Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kompetitor Jokowi yang Menyedihkan

23 Februari 2018   17:29 Diperbarui: 23 Februari 2018   18:45 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PDIP resmi usung Jokowi sebagai capres 2019 dalam pembukaan Rakernas III PDIP di Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (23/2/2018). Foto: Twitter Pramono Anung.

"Perhatikan baik-baik, kompetitor Jokowi minimal yang ditangkap survei sampai hari ini tak tawarkan konsep apa-apa tentang masa depan Indonesia."-Andi Arief

Coba, siapa yang bisa bantah pernyataan Andi Arief di atas? Itulah pengakuan jujur dari politisi gerbong AHY, yang nota bene kompetitor Jokowi. Memang Andi Arief sangat nampak melunak belakangan ini, dibandingkan dulu, pelunakan yang sangat mencurigakan, tapi setidaknya Andi Arief mengemukan fakta.

Kondisi saat ini lebih kurang sama saat SBY dulu masuk fase pencapresan periode kedua. Saat itu tidak ada kompetitor SBY yang menawarkan gagasan lebih baik dibandingkan apa yang telah dan akan dikerjakan SBY, kecuali "lebih cepat lebih baik" dari JK dan itupun sebenarnya bukanlah konsep program. Semua kompetitor seolah terseret alunan gendang SBY.

Saat inipun kompetitor Jokowi terseret alunan gendang gerbong Jokowi. Apa saja yang dikerjakan pemerintah, sekalipun hal baik, dinyinyiri. Apa tawaran yang lebih baik dibandingkan kerja pemerintah saat ini, tidak jelas. 

Prabowo masih sibuk dengan kuda-kudanya di bukit Hambalang, sesekali tampil dalam seremoni partai, dan paling banter terakhir mengomentari kasus penganiayaan ulama.

Zulkifli Hasan, yang menyebut dirinya capres dari PAN, malah terakhir ini cuma mengomentari penolakan Jokowi meneken naskah UU MD3 yang telah disahkan DPR RI tempo hari. Belum apa-apa sudah main blunder, boro-boro mengemukakan gagasan jitu antitesis konsep Jokowi dalam menata Indonesia ke depan yang lebih baik.

Gerbong Cak Imin, yang sekarang berkoalisi dengan Jokowi tapi menggantung dukungan padanya, karena mungkin berambisi sebagai capres atau minimal cawapres, juga lebih sibuk ketemu orang sana-sini, ketawa-ketawa bersama Ustad Abdul Somad, mendampingi kunker Jokowi, dan berbagai seremoni lainnya. Apa gagasan Cak Imin untuk Indonesia lebih baik?

Jangan tanya AHY. Dia hanyalah anak muda yang nampak lebih sibuk menata penampilan dibandingkan menawarkan gagasan untuk Indonesia lebih baik, masuk akal jika politisi di gerbongnya, seperti Andi Arief, tidak percaya diri memperjuangkannya.

Bagaimana dengan Habib Rizieq Shihab? Kan poster-poster pencalonan dirinya sebagai capres 2019 menuju Indonesia bersyariah sudah bertebaran di media sosial? Tunggu dia pulang dulu dari pelariannya, sebab untuk mencalonkan diri perlu mendaftar ke partai dan KPU segala macam.

Padahal, andai saja ada kompetitor Jokowi yang menawarkan program perlawanan terhadap konsep pembangunan infrastruktur, revolusi mental, pembangunan SDM ala Jokowi, dengan argumen yang jernih dan masuk akal, bukan mustahil diterima khalayak.

Setidaknya sudah ada sekitar 30% pemilih potensial yang dipastikan tidak akan memilih Jokowi karena memang memelihara kebencian akut sejak tiga tahun terakhir. Tinggal lagi menambah jumlah itu, dengan meyakinkan calon pemilih mengambang dan menggoyakan pendirian pendukung Jokowi saat ini, dengan konsep program yang meyakinkan.

Tapi karena terseret arus permainan politik Jokowi, kompetitor Jokowi sibuk mengomentari apapun yang dikerjakan Jokowi, sedangkan apa yang akan dikerjakannya sendiri andai kelak terpilih, sama sekali tidak terekspose ke hadapan publik.

Yang diekspose kompetitor Jokowi melalui media oposan seperti tvOne tak lebih hanya buih-buih insidental, seperti kecelakaan pembangunan infrastruktur, gizi buruk di Asmat, penyiram air keras pada Novel Baswedan, dan semacamnya, yang dengan cepat dinetralisir kubu Jokowi dengan respon yang terukur dan meyakinkan. Bukan tawaran program yang komprehensif.

Selebihnya cuma main di isu-isu tidak jelas, seperti hoax komunis dan SARA, dimana tak kurang sudah sebelas orang ditangkap kepolisian dalam sebulan terakhir. Permainan politik berbasis hoax begini sangat mudah dipatahkan melalui jalur hukum. Sekali gebrak langsung lumpuh.

Mungkin bukan saya saja yang berpendirian seperti ini, bahwa mungkin saja alihkan dukungan dari Jokowi bila muncul calon lain yang mengemukakan konsep program dan kepemimpinan yang lebih baik dan lebih kuat.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun