Orang mendaki gunung biasanya untuk menikmati keasrian alam, hutan yang alami, indah, dan apa adanya.Â
Kenyataannya, makin ke sini beberapa gunung mulai diwarnai dengan beragam bangunan, seperti rumah, pondok, pagar dan jalan beton, dan sebagainya.
Beberapa diantara bangunan itu merupakan simbol agama tertentu. Gunung menjadi seolah tempat ekslusif agama tertentu.
Tahun lalu para pegiat alam sempat was-was soal rencana investor membangun kereta gantung di gunung Rinjani. Sontak wacana itu mendapat penolakan.
Padahal, sejatinya, selain mestinya alami apa adanya, gunung bukan milik pribadi, bukan milik suku tertentu, dan bukan milik agama tertentu.
Gunung merupakan daerah konservasi yang diatur dan dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kelestarian alam dan umat manusia lintas suku, agama, politik, dan antar golongan.
Kalaupun mau membangun sesuatu di puncak gunung, bangunlah dalam batas seminimal mungkin agar tidak merusak kealamian dan pemandangan alam. Dan lintas agama, tidak ekslusif agama tertentu.
Beribadah di alam bebas bisa di mana saja, tanpa harus dibuatkan rumah ibadah permanen atau semi permanen. Kalaupun dibangun juga, kenyataannya, sangat jarang dimanfaatkan sesuai fungsinya.
Kalaupun mau membangun maka buatlah fasilitas yang bisa dimanfaatkan semua orang, lintas suku, agama, dan antar golongan. Contohnya shelter. Itupun dalam batas seminimal mungkin.