4. Bersikap Sadis pada Pendaki Alay Kadang Diperlukan
Banyak kemungkinan pendekatan terhadap pendaki alay, bisa persuasif, membujuk, menyentuh hati dan logikanya, atau membiarkannya menemukan makna seiring waktu. Atau, bisa juga dengan cara-cara "sadis", terutama bila berangkat dari kebebalan, bukan karena keluguan atau murni ketidaktahuan.
"Pendaki Alay" adalah istilah di kalangan pendaki gunung untuk mengambarkan salah satu atau gabungan ciri pendaki yang hanya ikut-ikutan, korban film, mendaki tak aman, suka mencuri edelweiss, gemar nyampah sembarangan, coret bendera negara, pokoknya stereotipe yang buruk-buruk. Umumnya pendaki berusia anak baru gede (ABG), tapi bisa saja pendaki dewasa.
Terus bertoleransi, menuruti alur dan kemauan mereka tentu saja dunia pendakian bakal kacau. Mencegah kelakuan alay dalam dunia pendakian gunung diyakini akan mengurangi dampak buruk perbuatan mereka. Sanksi sosial yang dapat dikenakan bisa macam-macam, dari persuasif sampai "sadis". Berikut ini apa yang dapat dilakukan terhadap pendaki alay.
5. Revolusi Mental Hingga ke Gunung
Di sinilah urgensi revolusi mental hingga ke gunung, merevolusi mental para pendaki, dari mental suka nyampah sembarangan diubah jadi suka bawa turun sampah; dari mental maling edelweiis diubah jadi mental penyelamat edelweiss; dari mental apatis diubah menjadi peduli dan proaktif; dan seterusnya
Ini sangat mendesak. Pasalnya, hampir semua gunung tercemar sampah, sebagian sumber airnya tercemar tinja manusia, maraknya pencurian edelweiss, dan kerusakan lingkungan akibat penumpukan manusia di satu tempat.
Tahun 1990-an taman edelweiss gunung Marapi, Tanah Datar, Sumatera Barat, masih sangat luas, lebat dan subur. Namun maraknya pencurian edelweiss membuat taman ini terancam punah. Februari 2017 lalu penulis menyaksikan penyusutan jumlah edelweiss yang sangat mengawatirkan.