Mohon tunggu...
Analisis

Karpet Merah AHY

25 Juni 2018   19:24 Diperbarui: 25 Juni 2018   21:32 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karpet Merah AHY

Hari-hari ini, banyak orang bertanya-tanya, apakah Gubernur  Soekarwo (yang akrab dipanggil Pakde Karwo) telah berubah sikap? Kalau berubah, apakah itu lahir dari dirinya sendiri? Atau, akibat tekanan dari luar?

Ini menyusul surat Partai Demokrat Jawa Timur, 23 Juni 2018, yang diteken Ketua Soekarwo dan Sekretaris Antonio Renville. Isinya menyeru: agar warga masyarakat memilih Khofifah-Emil, dengan sekian alasan. Surat dikeluarkan beberapa jam sebelum masa kampanye Pilkada Jatim habis, dan beredar bebas di media-media sosial serta WA dengan menerabas batas masa tenang.

Padahal, jauh sebelumnya, sebagai gubernur, Pakde Karwo menyatakan tidak akan kampanye untuk Khofifah-Emil. "Saya harus jaga kondisi Jawa Timur dengan Pangdam dan Kapolda," kata Pakde Karwo di Jakarta Selatan, Rabu, 7 Februari 2018.

Sebelumnya, Pakde Karwo juga menyatakan tidak memilih Khofifah, yang diusung Partai Demokrat. Ia pribadi lebih sreg memilih Wakil Gubernur Saifullah Yusuf, yang telah 9 tahun mendampingi. "Saya dekat Gus Ipul. Kalau saya sudah 10 tahun sama Gus Ipul, kemudian melompat kesana-kesini, kan ndak bagus," jelas Soekarwo, dikutip merdeka.com, 17 Nov 2017.

Dengan keluarnya surat edaran Partai Demokrat Jawa Timur di atas, sekali lagi, publik pun bertanya-tanya: apakah Pakde  Karwo telah berubah sikap?

surat-dukungan-pakde-karwo-khofifah-5b30fda15e13731612558aa2.jpeg
surat-dukungan-pakde-karwo-khofifah-5b30fda15e13731612558aa2.jpeg
Soekarwo, Selain AHY

Surat Pakde Karwo keluar setelah SBY inspeksi mendadak ke Jawa Timur, usai Idul Fitri. Di Kota Madiun, kampung halaman Pakde Karwo, SBY menggelar apel siaga 1.000 kader Demokrat. Semua diperintahkan untuk memenangkan Khofifah-Emil.

"Jika ada kader mbalelo, laporkan agar segera diberhentikan. Ini organisasi. Apa yang menjadi garis partai, wajib dilaksanakan," perintah SBY, dikutip media resmi Partai Demokrat: demokrat.or.id, 19 Juni 2018.

Saat SBY bersabda, Pakde Karwo tengah kunjungan ke luar negeri, di Maroko. Jadwal pulang 25 Juni. Namun, menyusul sidak SBY, Pakde Karwo pulang lebih cepat. Rabu 20 Juni, sudah tiba di Surabaya.

Kabar yang berhembus, Pakde Karwo ditekan keras SBY. Gubernur 2 periode itu dipaksa pulang lebih cepat dari luar negeri. Pakde Karwo harus mematuhi Partai Demokrat, memenangkan Khofifah-Emil. "Maka keluarlah Surat Edaran Partai Demokrat Jawa Timur, dalam tolak-tarik begitu keras," kata sumber itu.

Rakyat tahu, SBY sedang menyusun jalan bagi AHY untuk maju di Pilpres 2019. Popularitas putera sulung itu dikerek habis, termasuk menyewa lembaga-lembaga konsultan, seperti Saiful Munjani Reasearch Consulting (SMRC) dan Poltracking milik Hanta Yudha.

Pasca kekalahan Pilkada DKI Jakarta, pada Februari 2018, kedua lembaga survei itu mendadak memasukkan AHY dalam orbit Cawapres 2019. Bahkan, posisinya di atas. Padahal di Pilkada DKI Jakarta 2017, AHY hanya mendapat 17,06 persen atau 937.955 suara dari total suara sah di putaran pertama. AHY pun tereliminasi. Angkat koper.

Sejak itu, promosi AHY sebagai Cawapres makin kencang. Tim lobi Demokrat menawarkan ke mana-mana. Termasuk Jokowi dan Prabowo. Namun, sayang   sampai hari ini, tidak satu pun yang tertarik mengambil tawaran itu.

Jalan darat bagi AHY juga disiapkan lewat pemenangan Pilkada 2018. SBY sadar betul, mesin politik Partai Demokrat gampang mogok. Susah jalan. Tidak terlatih. Maka, opsi memenangkan Pilkada 2018, menjadi pilihan masuk akal untuk menyiapkan AHY.

SBY berharap, kelak popularitas figur-figur di Pilkada 2018, akan mengatrol AHY, plus back up jaringan di daerah-daerah. Di Jawa Timur, ia menemukan figur itu pada Khofifah Indar Parawansa, yang saat itu Menteri Sosial kabinet Presiden Jokowi dan Ketua Umum Muslimat. Basisnya kuat di Jawa Timur.

Ditambah lagi Emil Elestianto Dardak, Bupati Trenggalek. Baru menjabat 2,5 tahun, namun bersedia meninggalkan rakyat Trenggalek yang memilihnya. Tipe Emil mirip AHY. Masih muda, dan kekinian. Suka popularitas dan narsis. AHY dan Emil berpendidikan barat, namun tidak punya akar di masyarakat. Tapi, itu soal gampang. Nanti bisa dikatrol habis-habisan melalui media?

Namun, di luar AHY, Partai Demokrat sebenarnya punya stok lain: Soekarwo. Gubernur 2 periode itu juga birokrat handal, menguasai pemerintahan dan punya networking kuat. Ia kader nasionalis, alumni GMNI. Ia punya relasi dengan elit-elit parpol lain, termasuk PDI Perjuangan. Soekarwo juga membina hubungan baik dengan ulama-ulama NU di Jawa Timur.

Soekarwo sering disebut punya kans maju Cawapres, bersama Jokowi, di 2019. Atau, ia bisa masuk menteri kabinet Jokowi. Sayang, Soekarwo bukan trah dinasti Cikeas. Ia tumbuh dari rakyat biasa. Tentu saja, SBY pilih AHY, putera sulungnya. Soekarwo bukan sanak-kadang. Masa jabatan Gubernur Jawa Timur bakal habis 2018. Karir Soekarwo harus selesai. Tidak ke pusat.

surat-kesepakatan-pakde-karwo-dengan-kiai-5b30fc3bcf01b45e73376ab3.jpeg
surat-kesepakatan-pakde-karwo-dengan-kiai-5b30fc3bcf01b45e73376ab3.jpeg
Perjanjian dengan Ulama

Surat Edaran Partai Demokrat Jatim ternyata telah membuat kiai-kiai NU bereaksi. Minggu 24 Juni 2018, keluarlah ikrar perjanjian lama, 12 Januari 2013, yang dibuat di Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Kediri. Cukup lama dokumen itu tersimpan rapat di laci kiai.

Publik terhenyak. Ternyata ada perjanjian suci di masa lalu yang ditandatangani Soekarwo, Gus Ipul, yang disaksikan dan disetujui KH Zainuddin Djazuli, KH Nurul Huda Djazuli, KH Idris Marzuki, KH Anwar Manshur, dan KH Anwar Iskandar. Ikrar ditandatangani basah, dengan materai Rp 6.000. Sah!

Pada butir ke-5 perjanjian itu, Pakde Karwo berjanji akan menyiapkan dan mendukung Gus Ipul sebagai gubernur periode berikutnya.

"Para kiai sepuh bertanya, apa benar Pakde Karwo membuat surat edaran itu," kata Dr. KH Ahmad Fahrur Rozi, pengasuh Pondok Pesantren An Nur Bululawang I, ketika membuka dokumen itu. Gus Fahrur adalah saksi mata perjanjian itu.

Para kiai sepuh, kata Gus Fahrur, tidak percaya Soekarwo membuat surat Partai Demokrat Jawa Timur. Karena, saat membuat ikrar perjanjian tahun 2013, Soekarwo menjalankan dengan hati tulus.

"Apalagi Pakde Karwo tidak membuat statemen apa pun. Para masyayikh dan kiai sepuh menilai, ikrar yang dibuat Pakde Karwo adalah ikatan tulus. Ikatan moral," kata Gus Fahrur.

SBY dan Partai Demokrat tentu tahu, dan paham, bahwa para kiai NU di Jawa Timur telah mempersiapkan Gus Ipul untuk menjadi pemimpin Jawa Timur di masa depan, Gubernur NU pertama. Proses itu dilalui hampir 10 tahun.

Sekali lagi, bagi SBY, Soekarwo itu bukan sanak-kadang. Hilang pun tidak apa-apa. Termasuk rusaknya relasi Soekarwo dengan ulama-ulama NU, menyusul surat edaran Partai Demokrat. Itu pun tidak berarti bagi SBY. Padahal, kalau Partai Demokrat ingin kembali berjaya di 2019, ia harus menghitung jutaan suara warga nahdliyin. Itu pun diabaikan.

Saat ini, yang utama bagi SBY adalah mendudukkan putera sulungnya, AHY, di kursi kepemimpinan nasional. Waktunya juga sudah mepet. Pilkada Jawa Timur tinggal menghitung hari. Dan, Pemilu 2019 sudah di ambang pintu.

Gelaran karpet merah untuk AHY tidak bisa ditunda-tunda.

Babad SBY

Stadion Redjoagung Tulungagung, Minggu 15 Feberuari 2018. Di depan ribuan kader Partai Demokrat se-Jawa Timur, SBY membabarkan babad keluarganya.

SBY mengumumkan, bahwa dia dan kedua puteranya, AHY dan Eddie Baskoro, adalah keturunan Raden Wijaya, pendiri dinasti Majapahit. Raja pertama dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana itu berketurunan. Salah satu jalur keturunannya adalah Ki Buwono Keling.

"Dari eyang saya Ki Ageng Buwono Keling sampai kedua anak saya adalah trah ke-14," kata SBY, dikutip tempo.co, Senin 26 Feberuari 2018, dengan judul berita SBY: Nomor 14 untuk Demokrat, Mirip Abad Kejayaan Majapahit.

Angka 14 sama dengan nomor Partai Demokrat di Pemilu 2019. Bukan hanya itu. SBY juga menyebut, kejayaan Majaphit terjadi Abad ke-14, era Raja Hayamwuruk. Jika sebelum 2004, SBY menyukai angka 9. Kali ini, SBY sangat mengidolakan angka 14.

"Tanda-tanda jaman insya Allah sudah kelihatan," kata SBY pada ribuan kader Partai Demokrat.

"Partai kita akan bangkit dan merebut kemenangan kembali," kata SBY dengan suara menggelegar, disambut sorak-sorai penuh kegembiraan pendukungngnya.

Jaman kejayaan itu adalah 2019. Karpet merah AHY harus tergelar!

Tepian Brantas, 24 Juni 2018

Suwalu Brotowali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun