Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Money

"FERA", Tiwul Cinta dari Ponorogo

10 November 2016   15:32 Diperbarui: 10 November 2016   16:05 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tekstur begitu kenyal, ada asin-asinya (karena dikasih garam...hehe), dan mengenyangkan layaknya makan nasi. Saya biasa memakannya ganti nasi putih, sebagai variasi. Bosan makan nasi terus.

Dengan taburan parutan kelapa muda, dengan cepat tiwul 250 gram ludes tanpa sisa. Kadang saya makan dengan ikan, sayur, rendang dll layaknya makan nasi. Kadang dua kali sehari: pagi dan sore/malam.

Kebenaran kota Padang dan sekitarnya akhir-akhir ini sering hujan. Makan tiwul hangat dalam cuaca dingin ternyata sangat enak. Bahkan timbul ide untuk menjadikan tiwul makanan instan saat mendaki gunung. Kayaknya enak dan seru, makan tiwul di ketinggian, sambil menjuntaikan kaki di celah awan puncak gunung.

***

[caption caption="Suasana puncak gunung Talang, Solok, Sumatera Barat (dokpri)"]

[/caption]Namanya juga tiwul instan, tentunya sangat mudah dan tak butuh waktu lama untuk memasaknya, mirip mie instan. Petunjuk cara memasak di kemasan disebutkan: tiwul dicuci bersih, rendam selama 3 menit; tiriskan, kukus selama 20 menit.

Namun dari percobaan yang saya lakukan, ada modifikasi cara memasak yang cocok untuk saya, mungkin tidak cocok bagi yang lain.

Modifikasi cara masaknya: tiwul cukup dicuci bersih dan langsung dikukus. Tidak perlu direndam sampai 3 menit, karena pernah coba direndam 3 menit sebelum dikukus, hasilnya tiwul masak berair terlalu lunak, tidak kenyal lagi.

***

Sekalipun tiwul instan, tapi pembuatannya, seperti dituturkan Mbak Fera, dilakukan manual, tidak pakai mesin. Dan karena dikerjakan sendiri, ini yang istimewa, tiwul tsb dibuat dengan penuh cinta dan kasih dari pembuatnya. Haha.

Bukan lebay. Ini beneran loh ya. Tiwul "FERA" adalah tiwul cinta. Pada setiap butirannya ada cinta di sana, cinta kasih kemanusiaan pada sesama. Seperti dituturkan Mbak Fera, 5% dari keuntungan penjualan akan disumbangkan untuk kemanusiaan, kaum dhuafa, yang disalurkan melalui Kabar Bumi Ponorogo. Hebat kan. Berbisnis sambil beramal.

Bagi yang berminat merasakan Tiwul Cinta dari Ponorogo, Monggo, silakan SMS/WA orangnya langsung, biasanya cepat direspon, di nomor ini: +6281252019191. Harga relatif murah, cuma Rp8.000/bungkus.

Tiwul cocok dikonsumsi penderita diabetes, maag dan orang yang sedang diet.(*)

SUTOMO PAGUCI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun