Anda mau menyaksikan tarian warna senja paling spektakuler di tepian Telaga Dewi, Gunung Singgalang, Tanah Datar, Sumatera Barat? Berkunjunglah pada sekitar bulan Mei pada tiap tahunnya. Mengapa?
Biasanya, di sini, bulan Mei merupakan peralihan antara musim penghujan dan musim kemarau. Pada waktu-waktu ini masih ada hujan tapi tidak terlalu intens lagi. Cakrawala pagi, siang dan sore masih diwarnai awan. Nah, perpaduan awan dan cahaya inilah salah satu faktor penentu kespektakuleran panorama senja.
Beginilah panorma Telaga Dewi dibidik dari sisi Utara, hari Minggu (4/9/2016) pagi (dokpri)
Berbeda halnya saat musim kemarau, dimana di langit sedikit awan. Pada saat demikian senja akan berwarna merah magenta, tetapi kurang variatif. Tarian warna yang terbentuk dari sunsent dan senja cenderung monoton, hal ini karena sedikitnya awan. Awan adalah pelukis senja terbaik.
Ohya, mungkin masih ada orang yang mencampur-adukkan antara konsep 'senja' dan 'sunset'. Ternyata keduanya berbeda loh.
Pendar senja hari ini (dokpri)
Sunsent atau matahari tenggelam adalah detik-detik ketika matahari tenggelam di garis horizon cakrawala, sedangkan senja adalah saat-saat setelahnya. Jadi sunset lebih singkat dibandingkan senja.Â
Senja lebih panjang dengan pembagian fase sebagai berikut: senja sipil (0-6 derajat di bawah cakrawala setelah sunset), senja nautikal (6-12 derajat dibawah cakrawala setelah sunset), dan senja astronomis (12-18 derajat di bawah cakrawala setelah sunset). Setelahnya, alam akan memasuki fase gelap total atau malam.
Sebentar lagi makin terang (dokpri)
Tarian warna senja di langit nampak sangat dinamis, terus berubah tiap detiknya. Setiap detik adalah momen dan momen itu tidak selalu sama. Kecepatan mengabadikan tiap momen dengan kamera terasa sangat penting.
Waktu itu, penulis alias SP memanfaatkan libur panjang 11-13 Mei 2017 lalu untuk berkemah di tepian Telaga Dewi, Gunung Singgalang, di ketinggian sekitar 2.806 meter di atas permukaan laut.
Salah satu fase senja yang menarik (dokpri)
Tenda didirikan di sisi Timur Telaga Dewi menghadap persis ke arah tempat tenggelamnya matahari, nun di seberang telaga, pada tepiannya, di atas pohon-pohon.Â
Karena masih musim pancaroba, belum terlalu banyak pendaki berkunjung ke sini. Suasana terasa syahdu dan hening. Pada hari Kamis (11/5/2017), sore, di sebelah Timur telaga hanya ada dua tenda. Sedangkan di sebelah Barat telaga ada sekitar tiga tenda.
Fase senja membentuk panorma awan keemasan (dokpri)
Sampai di tepian telaga, Kamis (11/5/2017) sore sekitar pukul 18.05, hujan baru saja berhenti. Tapi di langit awan masih sangat tebal. Senja hari ini tidak memberi harapan. Setelah tenda berdiri penulis langsung tepar hingga keesokan paginya.Â
Maklumlah pendakian Singgalang sangat menguras tenaga. Treknya sangat berat, rasanya lebih berat dibandingkan gunung Kerinci dan Latimojong. Licin, terus menanjak tampa ampun, nyaris tanpa bonus. Semakin merasa keletihan, semakin diberi tanjakan. Wajarlah sedikit pendaki yang berminat berziarah ke sini.
Awan keemasan terus membentuk formasi berubah-ubah (dokpri)
Pada fase ini awan mulai berubah warna (dokpri)
Keesokan harinya, Jum'at (12/5/2017), pagi-pagi sekali kami pergi muncak. Puncak gunung Singgalang tak seberapa jauh dari tepian Telaga Dewi, paling berjalan kaki sekitar 15-30 menit mengikuti jaringan kabel yang berakhir di puncak. Dari Telaga Dewi nampak beberapa tower menjulang di atas bukit yang merupakan puncak gunung Singgalang dengan ketinggian sekitar 2.877 meter di atas permukaan laut.
Momen-momoen senja yang diabadikan dalam foto-foto artikel ini diambil hari Jum'at (12/5/2017). Senja yang sempurna. Sinar matahari memancar terang. Pada sisi lain berlapis-lapis awan masih bergumpalan di cakrawala.
Fase awal atau senja sipil di Telaga Dewi (dokpri)
Sambil menunggu sunset, penulis menyibukkan diri dengan acara main masak-masakan, sambil mendengar lagu-lagu yang mengalun syahdu dari Logitech X50 Bluetooth Speaker.
Dengan kamera telepon genggam yang seadanya, penulis mengabadikan senja kali ini.(*)
13-591bde7b1cafbdf74f48472f.jpg
Mengisi waktu menunggu sunset dengan main masak-masakan (dokpri)
SUTOMO PAGUCI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya