Pertama-tama pendakian dimulai dari gunung Marapi di Tanah Datar, Sumatera Barat. Baru juga berjalan selitar 30 menit sampai ke Pos BKSDA, nafas terasa berat, dada terasa panas dan kedua kaki terasa begitu berat untuk diajak melangkah.
Ternyata, sekalipun saya rutin olah raga lari, senam pernafasan, joging dan lainnya, tetapi sangat berbeda saat mendaki gunung. Di gunung kadar oksigen lebih tipis dibandingkan dataran rendah, jadi paru-paru dan tubuh butuh penyesuaian tiap mencapai ketinggian tertentu.
Jadilah saya berhenti dan ngekem saja ketika sampai di Pos Parak Batuang, masih 2/3 lagi untuk sampai ke puncak Marapi. Di sini saya mendirikan tenda, main masak-masakan, masuk rimba, dan tidur nyaman di dalam tenda. Berangsur tubuh beradaftasi dengan lingkungan baru.
Pada pendakian kedua, saya kembali ngekem di Pos Parak Batuang, cuma bedanya keesokan harinya perjalanan dilanjutkan hingga ke puncak. Setelahnya, mulailah saya rutin mendaki setidaknya sebulan sekali.
Di antara itu, hobi-hobi lain, baik baru maupun lama, tetap berjalan. Pernah pula diselingi semarak hobi batu akik. Hobi sepedaan tetap berjalan. Hobi menulis demikian pula. Dengannya hidup terasa lebih hidup dan semarak.
Tanpa dirayakan pun hidup ini akan terus berjalan dengan segala romantika drama dan masalahnya, jadi mending dirayakan sekalian dengan berbagai hobi. Kalaupun tak sempat, setidaknya jadikan pekerjaan sebagai perayaan hidup dan rekreasi.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H