Advokat senior Dr Adnan Buyung Nasution diberitakan berang dan melayangkan surat protes atas penyitaan yang dilakukan KPK terhadap barang-barang milik kliennya, Chaery Wardana alias Wawan.
Pangkal soalnya, penyitaan yang dilakukan KPK tanpa kehadiran pihak pembela (advokat) tersangka Wawan. Sedangkan KPK sudah tahu bahwa Wawan memiliki kuasa hukum. Dengan demikian penyitaan KPK tanpa disaksikan pengacara.
"Makanya saya sekarang mau tanya juga, kemarin diambil buat apa aja. Siapa saksinya? Darimana pembelanya?Nggak ada. Nggak dicatat, diambil begitu saja. Kenapa nggak sekalian ambil rumahnya saja," beber Adnan sebagaimana dikutip dari metrotvnews.com (24/10/2013).
Jika demikian, tambah Adnan, tindakan satgas KPK serampangan dan tidak sesuai hukum. "Itu cara sembrono, serampangan itu. Tidak sesuai hukum, tidak menghormati hak asasi manusia, dan saya protes," tegas dia.
Dalam kesempatan yang sama Buyung menyarankan KPK bertanya pada penegak hukum senior tentang bagaimana cara penyitaan yang baik dan benar. Antara lain seperti penyitaan yang dilakukan kepolisian terhadap barang-barang yang dikuasai Gayus Tambunan (liputan6.com, 24/10/2013).
***
Hemat saya, substansi keberatan Buyung bisa dibenarkan. Penyitaan merupakan tindakan proyustisia, untuk keadilan, bukan tindakan untuk institusi KPK atau Komisioner KPK. Untuk keadilan. Karena itu, penyitaan mesti dilakukan secara benar menurut hukum.
Itulah perbedaan antara penyitaan dengan perampasan. Tidak cukup penyitaan hanya membawa surat perintah pimpinan dan surat izin dari pengadilan, lalu tanpa ba-bi-bu main bawa saja barang orang milik orang lain atau entah siapa.
Yang juga penting, penyitaan itu mesti disaksikan oleh pihak tersangka atau kuasa hukumnya. Terutama untuk memastikan bahwa prosedur penyitaan telah dijalankan, barang-barang yang disita memang milik tersangka, dan barang-barang itu ada kaitan langsung dengan tindak pidana yang disangkakan, lengkapnya sesuai prosedur yang digariskan KUHAP Pasal 38 dst namun dengan kekhususan sebagaimana diatur Pasal 47 UU KPK.
Misalnya, tindak pidana yang disangkakan korupsi. Maka, hanya barang-barang yang terkait tindak pidana yang disangkakan saja yang disita, bisa berupa uang, berkas dokumen, dsb. Di luar itu tidak ikut disita.
Prosedur penyitaan yang digariskan KUHAP tersebut hanya mungkin akuntabel jika disaksikan oleh pihak tersangka atau kuasa hukumnya, termasuk saksi-saksi penyitaan lainnya. Contoh, jika benda yang akan disita ternyata bukan milik tersangka, maka prosedur penyitaan harus dilakukan pada pihak pemilik sebenarnya dari barang itu.