Perkembangan bisnis pada zaman sekarang berkembang sangat pesat, yang menjadi tujuan orang saat ini hanya mendapat keuntungan yang melimpah bahkan, syariat-syariat islam dikesampingkan demi mengejar materi semata. Dengan adanya kemajuan bisnis pada zaman saat ini semua orang yang menjalankan suatu bisnis menghalalkan beberapa cara sampai melakukan hal yang tidak wajar seperti misalnya yang akan penulis ulas yaitu tentang Jual Beli Gharar.
Mengapa sih gharar itu termasuk jual beli yang dilarang oleh syariat islam? Sebagaimana yang telah ada dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang artinya : "Rasulullah saw melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar". Dalam buku yang berjudul Pengantar Ekonomi Syariah yang ditulis oleh M. Nur Riyanto Al Arif, Al Gharar adalah "ketidakpastian". Maksud ketidakpastian disini dalam konsep transaksi muamalah adalah "ada sesuatu yang disembunyikan oleh sebelah pihak dan hanya boleh menimbulkan rasa ketidakadilan serta penganiayaan kepada pihak yang lain".
Sering terjadi di masyarakat sekitar tanpa kita sadari adanya transaksi jual beli gharar tersebut, maka dari itu betapa pentingnya kita memahami apa ghrar tersebut. Salah satu contoh nyata dari transaksi jual beli gharar tersebut adalah penjualan buah yang masih berada di pohonnya atau belum matang ini biasa disebut (nebas), misalnya "saya jual semua buah di pohon ini dengan harga 500.000,00". Si penjual menjual dengan harga segitu karena mungkin saat itu harga pasarannya memang 500.000,00 padahal bisa saja saat buah tersebut sudah masak dan waktunya panen harga dari buah tersebut naik atau bhkan bisa turun.Â
Sudah jelas terlihat dari jual beli ini bahwa tidak ada kejelasan dan bahkan ini bisa merugikan salah satu pihak (pembeli/ penebas). Jual beli buah yang masih ada di pohon atau yang belum matang ini kenapa bisa disebut jual beli gharar? Karena ketidak jelasan berapa berat atau kuantitasnya, kualitasnya dan atau waktu penyerahan atau time delivery-nya. Larangan ini juga beraksud untuk menjaga harta agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan akibat jual beli ini. Hal ini adalah salah satu contoh rusaknya ekonomi masyarakat dan kemerosotan moral dalam bermuamalah.
Al-Gharar yang di takrifkan dalam kitab Qalyubi wa Umairah, menurut mazhab Imam Syafi'i gharar sendiri adalah "suatu (aqad) yang sifatnya tersembunyi dari kita atau perkara diantara dua kemungkinan dan yang paling kerap berlaku ialah yang paling ditakuti". Â Menurut buku yang penulis baca "Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (fiqh muamalat)" karangan M. Ali Hasan banyak macam bentuk-bentuk gharar menurut ulama fiqh yang terdapat di dalamnya :
1. Tidak ada kemampuan penjual untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadi akad, baik objek akad itu sudah ada maupun belum ada
2. Menjual sesuatu yang masih belum berada dibawah penguasaan penjual.
3. Tidak ada kepastian tentang jenis barang yang dijual atau jenis pembayaran.
4. Tidak ada kepastian tentang sifat tertentu dari barang yang di jual.
5. Tidak ada kepastian tentang jumlah barang yang harus di bayar.
6. Tidak ada kepastian tentang waktu penyerahan objek akad.
7. Tidak ada ketegasan bentuk tramsaksi
8. Tidak ada kepastian tentang objek akad
9. Kondisi objek akad.
Namun ada dua pengecualian terlarangnya jual beli gharar, sesuatu yang tidak disebutkan dalam akad jual beli tetapi termasuk kedalam objek akad. Misalnya jual beli sapi perah, atau jual beli rumah beserta fondasinya, padahal jenis dan ukuran serta hakikatnya sebenarnya tidak diketahui. Kedua, segala sesuatu yang menurut kebiasaan umum suatu daerah dapat ditolerir atau di maafkan dalam akad jual beli, baik karena sedikit jumlahnya maupun karena sulit memisahkan dan menentukan, seperti upah masuk kamar mandi, sedangkan penggunaan air dan waktu setiap orang yang masuk kamar mandi berbeda-beda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI