Mengetahui sifat tabiat harimau saat memburu mangsanya sangat menentukan bagaimana cara menghindari dimangsa harimau saat berkegiatan alam bebas di rimba atau gunung khususnya di habitat harimau.
Menurut ahli harimau dari berbagai sumber, harimau secara alami akan memburu mangsanya dalam suatu rantai makanan di alam dan manusia tidak termasuk dalam rantai makanan alami bagi harimau. Jadi tak perlulah ketakutan berlebihan.
Sebagaimana sifat harimau saat memangsa buruannya dalam rantai makanan, harimau hanya akan memangsa buruan yang nampak lemah, lengah atau tua.
Salah satu titik lemah mangsa, termasuk manusia, ada pada bagian belakang.
Karena itu, harimau cenderung menerkam dari arah belakang mangsa. Tapi tidak selalu demikian. Pasalnya, harimau biasa mempelajari dulu pergerakan calon mangsanya, bisa saja dalam beberapa hari baru ketemu titik lemah.
Kekuatan utama harimau ada pada gigi, kuku cakaran, bulu tebal, dan tenaga yang kuat. Hampir mustahil manusia bisa melawan pakai tangan kosong.
Berdasarkan pola tabiat harimau memangsa buruannya tersebut, ada beberapa ikhtiar praktis dan mudah bagi pencinta kegiatan alam bebas di rimba agar tak dimangsa harimau. Khususnya saat berjalan sendirian di rimba habitat harimau.
Yang telah penulis praktikan sejak lama, di hutan Sumatera yang merupakan habitat harimau Sumatera, adalah memakai topeng yang diletakkan di belakang kepala. Ini untuk mengecoh harimau, seolah bagian belakang jadi depan.
Tapi itu belum cukup. Penulis juga melengkapi diri dengan pedang atau senjata tajam lainnya. Bukan dimaksudkan untuk mencelakai, tapi untuk menghadirkan rasa aman yang berefek kepercayaan diri. Kepercayaan diri akan mengeluarkan aura energi kuat untuk menakuti harimau.
Saat terdesak, senjata tajam (atau bisa juga kayu panjang) dirasa cukup untuk menakuti harimau. Senjata tajam hanya digunakan sebatas untuk membela diri.
Mundur pelan-pelan, bukan balik badan lalu berlari. Berlari akan mengecoh harimau mengira manusia yang lari tersebut adalah mangsanya.
Ikhtiar di atas berkerja saat manusia dalam keadaan sadar. Bagaimana kalau saat tidur? Misalnya, terpaksa bermalam di tengah rimba belantara habitat harimau.
Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan, sangat jarang terjadi harimau memangsa manusia yang sedang tidur. Tetapi waspada adalah penting. Tidur di tenda gantung pada pohon atau hammock bisa jadi pilihan.
Jika tak memungkinkan, tidur saja dalam tenda di atas tanah. Namun dengan tetap waspada.
Lebih bagus lagi jika indera penciuman dan pendengaran tidak ikutan tertidur pulas, sisakan sedikit buat jaga-jaga. Ini butuh latihan dan pembiasaan memang, tapi berdasarkan pengalaman penulis ini lebih ke kerja otak sebenarnya.
Bau afek harimau biasanya cukup kuat untuk dicium dari jarak sekian meter. Begitupun gerakan halus tak biasa dapat didengar telinga yang terjaga dan waspada.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H