Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

TNI Pertahankan Enzo, Apakah 3 Persen Terpapar Radikalisme Masih Kurang?

12 Agustus 2019   15:26 Diperbarui: 12 Agustus 2019   23:04 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enzo Zenz Allie di Lapangan Sapta Marga, Akmil, Magelang, Selasa (6/8). (Foto: Tribun Jogja/Rendika F)

Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu menyebut 3 persen anggota TNI terpapar radikalisme. Data ini diungkap Menhan dalam acara Halal Bihalal Mabes TNI yang dilangsungkan di GOR Ahmad Yani, Cilangkap, pada Rabu 19 Juni 2019 lalu.

Mengutip data GlobalFirepower, jumlah personil aktif TNI adalah 400.000-an. Jika benar, berarti 3 persen dari 400.000 adalah 12.000 orang anggota TNI terpapar radikalisme. Jumlah yang tidak main-main. 

Diantara yang terpapar radikalisme tersebut sangat mungkin ada yang merupakan "sel tidur teroris", yaitu bagian dari teroris yang bersembunyi di tengah institusi atau masyarakat. Sel tidur teroris biasanya "bangun" menunggu momen tiba, seperti terjadi di Marawi, Filipina, Mei-Oktober 2017.

Terbayang bila 12 batalyon (satu batalyon setara 700-1000 personel) tentara bersenjata lengkap dan terlatih melakukan gerakan seperti di Marawi, entah kengerian bagaimana yang akan terjadi.

Dalam situasi demikianlah TNI merekrut Enzo Zenz Allie (18 tahun), pemuda blasteran Indonesia-Prancis, sebagai Calon Taruna Akmil AD 2019, yang belakangan diketahui dirinya dan ibunya memasang foto-foto media sosial yang terindikasi sebagai simpatisan kelompok radikal atau HTI, organisasi terlarang yang telah dibubarkan pemerintah.

Setelah warganet memaparkan bukti-bukti rekam jejak Enzo dan Ibunya demikian, TNI nampak tidak mau disebut kecolongan, malah mengeluarkan pernyataan yang bertendensi membela Enzo dan keputusan TNI meluluskan Enzo.

"Yah dilihat dari seleksinya memenuhi syarat, yang viral itu pull up-nya, larinya, ya itu dihitung semua secara fisik kemudian psikologinya, semuanya memenuhi syarat," kata Panglima TNI Hadi Tjahjanto di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Selasa (6/8/2019).

Pertanyaannya, andai kata bukti foto Enzo dengan bendera HTI dan fotonya menghunus pedang panjang bertulis Arab dengan ekspresi dingin telah diketahui pada saat test masuk Akmil 2019 sedang berlangsung, apakah Enzo tetap akan diluluskan?

Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah "iya", maka pola rekrutmen TNI telah bergeser menjadi jauh lebih longgar. Ini sebetulnya angin segar bagi simpatisan atau keluarga eks PKI, HTI atau kelompok radikal lainnya untuk dapat masuk TNI. 

Sebagaimana diketahui, sistem rekrutmen TNI biasanya hitam-putih, khusus terkait hubungan ideologis calon dengan organisasi terlarang semacam komunis atau PKI. (Sekarang konteksnya harusnya termasuk HTI). 

TNI tidak mengenal wilayah abu-abu, misalnya: sekedar "simpatisan" PKI. Tidak bakal lolos menjadi anggota TNI. Apatah lagi wilayah hitam, misalnya: anggota/pengurus PKI.

Saat ini tren warganet terbagi dua soal keputusan TNI tetap mempertahankan Enzo, sebagian setuju Enzo tetap di TNI dengan harapan TNI dapat membina Enzo, sebagian lagi setuju Enzo dipecat. Penulis ada pada kelompok yang setuju Enzo dipecat.

TNI adalah alat pertahanan negara, bukan lembaga dakwah atau panti rehabilitasi. Harusnya tidak ada ruang bagi orang yang masuk wilayah abu-abu atau hitam kaitannya dengan ideologi radikal anti Pancasila. Terlalu beresiko karena anggota TNI pegang senjata.

Kalau TNI masih ngotot pertahankan Enzo maka itu hak TNI. Ya siapa tahu saja TNI masih merasa kurang 12.000 anggotanya terpapar radikalisme, kalau bisa lebih banyak lagi.(*)  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun