Kami—Sutomo Paguci (penulis), Hendri Agustin, Deryanto Limanjaya, dan Khaidir Rahman—tiba di Sadel/Salo Gunung Singgalang dan Tandikat bernama Lembah Bunian pada lewat tengah hari, Sabtu, 18 Juni 2022.
Sadel/Salo adalah sebuah lembah yang menghubungkan Gunung Singgalang 2.877 mdpl dan Gunung Tandikat 2.438 mdpl.
Para pendaki yang hendak melintas kedua gunung ini mau tak mau harus melewati sadel tersebut. Dari jejak yang ada, sangat jarang pendaki melintasi sadel ini.
Penamaan "Lembah Bunian" lekat dengan mitos "Orang Bunian" dalam budaya Minangkabau, Melayu di Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia Barat, yakni orang yang menyerupai manusia dan memiliki kemampuan gaib, sehingga hanya dapat dilihat oleh orang tertentu.
Dalam mitos itu, konon, Orang Bunian dipercaya suka menyesatkan manusia di hutan. Orang yang disesatkan itu akan diarahkan ke perkampungan mereka untuk menjadi anggota Orang Bunian, hidup berkeluarga di dunia dalam dimensi berbeda.
Baca juga:Â Perkenalkan Pendakian Litas Triarga, Sebuah Catatan Pendakian Nonstop 6 Hari 5 Malam
Saat kami melintas di sadel sedang turun hujan. Ini membuat jalur makin tak terlihat, di mana tanah lembah yang basah membuat jalur yang samar-samar menjadi sama sekali tak terlihat.
Dalam keadaan badan basah kuyup, walaupun pakai mantel hujan, dan sisa tenaga yang telah terkuras di etape sebelumnya, kami susah payah menerabas semak belukar yang cukup rapat disertai akar-akar berduri.
Dalam situasi demikian, salah dua yang kami andalkan tinggal insting dan dua GPS, satu untuk merekam jalur dan satu lagi, yang sudah terinstal file gpx track log pendakian tahun 2011, untuk panduan jalur.
Sialnya, GPS Garmin 64s yang berisi file gpx untuk panduan jalur tersebut, track log jalurnya terhapus karena tertindih memori rekaman jalur waktu kami ke puncak Garuda, Gunung Marapi, Rabu, 15 Juni 2022. Tinggal tersisa titik-titik waypointnya saja. Ini kendala klasik GPS jadul yang memorinya terbatas.