Basecamp gn Singgalang jalur Padang Laweh membuat perubahan aturan berupa larangan pendaki membawa motor sendiri ke dekat basecamp seperti biasanya.
Peraturan ini bermasalah secara hukum, manipulatif, dan sembunyikan informasi yang sebenarnya.
Pertama, tidak ada hak atau kewenangan pokdarwis melarang orang bawa motor sendiri di jalan umum. Ini kewenangan polisi, itu pun bila ada aturan lalu lintas yang dilanggar.
Kecuali jalan itu milik pribadi pokdarwis, maka boleh melarang orang untuk melewatinya.
Dalam catatan saya, Basecamp Padang Laweh satu-satunya di dunia yang melarang pendaki bawa motor sendiri ke basecamp. Cmiiw.
Kedua, alasan "keamanan dan keselamatan" bersifat manipulatif dan sembunyikan informasi yang sebenarnya.
Alasan yang sebenarnya, ada konflik pengelolaan lahan parkir antara Pokdarwis Tapian Caruak (pengelola jalur ini) vs pemuda pemilik lahan.
Intinya, tidak lagi tercapai kata sepakat soal besaran sewa atau bagi hasil parkir, sehingga pemuda pemilik tanah melarang parkir di sana.
Mengapa informasi sebenarnya ini terkesan disembunyikan? Dugaan untuk menjaga nama baik dan agar pendaki tidak khawatir.
Padahal, informasi yang benar dan lengkap sangat urgen diketahui pendaki sebagai bahan pertimbangan melewati jalur dan memarkir kendaraan.
Saya pribadi sedapat mungkin menghindari lewat di jalur yang sedang berkonflik demi alasan keamanan. Di semua jalur ya, bukan spesifik jalur ini saja.
Khawatir ada sabotase terhadap kendaraan yang lewat atau diparkir. Kendaraan mau parkir dihalang-halangi, tapi ojek bawa pendaki tetap lalu lalang lewat di jalan tanah orang.
Kita mendaki gunung untuk mencari ketenangan. Ngapain masuk dalam konflik orang, bikin susah saja.
Harusnya, bila ada kerawanan lakalantas buat rambu peringatan, atau buat protap untuk mengingatkan setiap pendaki secara langsung di lokasi. Bukan malah melarang orang lewat jalan itu.
Polisi dan dinas perhubungan saja tidak akan melarang orang lewat suatu ruas jalan dengan alasan sering terjadi kecelakaan. Paling jauh dipasang rambu peringatan.
Dari permasalahan di jalur Padang Laweh ini dapat dipetik pelajaran, sangat pentingnya merancang resolusi konflik kelompok sadar wisata (pokdarwis) sebelum konflik benar terjadi.
Konflik pokdarwis vs masyarakat dan pokdarwis vs pokdarwis umum terjadi di banyak gunung di Indonesia tak terkecuali di Sumatera Barat.
Masuk akal, karena pengelolaan pokdarwis yang ramai pengunjung melibatkan uang yang tidak sedikit, baik dari pengunjung, bantuan pemerintah, maupun sponsor.
Uang tidak mengenal saudara, rawan menimbulkan konflik bila tak disusun resolusi konflik.
Sebaiknya sebelum jalur pendakian diaktifkan, pokdarwis petakan dulu apa saja potensi konflik, misalnya dengan sesama pengurus, dengan pemilik lahan parkir, dengan ojek pangkalan, sewa tanah basecamp, dsb.
Setiap potensi konflik itu dicari pemecahan agar tidak terjadi. Apabila konflik terlanjur terjadi, dibuat solusi menang-menang (win-win solution) yang dilandasi niat baik, kejujuran, dan keadilan.
Hindari solusi mau menang sendiri, makan seorang (mansur), serakah, atau itikad jahat mau menghambat rezeki pemilik lahan, misalnya.
Semua rancang bangun resolusi konflik bisa dirembukkan atau dibicarakan terlebih dahulu dengan semua pihak yang mungkin terkait potensi konflik.
Apabila tidak ada resolusi konflik, yang disiapkan terlebih dahulu, sangat mungkin kelabakan ketika konflik benar terjadi.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H