Alasan penolakan remisi demikian adalah keliru.
Syarat berkelakuan baik itu konsepnya selama menjalani sepertiga atau minimal enam bulan masa pidana. Jadi, berkelakuan baik itu bukan sebelum menjalani pidana.
Dalam kasus DT, syarat berkelakuan baik itu selama DT menjalani sepertiga masa pidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali. (Dua kasus lainnya belum). Dengan kata lain, selama DT ada dalam Lapas. Bukan sebelum DT masuk Lapas.
Begitu pula dengan alasan rasa keadilan untuk menolak pemberian remisi terhadap DT. Alasan ini, sebagaimana diutarakan di atas, adalah tidak tepat.
Sebajingan apapun seorang DT, dia telah divonis hakim untuk kesalahannya dan itu yang sedang dijalaninya sekarang. Hak negara untuk menghukum sudah selesai. Hak masyarakat untuk menuntut rasa keadilan, juga sudah selesai.Â
Konsepsi filosofis demikian yang kadang tidak dipahami masyarakat.
Sepanjang syarat pemberian remisi yang ditetapkan peraturan perundang-undangan telah terpenuhi, maka hak pemberian remisi itu tidak boleh diganggu gugat. Namanya saja hak, mutlak harus diberikan.
Pemberian remisi baru boleh dibatalkan/diperbaiki apabila terdapat cacat administratif semisal keliru menghitung masa pidana. Di luar itu, pemberian remisi wajib diberikan kepada siapa saja napi yang memenuhi syarat.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H