Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kenali Tips dan Trik Tersangka Korupsi Agar Tidak Stres

12 Desember 2017   10:56 Diperbarui: 12 Desember 2017   19:47 1472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Mice Cartoon

Tak usah ditanya apakah malu atau tidak saat seorang tersangka perkara korupsi ditangkap dan ditahan oleh aparat penegak hukum, dipakaikan rompi oranye, dan digiring dibawah sorotan lampu kamera jurnalis. Pasti malu, kecuali urat malunya sudah putus.

Tapi mengapa mereka, para tersangka korupsi itu, masih bisa menebar senyum, melambaikan tangan ke arah jurnalis dan memberi pernyataan pers dengan nada penuh percaya diri?

Suatu waktu penulis iseng bertanya pada Mr. X, seorang terdakwa korupsi, apa rahasianya tetap tampak tegar sementara hidupnya sedang berada di titik paling bawah? Di mana dulu ia seorang pejabat yang terhormat, lalu tiba-tiba diproses hukum perkara korupsi, dicopot dari jabatan, dan diberitakan di mana-mana.

"Hidup ini panggung sandiwara, Pak. Seperti lagunya Ahmad Albar. Saat ini saya memang memerankan terdakwa perkara korupsi. Tapi di lain waktu saya memerankan seorang pejabat negara yang terhormat. Saya juga memerankan seorang ayah dari keluarga yang bahagia. Saat ini saya memerankan terdakwa korupsi, di lain waktu di masa depan, siapa tahu, ada peran yang lebih baik untuk saya."

Kata-kata filosofis itu menghentak kesadaran. Sangat mungkin apa yang dilakukan Mr. X dalam menata hatinya, menata perasaan, mengendalikan sisi emosi, juga diterapkan oleh para tersangka atau terdakwa korupsi lainnya.

ILUSTRASI (Sumber: Poskotanews.com/Ucha)
ILUSTRASI (Sumber: Poskotanews.com/Ucha)
Lagu Ahmad Albar "Dunia Panggung Sandiwara" ternyata tidak sekadar syair yang menghibur, tetapi juga bersisi pesan filosofis dan dapat diterapkan dalam realitas kehidupan tersangka korupsi. Lagu yang mungkin terinspirasi dari frase karakter Jaques dalam karya William Shakespeare berjudul As You Like It (1599-1600), ini, ternyata berguna juga. Para tersangka atau terdakwa korupsi patut berterima kasih pada Ahmad Albar dan William Shakespeare. Hehehe.

Harus diingat, tidak semua tersangka atau terdakwa korupsi itu benar-benar bersalah melakukan korupsi, maka ada saja yang dibebaskan hakim. Banyak di antaranya tidak bersalah, hanya kesalahan administrasi belaka. Acap terjadi, "terobosan" kesalahan administrasi ditujukan justru untuk menguntungkan negara (dan ini memang berhasil), bukan untuk keuntungan pribadi. Tapi hukum adalah hukum. Di mana ada celah dikasuskan, di situ aparat hukum bertindak. Jadi, tak usah terlalu "baper" saat diproses hukum.

Seorang tersangka korupsi lain lagi, sebut saja Mr. Y, sangat yakin dirinya tidak bersalah, bahwa ia sama sekali tidak merugikan keuangan negara. Di tahanan ia beraktivitas seperti biasa, mengobati orang, bermain catur, main kartu, bersenda gurau, bahkan menulis buku. Hanya fisiknya saja tidak merdeka karena di dalam tahanan, pikiran dan selebihnya tetap merdeka.

Cerita sukses tersangka korupsi menata hati tersebut tidak selalu terjadi. Selalu ada yang gagal menata hatinya. Stres mendapati perubahan peran bak siang dan malam dalam waktu singkat. Pernah terjadi rambut seorang tersangka korupsi tiba-tiba memutih semua hanya dalam hitungan bulan, kalau tak salah ingat hanya dalam waktu enam bulan.

Tapi ada juga tersangka korupsi yang sempat depresi kemudian berbalik berhasil menata hatinya. Tidak berhasil dengan sendirinya, melainkan berkat dukungan dan bantuan tanpa henti dari keluarga terutama istrinya. Istri dan anak-anaknya lah yang gigih berjuang d isaat kepala keluarga terpuruk, melobi pejabat, menemui dan presentasi di depan para ahli dan profesor hukum untuk prospek ahli yang akan dihadirkan di pengadilan, dst.

Lama-lama si tersangka kepala keluarga ini jadi sadar. Ia terpengaruh energi positif dari keluarganya, dari istri dan anak-anaknya. Ia bangkit dan optimis berjuang di pengadilan, apapun kelak hasilnya.

Toh, perkara hukum apapun itu, termasuk korupsi, sisi hukum pembuktian baik dari sisi jaksa maupun terdakwa sebenarnya sudah sama-sama jelas. Tinggal dipaparkan saja di muka hakim. Yang jadi masalah adalah bagaimana menata hati dan pikiran agar terdakwa tetap "waras". Ibarat kata, dari sisi tersangka, perkara hukum itu 20% beraspek hukum (pembuktian) dan 80% justru aspek mental.

Kadang-kadang sebagai sahabat atau lawyer bisa juga memberi nasehat. Agar tak usah pusing, serahkan saja masalah hukum pada lawyer, biar lawyer yang pusing. Jangan sampai terjadi malah tersangka yang pusing memikirkan kasusnya, sedangkan lawyer-nya santai saja karena mampu memisahkan urusan profesional dan emosional.

Tersangka tinggal serahkan semua bukti, berikan narasi kronologis yang jujur, selanjutnya biar lawyer yang bekerja. Klien biar fokus menata hatinya, menata pikiran, menyiapkan mental keluarga, dan mengonsolidasi aset-aset yang tak terkait korupsi biar tidak ikut disita apara hukum.

Sementara, bagi yang merasa benar-benar korupsi, nikmati saja rasa malu itu. Tak perlu menunjukkan muka tak tahu malu, karena itu sangat menjijikkan bagi publik yang melihatnya. Akui dengan jujur, karena pengakuan akan melapangkan perasaan.

Biarkan rasa malu dan hukum bekerja untuknya, akui dengan gagah, dan terima semuanya sebagai ganjaran yang pantas atas perbuatan yang telah dilakukan. Ungkap semuanya. Itulah "penebusan dosa" di dunia, semoga ada pengampunan di akherat. Memangnya siapa di dunia ini yang tidak pernah berbuat salah?(*)

SUTOMO PAGUCI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun