Di Jakarta barangkali agak mendingan. Karena di sini ketua RT/RW ada mendapat sedikit dana operasional dari pemerintah daerah.Â
Sementara di banyak daerah di Indonesia sangat mungkin ketua RT/RW hanya kerja sosial tanpa pamrih, sama sekali tak ada gaji atau dana operasional dari pemerintah daerah. Karena itu, ongkos jalan ke kepolisian/BNN/pengadilan sangat mungkin ditanggung sendiri.
Pasalnya, setahu penulis, selama ini tidak ada anggaran khusus di Kepolisian, Kejaksaan dan BNN untuk ongkos transportasi para saksi. Karena menjadi saksi itu merupakan kewajiban hukum setiap warga negara yang menyaksikan suatu peristiwa pidana.
Kalaupun ada anggaran, sifatnya general di dalam dana penanganan perkara, yang biasanya harus dicukup-cukupkan karena terbatas.Â
Sekalipun demikian, dalam praktik, bisa saja personil aparat membuat diskresi memberi bantuan uang transportasi untuk saksi diambil dari dana penanganan perkara atau dinamika lapangan memaksa keluar uang dari saku aparat sendiri. Ironis memang.
Misalnya di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumbar. Jarak yang jauh antara tempat persidangan (di Kota Padang) dengan tempat domisili para saksi (di Kepulauan Mentawai) membuat jaksa penuntut umum harus peras otak cari dana untuk transportasi berikut penginapan para saksi yang berekonomi lemah.
Terkait perkembangan baru ini, ada baiknya Polri, Kejaksaan RI dan BNN mengalokasikan anggaran untuk tranportasi para saksi, yang realisasi pencairannya dilihat kasus per kasus khususnya untuk saksi yang miskin. Jika urgen, barulah dana dicairkan untuk saksi bersangkutan.(*)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H