Menurut doktrin dan Putusan MK di atas, konsep "nyata" berarti kerugian itu harus telah terjadi, bukan sekadar potensi kerugian (potential loss) semata. Sedangkan konsep "pasti" berarti kerugian itu harus dapat dihitung secara matematis oleh ahli.
Lebih lanjut, Putusan MK Nomor: 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006 terkait pengujian Pasal 2 Ayat (1) UU PTPK, dalam pertimbangannya menyebutkan:
"Untuk mempertimbangkan keadaan khusus dan kongkret sekitar peristiwa yang terjadi, yang secara logis dapat disimpulkan kerugian negara terjadi atau tidak terjadi, haruslah dilakukan oleh ahli dalam keuangan negara, perekonomian negara, serta ahli dalam analisis hubungan perbuatan seseorang dengan kerugian."
Kemudian, terkait penghitungan kerugian keuangan negara untuk kepentingan pro justitia, Pasal 10 UU No 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan:
- (1) BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian keuangan negara yang diakibatkan perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
- (2) Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan BPK.
Dalam hubungan ini, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor: 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakukan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.
Salah satu poin dari rumusan Kamar Pidana (Khusus) MA tersebut menyatakan, hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara.
Dengan demikian, ahli yang paling berwenang dan independen dalam menghitung dan menetapkan kerugian keuangan negara untuk keperluan peradilan hanya auditor BPK, bukan yang lain.
Selain auditor BPK, seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat daerah atau lembaga, boleh memeriksa akan tetapi tidak berwenang menyatakan atau men-declare ada kerugian keuangan negara untuk keperluan peradilan.Â
Sebagai catatan kaki, BPKP dan Inspektorat merupakan bagian eksekutif, sebagai organ pengawasan internal pemerintah, bukan badan independen seperti halnya BPK. Kalaupun auditor BPKP men-declare kerugian keuangan negara maka proporsinya hanya untuk keperluan internal pemerintah sebagai usernya.
Dalam praktek peradilan, sering kali, penghitungan kerugian keuangan negara hanya dilakukan oleh auditor BPKP. Dan auditor yang menghitung tersebut sekaligus bertindak sebagai ahli dalam berkas perkara dan di persidangan.
Penghitungan kerugian negara untuk keperluan peradilan oleh BPKP demikian tidak ditemukan dasarnya dalam UU, hanya didasarkan pada peraturan di bawah UU dan putusan pengadilan.