di ambang pintu.
Gelaran karpet merah untuk AHY tidak bisa ditunda-tunda.
Babad SBY
Stadion Redjoagung Tulungagung, Minggu 15 Feberuari 2018. Di depan ribuan kader Partai Demokrat se-Jawa Timur, SBY membabarkan babad keluarganya.
SBY mengumumkan, bahwa dia dan kedua puteranya, AHY dan Eddie Baskoro, adalah keturunan Raden Wijaya, pendiri dinasti Majapahit. Raja pertama dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana itu berketurunan. Salah satu jalur keturunannya adalah Ki Buwono Keling.