Selanjutnya, penjelasan Pasal 12 B ayat (2) menyebutkan bahwa gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Dari pengertian pasal dan penjelasannya tersebut kita jadi tahu bahwa gratifikasi adalah pemberian kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang tidak berhubungan dengan jabatan atau tugasnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Contoh kasus 1:Â
Presiden Jokowi diberitakan menerima hadiah 12 item barang senilai Rp8,788 miliar dari Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud dalam kunjungan kerja Presiden di Arab Saudi pada tanggal 15 Mei 2019. Oleh Presiden melalui Sekretariat Presiden, pemberian tersebut dilaporkan pada KPK dan oleh KPK ditetapkan sebagai gratifikasi dan menjadi barang milik negara.
Pemberi (Raja Salman) dan penerima (Presiden Jokowi) bukan bermaksud agar Presiden Jokowi melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam kedudukan sebagai Presiden yang berlawanan dengan kewajiban dan tugas beliau. Melainkan sekadar pemberian hadiah tanda persahabatan kedua negara.Â
Contoh kasus 2:Â
A ketemu polisi di pos perempatan lampu merah lalu memberi polisi tersebut sebuah telepon genggam.Â
Disebut gratifikasi, apabila A memberi telepon genggam tersebut tanpa maksud apa-apa. Cuma memberi saja. Kebetulan A kenal baik polisi itu. Lalu A pergi dari sana dengan kendaraannya.
S u a p
Setiap pemberian pada PNS/ASN atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya disebut suap.
Dalam contoh kasus 2 di atas, menjadi suap apabila A memberi telepon genggam tersebut dengan maksud agar oknum polisi tidak menilang dirinya, dan benar saja oknum polisi tersebut tidak menilang dirinya.
Dari contoh di atas terlihat jelas perbedaan gratifikasi dan suap. Perbedannya, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas kepada PNS atau penyelenggara negara yang tidak berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.Â