Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pelayanan terhadap Pasien BPJS yang Mengharukan

16 November 2017   09:50 Diperbarui: 16 November 2017   11:43 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lima hari si sulung (perempuan, 11 tahun) demam. Hari ke-5 kemaren dokter di Faskes merujuk untuk cek darah. Singkat cerita, hasil cek darah: trombosit 97.000 sel/mm3 (normal 150.000 s/d 450.000 sel/mm3). 

Dokter IGD sebuah rumah sakit swasta bertaraf internasional, itu, akhirnya memutuskan si sulung harus dirawat. Ya sudah, setelah dapat kamar, saya pergi ke meja pendaftaran.

"Jaminannya apa, pak?," tanya petugas pendaftaran dengan nada pelan hampir terlihat malas-malasan dengan mata terus melihat surat pengantar dari IGD.

Mendengar kata "jaminan", saya tertegun sebentar. Mikir. Hadeh, langsung tanya jaminan, maksudnya apa?

"BPJS, bu," jawab saya singkat sambil menyodorkan kartu BPJS si sulung.

Mbak cantik petugas pendaftaran itu mengambil kartu BPJS, bersama surat pengantar dari IGD, lalu ia inputkan di komputer. Masih terlihat slow, seolah tak semangat.

"Oh, BPJS mandiri ya pak," timpalnya. Kali ini si mbak sudah sedikit bersemangat. Apakah sebelumnya si mbak mengira JKN-BPJS KIS yang ditanggung pemerintah? Tanya saya dalam hati.

Sudah beberapa kali saya mengalami kejadian lebih kurang serupa. Petugas pendaftaran rumah sakit sedikit "kurang semangat" saat mendengar kata "BPJS". Saya tak pernah berusaha untuk menanyakan, cuma mendebak-nebak saja.

Tebakan saya, klaim rumah sakit terhadap BPJS ribet, makan waktu, dan kurang menjanjikan dibanding asuransi swasta atau pembayaran tunai. Nampaknya pula, JKN-BPJS Mandiri lebih mendingan. Itukah yang membuat para petugas rumah sakit sulit bersandiwara sembunyikan hal sebenarnya?

Saya bukan tipe orang yang tergantung pada asuransi, bahkan nyaris anti asuransi, kecuali diwajibkan. Jadilan kami sekeluarga ikut JKN-BPJS pada kesempatan pertama dibuka pendaftaran jalur mandiri (bayar sendiri).

Benar saja. Setelah ikut JKN-BPJS, si anak atau istri sakit sedikit, flu, demam atau gatal-gatal, sudah, langsung minta dibawa ke dokter di Faskes yang berkerjasama dengan BPJS.

Saya tak mau begitu. Karena itu, saya pribadi hampir tak pernah memanfaatkan JKN-BPJS, kecuali dulu pernah sekali untuk buat surat keterangan sehat untuk naik gunung, kebenaran bersamaan antar istri ke Faskes. Ya sudah, sekalian. Entahlah apakah itu dibolehkan (yang jelas dokternya kasih).

Sebetulnya banyak lagi pengalaman menarik keluarga dengan dokter, rumah sakit, kaitannya dengan JKN-BPJS. Tapi kali ini cukup cerita di meja pendaftaran saja, lain kali cerita yang lain.(*)

SUTOMO PAGUCI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun